Syahirah 2 || BAB 29

185 10 2
                                    

H-9 hari raya idul fitri.

Syahirah pergi ke rumah mamanya yang sekarang ditempati oleh kakak laki-lakinya. Tiga minggu puasa, Syahirah baru berani mendatangi kakaknya sejak Syahirah memutuskan untuk tinggal dirumah orang tuanya Aldo.

Syahirah sudah berada dilingkungan rumah kakaknya. Tetapi, ia belum berani melangkahkan kakinya masuk ke dalam teras rumahnya. Ditangannya sudah dibawa sebuah parsel dan sebuah bingkisan. Dengan mengucapkan bimillah, Syahirah melangkahkan kakinya masuk ke dalam.

Rumah kakaknya terlihat sepi. Lingkungan tetangga juga masih sepi. Kemungkinan para tetangganya masih tertidur atau sibuk dengan kesibukan mereka masing-masing. Syahirah mengetuk pintu sambil mengucapkan salam.

Seorang perempuan menjawab salam dari dalam rumah. Pintu terbuka. Farah--kakak iparnyalah yang membukakan pintu untuknya dan menyambutnya dengan ramah juga hangat. Biasanya mamanyalah yang sering menyambut kedatangan Syahirah bila pulang kerumah. Tetapi mamanya sudah tiada dan Syahirah harus tegar. Harus menerima kenyataan bahwa mamanya telah tiada dimuka bumi.

"Eh, Syahirah. Ayo, masuk!" Farah merangkul Syahirah dan menuntunnya masuk ke dalam. Tidak lupa Farah menutup pintunya kembali.

"Kamu kok, selama ini nggak ada kabar sih, Sya? Kakakmu sangat khawatir sama kamu. Apalagi semenjak kamu memutuskan untuk tinggal dirumah orang tua Aldo begitu saja. Tidak memberi keterangan lebih lanjut," kata Farah panjang lebar.

"Ini kak, dari mertuaku," Syahirah mengulurkan sebuah parsel. Farah menerimanya. "Dan ini dari aku juga Aldo," Syahirah meletakannya di atas meja yang ada diruang tengah. Sebenarnya bingkisan tersebut hanya dari Syahirah, tapi jika ia tidak ikut mengataskan nama Aldo. Bagaimana pendapat kakaknya dan kakak iparnya? Syahirah tidak ingin kakaknya tahu mengenai masalah yang sedang dialaminya.

"Terimakasih ya, Sya? Nanti titip terimakasih kakak ke mertuamu dan juga Aldo. Titip salam buat mereka," kata Farah dengan senyum yang mengembang.

Syahirah mengangguk. "Iya, nanti aku sampaikan." Syahirah melihat perut kakak iparnya yang semakin membesar. Usia kandungan Farah sudah memasuki usia sembilan bulan. Tinggal menunggu waktu kapan lahirnya saja. Syahirah mengelus perut kakak iparnya.

"Kapan dedek bayinya lahir ka?" Syahirah bertanya. Masih sambil mengelus perut besar kakak iparnya. Farah tersenyum. "Kata dokter, kemungkinan sehari setelah lebaran Sya," kata Farah. Syahirah mengangguk-angguk.

"Kak Reno di mana? Kok, dari tadi nggak terlihat?"

"Lagi di kamar mandi. Sedang mandi," jawab Farah. Lalu Farah pamit pergi ke kamarnya. Syahirah pun pergi ke kamarnya di saat kakak iparnya sudah masuk ke dalam kamar.

Di dalam kamar. Sebuah benda persegi panjang yang memiliki casing berwarna silver yang terletak di atas meja belajarnya menarik perhatiannya. Itu handphone milik suaminya. Syahirah mengambil handphone milik suaminya dan memasukkan handphone-nya ke dalam tas agar tidak lupa untuk dibawa pulang dan dikembalikan ke suaminya.

"Tadi aku dengar suara Syahirah." Syahirah mendengar suara kakaknya yang sedang bertanya pada istrinya. "Sekarang dia di mana?" tanya kakaknya lagi. Syahirah keluar dari dalam kamarnya menghampiri kakaknya dan menyalimi punggung tangan kakaknya.

Reno baru saja keluar dari kamar mandi dan sudah mengenakan pakaian. Handuk yang masih tersampir dibahunya menandakan ia baru selesai mandi. Rambutnya yang masih basah dan meneteskan air ke bajunya memperlihatkan sosok yang lebih tampan. Apalagi saat Reno menyapu rambutnya dengan jari-jari tangannya. Pantas saja kakak iparnya suka bersemu merah pipinya apabila melihat Reno selesai mandi dan mengenakan baju casualnya.

Selain itu, kakak laki-lakinya memiliki sosok yang penyayang, penyabar, dan bertanggung jawab. Reno juga tidak kasar, tapi tegas. Bisa dikatakan kakak laki-lakinya berbeda dengan laki-laki lain. Syahirah juga masih bisa merasakan sosok seorang ayah karena Reno. Syahirah mengakui itu.

Syahirah 2: Aldo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang