Syahirah 2 || BAB 21

185 10 0
                                    

Syahirah terdiam mematung. Azki menoleh ke belakang. Dia merasa Syahirah tidak mengikutinya. Azki melihat perempuan itu sedang berdiri mematung. Saat melihat arah mata Syahirah, mata itu tertuju pada sebuah mobil yang cukup mahal sedang terparkir di depan rumah pamannya.

Seorang laki-laki berbadan tinggi dan berpenampilan rapih dengan seragam gurunya--keluar dari sebuah rumah sederhana yang letaknya berada di samping rumah pamannya. Rumah ustadz Syaiful. Ustadz Syaiful merupakan adik dari Kiyai Gufran, yang berarti masih paman dari Azki.

Laki-laki itu tidak keluar sendiri. Melainkan bersama ustadz Syaiful dan istrinya, serta Hanna. Azki terkejut melihatnya. Lalu ia menoleh kearah perempuan yang masih berdiri mematung ditempatnya. Azki dengan ustadz Syaiful tidak begitu dekat, begitu pula dengan Hanna. Mereka hanya sebatas sepupu dan jarang berbicara. Tidak seperti Azra dan Azka.

Syahirah mencoba menguatkan dirinya untuk tidak menangis saat itu pula. Mengingat ia sedang berpuasa. Ia berucap istighfar berkali-kali di dalam hatinya. Azki menghampiri Syahirah.

"Sya," Entah mengapa Azki ikut merasa terluka ketika melihat luka di dalam kedua manik mata perempuan itu.

"Kamu tau mereka sedang dekat?"

"Enggak. Saya sama sekali enggak tau. Karena saya dengan keluarga ustadz Syaiful tidak dekat. Hubungan kami hanya sebagai saudara jauh. Saya juga tidak dekat dengan Hanna," jelas Azki. Kini Syahirah menatap kearah Azki.

"Jadi perempuan itu namanya Hanna?" tanya Syahirah. Azki mengangguk ragu.

Mobil Aldo melintas kearah Syahirah dan Azki. Tepat dihadapan mereka, Aldo memberhentikan mobilnya untuk sekedar menyapa orang yang ia kenal. Aldo membuka kaca mobilnya. Ia juga melihat ada Azki, tapi tidak ingat siapa laki-laki yang sedang bersama Syahirah. Padahal mereka sudah pernah bertemu dan saling mengenal satu sama lain.

"Assalamu'alaikum. Sya, kamu lagi apa di sini?" tanya Aldo.

"Wa'alaikum salam. Aku lagi ada kegiatan di pondok pesantren ini, mas."

"Oh, iya. Seminggu yang lalu kamu kan udah ngasih tau, ya?" Syahirah mengangguk. Lalu Aldo menatap kearah Azki. "Apa sebelumnya kita pernah bertemu?" tanya Aldo pada Azki.

Laki-laki itu ingin menjawab 'pernah' andai saja Syahirah tidak melarangnya. Dan akhirnya Azki menjawab, "Belum. Ini baru pertama kali kita ketemu." Itulah katanya.

"Ya udah, saya duluan. Saya harus ke sekolah untuk mengajar. Saya pamit, ya? Assalamu'alaikum," kata Aldo.

"Wa'alaikun salam," jawab Azki dan Syahirah. Aldo menutup kembali kaca mobilnya dan melajukan mobilnya. Meninggalkan Syahirah berdua dengan Azki dan juga meninggalkan lingkungan pondok.

Azki merasa tidak tega melihat Syahirah terluka untuk kesekian kalinya. Luka yang diberikan oleh Aldo cukup besar dibanding dengan luka yang ia berikan dulu. Azki sudah mengikhlaskan Syahirah bersama Aldo. Karena Azki tahu kalau Aldo sangat mencintai Syahirah dengan tulus. Cukup Azki saja yang memberi luka, Aldo jangan. Azki berharap Aldo memberi banyak kebahagiaan pada Syahirah, tapi nyatanya malah banyak memberi luka.

***

Syahirah sedang menyiapkan makanan berbuka puasa bersama Santi. Dihari pertama puasa, Bara tidak pulang kerumah untuk berbuka puasa bersama karena masih ada banyak pekerjaan yang harus ditangani oleh dirinya secara langsung.

Aldo pulang tepat dipukul 17.00 WIB. Santi menyuruh anaknya untuk langsung mandi dan mengganti pakaiannya. Aldo menaiki anak tangga menuju kamarnya. Tepat di anak tangga kelima, ia melihat Syahirah sedang memasak di dapur dengan wajah murungnya. Saat itu pula Syahirah menoleh kearah tangga dan mata mereka saling bertatapan. Selang beberapa menit, Syahirah memutuskan kontak mata dengan Aldo.

Aldo melihat ada sebuah luka dari tatapan Syahirah. Ada rasa sakit yang sengaja dipendam di dalam hati, disembunyikan oleh mulut. Namun, bisa terlihat jelas dan tersampaikan melalui mata. Entah mengapa Aldo ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Syahirah. Seperti ada sesuatu yang menjanggal dihatinya, tapi Aldo tidak tahu perasaan apa yang menjanggal hatinya.

Aldo terdiam. Memerhatikan kegiatan yang sedang dilakukan Syahirah saat ini. Sebelum mamanya mengingatkan dirinya untuk segera mandi dan mengganti pakaian. Aldo pun melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

Empat puluh menit berada di dalam kamar mandi. Aldo akhirnya keluar dari dalam kamar mandi sudah dengan memakai pakaian santainya. Rambutnya yang masih basah ia keringkan dengan handuk kecil yang bertengger di depan pintu kamar mandinya.

Suara ketukan pintu dari luar kamar Aldo terdengar. "Mas Aldo," Syahirah yang memanggilnya. Tapi, mengapa suara perempuan itu terdengar sangat lirih?

Aldo berjalan kearah pintu kamarnya untuk membukakan pintu untuk perempuan itu. Syahirah langsung menundukan kepalanya ketika pintu terbuka dan memperlihatkan sosok Aldo yang berdiri di depannya. Syahirah tidak berani menatap suaminya itu lama-lama atau air matanya nanti akan terjatuh dan akhirnya nanti dia akan menangis di depan suaminya.

"Ada apa?" tanya Aldo. Sikapnya tidak sedingin sebelumnya.

"Mas Aldo di panggil mama," jawabnya. "Kalau gitu, Sya permisi." Syahirah berbalik memunggungi suaminya dan berjalan kearah tangga.

Baru saja Syahirah ingin melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Ada sebuah tangan yang melingkar dipinggangnya. Tangan yang selama ini ia rindukan. Aldo membenamkan wajahnya dibahu Syahirah. Syahirah memejamkan matanya dan berpegangan pada pegangan tangga. Ia berharap ini hanya halusinasinya. Karena Syahirah tidak berani berharap pada kenyataan yang jelas-jelas Aldo tidak mengingat dirinya.

Syahirah mencoba memegang tangan yang melingkar pada pinggangnya dengan tangan kirinya. Tangan itu terasa nyata. Syahirah membuka kedua matanya dan menolehkan kepala. Benar saja Aldo sedang memeluknya dari belakang. Kebiasaan yang selalu dilakukan Aldo. Yaitu, memeluknya dari belakang. Syahirah menggigit bibir bawahnya. Sekuat tenaga dia menahan tangisnya agar tidak pecah.

Aldo yang sadar akan perbuatannnya. Ia segera menguraikan pelukannya dan mundur dua langkah. "Maaf. Maaf saya sudah memeluk kamu dengan lancangnya." kata Aldo. Syahirah membalikan badannya menghadap Aldo untuk sekedar menatap suaminya. Tatapan Syahirah beralih ke tangan Aldo. Tangan yang habis memeluknya.

Syahirah membulatkan matanya ketika mendapati tidak ada cincin pernikahan dijari manis Aldo. Cincin yang ia pasangkan pada jari manis Aldo. Syahirah menatap Aldo dengan air mata yang sudah terbendung sejak tadi.

"Cincin mas Aldo mana?" tanya Syahirah. Aldo mengerutkan keningnya. Tidak mengerti maksud perempuan yang sedang berdiri di depannya dengan jarak satu meter darinya. "Cincin kawin mas Aldo mana?!" Syahirah mengulang pertanyaannya lagi dengan suara yang meninggi. Aldo terkejut melihat Syahirah yang berteriak padanya.

"Cincin kawin apa? Saya saja belum menikah!" Aldo ikut meninggikan suaranya. Santi yang sedang menyajikan makanan berbuka langsung berlari ke tangga ketika mendengar suara Aldo dan Syahirah yang berteriak satu sama lain.

"Cincin kawin mas Aldo mana?!" Suara Syahirah melirih. Syahirah yang tidak kuat lagi pun jatuh terduduk sambil menangis di depan Aldo. Santi segera menaiki anak tangga dan memeluk Syahirah.

"Sya, ada apa?" tanya Santi.

"Cincin kawin mas Aldo mana?" Pecahlah sudah tangis Syahirah. Perempuan itu menangis tersedu-sedu sambil bertanya 'cincin kawin mas Aldo mana?'.

Adzan maghrib berkumandang.

Santi melihat kearah tangan anaknya. Tepatnya kearah jari manis Aldo. Lalu menatap anaknya dengan serius. "Cincin kamu ke mana, Do?"

"Cincin perak yang seperti cincin kawin itu?" Aldo balik bertanya. Santi mengangguk. "Aku simpan, ma. Karena itu hanya sebuah cincin biasa, tidak lebih. Aku tidak mau orang-orang salah paham dengan cincin itu. Semua mengira aku sudah menikah, sedangkan aku sama sekali belum menikah." tutur Aldo. Penuturan Aldo bagaikan sambaran petir bagi Syahirah. Ia tidak menyangka akan mendengar perkataan Aldo yang menyepelekan cincin pernikahannya.

Cincin itu merupakan pemberian dari Syahirah dan Syahirah juga yang memasangkannya. Mereka bersama-sama mencari cincin pernikahan yang pas dan disukai oleh keduanya. Saat itu Santi juga menemani keduanya mencari cincin pernikahan. Lalu sekarang, Aldo melepaskan cincin itu dengan mudahnya dan mengatakan kalau itu hanya sekedar cincin biasa. Apakah cincin itu tidak begitu berarti bagi Aldo?

Syahirah 2: Aldo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang