ㅡ💮💮 Runaway, Hendery [part 2]

7.9K 1.9K 131
                                    

Setelah dilihat-lihat, si bodoh ini walaupun bodoh tapi lumayan keren. Aku jarang memuji cowok, seleraku tinggi. Orang ini menurutku proporsional, rapi, dan wangi. Kalau saja dia tidak salah naik kereta, pasti sekarang rasanya seperti yang di film-film atau novel romance ㅡbertemu cowok keren di kereta.

"Jam berapa keretanya sampai di Busan?" tanyanya, mukanya masih tampak mental breakdown.

"Di jadwal sih jam sebelas siang," jawabku.

"Terus kereta ini balik lagi ke Seoul kan?"

"Nggak tau. Aku juga baru pertama kali naik kereta ini," aku mengangkat bahu.

Dia bengong sejenak lalu mengacak rambut yang tadinya disisir rapi. Wangi shampoo-nya tercium makin jelas. Wow, bagaimana bisa dia sewangi ini?

"A-anu, kamu kan bisa telepon keluargamu terus bilang salah naik kereta," saranku, asal saja sih.

"Nggak segampang itu," keluhnya. "Aku udah berkali-kali telat dan nggak datang ke acara keluarga. Mereka pasti udah muak."

"Emangnya acara apa sih?"

"Mereka nggak bilang. Pokoknya penting, katanya."

"Hah? Dasar aneh, penting tapi nggak dikasih tau penting kenapa," gumamku.

"Kamu turun di Busan?" tanya orang itu lagi.

Aku langsung bingung. Sebenarnya tujuanku kan tidak jelas. "Ohㅡ yahㅡ kayaknya iya."

"Kayaknya?" dahi cowok itu berkerut.

"Y-yaㅡ terserah aku dong!" tukasku. Masa aku harus mengaku kalau sebenarnya aku sedang kabur dari rumah??

"Tapi dialekmu nggak kayak orang Busan," gumamnya.

"Aku cuma mau liburan," sahutku. "Kenapa sih banyak tanya?"

"Liburan? Sendiri? Wah, berani banget. Maaf nih, tapi dunia luar itu bahaya, banyak orang jahat," ujarnya.

Sial. Kenapa dia bilang begitu segala sih? Aku jadi ciut. Sebelumnya kan aku memang belum pernah ke Busan. Orang ini ada benarnya juga, banyak orang jahat di luar sana dan kita bisa jadi sasaran kalau tidak hati-hati. Diam-diam tanganku reflek meremas ransel. Apa sebaiknya aku langsung pulang saja?

Pengeras suara menyebutkan kalau sebentar lagi kami sampai di stasiun sebelum pemberhentian terakhir di Busan. Turun saja di sini lalu pulang naik bis? Ahㅡ ide bagus. Masa bodoh bagaimana di rumah nanti. Yang penting aku tidak bertemu orang jahat.

Kalau perjodohan itu berlanjut, aku mau pura-pura kesurupan Michael Jackson. Ya, brilian sekali ide itu. Pasti calon suamiku akan langsung menolak dijodohkan.


"Hey, bocah, kamu mau ke mana?" tanya cowok kepo di sebelahku.

"Mau turun. Aku bukan bocah ya, Om. Aku udah punya KTP," sahutku.

"Apa? Hehㅡ aku juga bukan om om!"

"Terserah, aku permisi," aku menyandang ransel dan meminta dia menyingkirkan kaki supaya bisa lewat.

Dia sedikit memiringkan posisi duduk, lalu aku lewat. Entah aku akan berhenti di stasiun apa, lupa namanya saat tadi disebutkan di speaker saat pemberitahuan. Lumayan banyak ternyata yang mau turun. Aku bergabung dalam antrean saat kereta sudah berhenti.

Nahㅡ waktunya turun lalu naik taksi ke terminal dan pulang. Pengecut sekali aku. Tapi tidak apa-apa lah daripada terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Heh! Bocah! Ransel pink!" seru seseorang saat aku mau turun.

"Ehㅡ apa-apaan sih?" pekikku karena ada yang menarik ranselku dari belakang. "Loh, kamu?"

Cowok yang tadi satu kursi denganku memelototi aku dengan galak. "Jangan turun dulu. Kamu copet ya?"

"Copet? Heyㅡ jangan asal tuduh ya!" sungutku.

"Tapi dompetku hilang tau, nggak ada. Padahal tadi ada. Jangan-jangan kamu copetnya?!" tukas cowok itu.

"Astagaㅡ bukan! Emang mukaku keliatan kayak copet?? Minggir ah, aku mau turun!"

"Eit, enak aja, mau kabur ya?!"

"Aku mau turuuuun! Tolooong sekuriti! Ada om jahat!" seruku.

"Aku bukan om om!"

Dua orang sekuriti menghampiri kami di bordes. Penumpang lain juga melongokkan kepala dengan penasaran. Ini pasti hari sialku.

"Ada apa ini?" tanya sekuriti kereta.

"Bocah ini kayaknya copet!" tuduh si mata besar itu.

"Bukan! Saya bukan copet, om aneh ini bohong!" sangkalku.

"Aneh? Bukannya kamu yang aneh? Tadi waktu aku baru naik ke kereta, kamu tiba-tiba tidur sambil teriak panggil ibumu. Jangan-jangan itu cuma acting?!" tukas si mata besar panjang lebar.

Aku jadi ingat mimpi zombie yang mengerikan tadi. Lalu ingat wajah ibuku. Dan sekarang aku ada di antara pria-pria bertampang mengerikan. Dan aku dituduh copet. Ohㅡ dan sekarang kereta sudah melaju lagi ke Busan. Aku tidak jadi turun dan pulang ke Gyeonggi. Ya Tuhan... hukuman macam apa ini?

"Hiksㅡ" isakan keluar dari mulutku.

"Eh? Loh, kok nangis sih?!" si mata besar sialan menatapku, matanya makin membulat.

"Om sekuriti, aku bukan copetㅡ hiksㅡ" ujarku. "Aku kabur dari rumah, tapi aku bukan coㅡ petㅡhiksㅡ"

Cowok pembuat masalah tadi jadi tampak tidak enak padaku. "Hey, jangan nangis dongㅡ" ucapnya.

"Berisik! Gara-gara kamuㅡ hiksㅡ keretanya keburu jalan kanㅡ HUAAAAA IBUUUUU AKU MAU PULAAAAAAANG!"

Mereka bertiga jadi gelagapan karena tiba-tiba aku menangis. Sebenarnya aku malu, tapi semua orang membuatku kesal dan sedih sekaligus. Masa bodoh dengan rasa malu, aku menangis sampai jelek di bordes. Orang-orang memperhatikan aku dari jauh dan sekuriti mulai panik.

Satu-satunya yang bengong cuma si mata besar.

Ini semua gara-gara dia. Apa menurut kalian aku harus menuntutnya?


ㅡTbc

The coincidences or little miracles that happen every day of your life are hints that the universe has much bigger plans for you than you ever dreamed of for yourself

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The coincidences or little miracles that happen every day of your life are hints that the universe has much bigger plans for you than you ever dreamed of for yourself.


ㅡDeepak Chopra

Sweet RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang