"Aku tau karena aku liat sendiri," jawab Hana saat kutanya dari mana dia bisa tau kalau akulah hantu piano sekolah.
Aku menepuk jidat. "Pantesan. Kadang aku merasa ada yang liatin dari jauh. Ternyata orang, bukan hantu?"
Gadis yang baru kukenal kemarin itu tertawa kecil. "Iya, aku juga nggak punya banyak teman di sekolah karena sering absen. Makanya kadang berkeliaran di hutan belakang. Tapi cuma di pinggirannya, nggak berani masuk jauh-jauh."
"Oh..." aku mengangguk-angguk. "Eh tapi, kenapa kamu sering absenㅡ well, kalau aku boleh tau sih."
Beginikah rasanya bicara dengan orang yang menurutmu istimewa?
Setiap bicara dengan Hana aku takut salah memilih kata. Takut dia tersinggung, takut dia tidak suka, takut dia tidak mau bicara padaku lagi. Apa ini semacam penyakit?
"Uhmㅡ ngomong-ngomong, makasih kemarin tumpangan payungnya. Dan pagi ini karena udah mau berangkat sekolah bareng," kata Hana saat kami tiba di gerbang, mengabaikan pertanyaanku barusan.
"Sama-sama. A-aku nggak keberatan kalau kita pulang dan berangkat sama-sama tiap hari," jawabku.
BODOH BAGAIMANA KALAU DIA MENGANGGAPKU AGRESIF?
Tapi rupanya tidak. Hana tersenyum malu-malu, tidak sepucat kemarin karena pagi ini cerah. Perlahan dia memperbesar jarak di antara kami.
"Aku juga nggak keberatan. Tapi, aku rasa kalau udah masuk komplek sekolah sebaiknya kita nggak jalan sama-sama atau terlalu dekat. Aku nggak mau kamu dianggap aneh juga sama anak-anak lain," ujar gadis itu dengan suara lembutnya.
Dahiku berkerut. "Loh? Kenapa? Apanya yang aneh?"
Dia lagi-lagi hanya tersenyum tanpa menjawab dengan jelas. "Sampai ketemu nanti sore, aku ke kelas dulu," ucapnya lalu pergi menaiki tangga sendiri tanpa menunggu aku.
Shim Hana.
Nama itu yang mengacaukan pikiranku sejak kemarin. Semua karena pertemuan singkat saat hujan dan aku akhirnya mengantar dia pulang walaupun tidak sampai rumah. Entah bagaimana aku yang tidak mudah akrab dengan orang lain ini begitu mudah merasa dekat dan tertarik pada Hana.
Kami bertemu lagi hari ini, karena Hana mau mengembalikan handukku sekalian berangkat sekolah bersama. Hana yang pendiam dengan senyumnya yang sangat manis, sulit bagiku untuk mengabaikannya bahkan saat aku ingin sekalipun. Apalagi sekarang dia tahu salah satu rahasiaku.
Hari-hari berikutnya aku mengajak Hana bermain piano di hutan beberapa kali ㅡawalnya dia tidak mau karena takut ada ular. Aku meyakinkan dia hutan ini aman, buktinya aku masih hidup. Dalam hati aku sadar kalau rutinitasku yang membosankan menjadi sedikit berwarna dan menyenangkan karena Shim Hana, tapi sering kumenepis sih. Bagaimanapun, aku belum siap merasa terlalu 'terikat' secara perasaan dengan orang lain. Aku ingin semua berjalan biasa saja, tidak berlebihan.
Entahlah, ada perasaan aneh seperti firasat buruk tiap aku bicara dengannya.
Ada yang aneh dengan Hana. Sesuatu yang dia sembunyikan dariku dan mungkin dari semua orang.
"Hey, Mark, kamu sekelas sama Hana kan?" tanyaku saat jam istirahat, iseng karena Mark main sampai ke kelasku ㅡdia memang liar.
"Hah? Siapa? Nggak tau," jawabnya.
Aku berdecak. "Ada, Shim Hana. Rambutnya pendek, sering absen katanya," ulangku.
Sejenak Mark tampak mengingat sambil mengunyah marshmellownya. Ia lalu menjentikkan jari.
"Oh iya, ada. Dia emang sering absen dan kalaupun masuk jarang interaksi sama orang lain, makanya kadang dianggap nggak ada. Oke, ini jahat. Tapi dia yang terlalu tertutup," jelas Mark.
"Kalian tau kenapa dia sering absen?" aku menanyakan hal yang sangat membuatku penasaran sepanjang minggu.Mark menggeleng. "Nggak. Dia hampir nggak pernah ngomong kecuali sama guru."
"Serius? Masa sering nggak masuk tapi temen sekelasnya nggak tau?"
"Sebenernya sih... ada beberapa rumor," Mark mendekat, merendahkan nada suara. "Ada yang bilang mungkin keluarganya memuja setan, ada juga yang bilang dia udah punya anak, terus kata yang lain dia sebenernya trainee agensi idol."
Aku tertegun setelah Mark mengangkat bahu tanda tidak yakin. Memang, semua rumor itu terdengar tidak masuk akal. Ada apa sebenarnya? Apa yang dirahasiakan dan kenapa?
Rasa penasaranku makin memuncak saat setelah satu setengah minggu berangkat dan pulang bersama dengan Hana, hari berikutnya dia tidak muncul.
Dan hari berikutnya.
Dan hari berikutnya lagi.
Tidak di sekolah, tidak juga di mana pun.
Tidak ada yang tahu.
ㅡtbc
Bagaimana dengan kalian?
Apa kalian tau?