"Mampus!" Mark menjambak rambutnya. "Kalau Daniel hilang, aku bisa dibunuh kakakku!"
"Ish- kamu sih tadi ngajak ngobrol, jadi pergi kan Danielnya," tukasku.
"Kok aku? Kamu lah! Siapa coba yang hari ini jadi aneh nggak jelas? Terus kan harusnya tadi Daniel kamu yang gandeng!"
"Berisik! Daniel kan keponakan kamu, harusnya kamu yang lebih perhatian dong!"
Yah, silakan tutup telinga.
Memang bukan Mark Lee namanya kalau tidak memancing emosi dan terus mengajak ribut. Aku juga heran bagaimana bisa kami sering bertengkar karena hal tidak penting sekalipun, tapi di saat yang sama sulit melewatkan satu hari tanpa menyempatkan bertemu. Tertawakan saja, aku memang sudah gila.Menyukai Mark Lee adalah hal paling gila dalam hidupku yang tenang.
"A-anu, permisi...."
Mark dan aku berhenti saling menatap sengit saat ada suara wanita paruh baya dari samping kami. Aku langsung memasang wajah dan sikap sopan, diikuti Mark.
"Ya?" tanya Mark.
"Maaf, saya nggak sengaja dengar kalian cari anak kecil? Tadi di minimarket itu ada anak kecil tanpa orang tua, mukanya agak mirip kalian jadi saya pikir mungkin kalian orang tuanya..." kata ibu itu.
Mark terkesiap. "Ahㅡ minimarket yang itu? Terima kasih banyak!"
Aku tersenyum kaku pada wanita yang memberi tahu kami kemudian bergegas mengikuti Mark berlari ke minimarket. Tapi, sebentarㅡ apa tadi katanya? Masuk akal kalau Daniel dibilang mirip Mark, tapi kalau mirip aku? Matanya pasti gangguan.
"Please, harus ada," gumam Mark cemas.
"Kayaknya emang Dan deh. Dia pasti haus karena kita lama panas-panasan," timpalku.
"Semoga."
Kami masuk ke minimarket dengan rusuh. Ternyata tidak sulit menemukan Daniel, anak itu sedang berdiri anteng di depan salah satu rak. Aku menarik napas lega.
"Daniel!" seru Mark dan aku bersamaan, sambil menghampiri bocah itu.
Daniel tersenyum lebar melihat kehadiran kami, dia langsung mengacungkan sesuatu di tangannya pada Mark. "Mau ini!" serunya.
Cengiran di wajah Mark hilang, begitu pula senyum legaku. Kami bertukar pandang sambil menelan ludah saat melihat benda yang diinginkan Daniel.
Kondom.
"Eh- anu- Dan, ini nggak dijual. Beli yang lain aja ya?" kata Mark pada keponakannya.
"Nggak mau, mau ini! Ini pelmen!" tolak Daniel.
Ingin rasanya aku mengutuk pemroduksi kondom yang membuat kemasannya seperti permen. Seisi minimarket bisik-bisik sambil terkikik melihat kami. Selamat tinggal reputasiku~
"Itu bukan permen," bujukku, menyambar permen sungguhan di rak lain. "Nah ini permen, enakan ini! Beli ini aja ya?"
"Nggak mau! Mau pelmen yang ini!" Daniel mulai berkaca-kaca.
"Nggak enak itu permennya, ini aja ya?" Mark ikut membujuk.
"Mau pelmen iniiii," rengek Daniel, tidak rela kondom diambil Mark dari genggamannya.
"Nggak boleh ah! Hayo, Daniel, nggak boleh nakal! Mau ditinggal di sini sendirian??" ancam Mark.
Bocah itu menatap Mark, matanya makin berkaca-kaca dan bibirnya mulai bergetar. Oh tidakㅡ sebentar lagi bom waktu akan meledak.