ㅡ💮💮💮 Mortician [part 3]

7.6K 1.9K 304
                                    

"Jadi udah berapa lama kamu pura-pura mati?"

Aku memelototi Tamra karena pertanyaannya tadi kurasa kurang sopan. Tapi dia cuek saja. Sementara itu Zhong Chenle belum menjawab karena masih mengunyah biskuit gandum cemilanku ㅡ satu-satunya makanan yang kami punya sekarang. Kasihan, dia belum makan sejak entah kapan.

"Kecelakaannya kemarin malam. Kejadian sebenarnya ganjil banget, tapi nggak ada yang berani bilang apa-apa karena udah dikasih uang tutup mulut. Awalnya aku pingsan, terus pura-pura mati sambil berharap ada orang luar yang bisa dimintai bantuan," jelas Chenle perlahan.

"Hmm... tapi pura-pura mati nggak segampang itu," Tamra bergumam sambil fokus menyetir.

"Kan aku udah bilang semua orang gerak cepat buat bikin seolah-olah kecelakaan ini nyata, bukan pembunuhan. Mereka dengan bodohnya nggak sadar padahal aku cuma tahan napas setiap mereka periksa. Yahㅡ pasti ada peran keberuntungan sih. Ini takdir," Chenle tersenyum getir.

"Maaf, tapi aku penasaran kenapa cuma kamu yang bertahan hidup?" tanyaku hati-hati. Aku tidak enak tapi merasa penasaran setengah mati.

Chenle menghela napas, dia sudah tampak jauh lebih baik setelah perutnya terisi makan dan minum. Tatapannya hampa, membuat aku makin iba padanya.

"Racun. Kami makan malam keluarga, tapi keluargaku diracun. Kebetulan aku lagi agak nggak nafsu makan, jadi cuma makan sedikit demi kesopanan. Mungkin racunnya nggak cukup kuat buat membunuh, aku cuma pingsan lumayan lama," Chenle bercerita lagi.

Tamra tidak menurunkan kecepatan mobil, padahal hujan turun cukup deras. Kuberikan botol air mineral terakhir kami pada Chenle. Demi mengembalikan rona di pipinya. Pantas saja tidak ada yang sadar dia pura-pura mati. Kulitnya putih pucat, apalagi dalam keadaan kurang sehat seperti sekarang.

"Orang yang menyewa kami kayaknya nenekmu. Apa dia juga jahat?" tanya Tamra.

"Nggak, aku rasa nenek nggak tau apa-apa. Anak tirinya yang jahat. Dulu nenek pernah hampir meninggal, sekarang aku baru sadar mungkin itu karena pamanku," jawab Chenle. "Cepat atau lambat pasti nenek sadar ada yang nggak beres waktu liat jasadku menghilang."

"Oh iyaㅡ Tam! Kamu udah minta tolong temen hacker-mu buat sabotase CCTV belum?" tanyaku, langsung cemas begitu ingat.

"Ahㅡ iya juga. Oke, langsung eksekusi. Jangan khawatir."

Dengan santai Tamra menyetir dengan satu tangan sementara tangan satunya lagi mencari kontak temannya. Dia lalu memakai hands-free dan mulai melakukan percakapan yang sulit dimengerti segera setelah telepon terhubung. Chenle tampak sama tidak mengertinya dengan aku, tertegun di jok belakang.

"Jangan takut, sekarang kamu aman," aku tersenyum padanya. "Tamra itu kakak paling keren yang paling ada di dunia. Kalau ada dia, semua pasti beres."

"Thanks. Kakak-ku juga kakak paling keren di dunia," Chenle membalas senyum juga. "Dulu."

Aku jadi sedih lagi. Kutepuki pundak Chenle yang masih terbalut dress. Dia sudah melepas wig dan menghapus make up, tapi belum sempat ganti baju.

"Aku ikut sedih. Jangan menyerah ya, walaupun rasanya pasti berat banget. Orang tuaku dan Tamra juga udah nggak ada, tapi mereka kabur sih bukan meninggal," aku tertawa sarkastik.

"Wah... kalian ternyata emang bukan cewek-cewek biasa," puji Chenle.

"Beres, anak-anak," Tamra menyela obrolan kami. "Sementara ini kayaknya kita aman. Tapi sekarang ke mana dulu? Zhong Chenle, walaupun keliatan nggak terlalu parah tapi kamu keracunan. Kita harus ke rumah sakit."

Sweet RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang