Syahirah 2 || BAB 17

184 10 1
                                    

Hanna duduk dibangku yang berada tak jauh dari ranjang tempat di mana Aldo terbaring lemah. Sudah tiga hari laki-laki itu tidur terlelap, belum bangun hingga sekarang.

Hanna mengambil Al-Qur'an yang berada di dalam tasnya. Ia membuka surat Al-Mulk dan mulai membacanya. Bagaikan mukzizat, jari-jemari Aldo perlahan bergerak saat Hanna melantunkan surat Al-Mulk. Hanna masih membaca surat Al-Mulk sehingga dia tidak tahu kalau jari-jemari Aldo bergerak.

Mata Aldo berkedut. Dengan perlahan Aldo membuka matanya. Mengerjap-ngerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam kornea matanya. Aldo menoleh mencari sumber suara seorang mengaji dengan merdunya. Tanpa sadar, Aldo menarik sudut bibirnya. Ia tersenyum. Hatinya terasa damai.

Hanna menyelesaikan membaca Al-Qur'annya. Ia melihat kearah ranjang Aldo. Hanna membelalakan matanya saat melihat Aldo yang sudah membuka matanya dan sedang menatap kearahnnya. Hanna segera memalingkan tatapannya.

"Suaramu merdu," Aldo memuji di tengah-tengah kondisinya yang masih dikatakan baru bangun dari komanya.

Hanna berdiri. Bukan untuk menghampiri Aldo, melainkan keluar dari ruang ICU untuk memanggil dokter.

Selang beberapa menit kemudian Hanna datang bersama seorang dokter dan suster. Abi dan umminya yang baru saja tiba langsung masuk ke dalam menghampiri Hanna dan bertanya, "Pemuda itu sudah siuman?" tanya abi. Hanna mengangguk mengiyakan.

Aldo telah selesai diperiksa kondisinya oleh dokter. Peralatan medisnya beberapa ada yang dilepas, beberapa lagi  dibiarkan terpasang dan ada juga yang diganti. Seperti masker oksigen diganti dengan selang oksigen, alat infus masih dipasang, alat elektrokardiagram dilepas. Bahkan Aldo sudah siap dipindahkan ke ruang rawat inap karena kondisi Aldo yang baik-baik saja. Hanya tinggal pemulihan saja.

Aldo sudah berada diruang rawat inap bersama Hanna dan keluarganya juga pak Kiyai. Ustadz yang merupakan abinya Hanna--memberikan dompet milik Aldo yang diberikan oleh suster tiga hari yang lalu.

"Jadi, sudah berapa lama saya berada di sini?" Aldo bertanya sambil menatap semuanya. Hanna langsung menundukan pandangan.

"Tiga hari kamu koma dirumah sakit. Saat kamu kecelakaan, kami dan warga setempat langsung membawa kamu ke rumah sakit," Abinya Hanna yang menjelaskan.

"Terimakasih," kata Aldo.

"Syukur alhamdulillah kamu sudah sadar wahai pemuda," kata pak Kiyai.

"Alhamdulillah, terimakasih," kata Aldo lagi.

"Pemuda, siapa namamu? Apa kamu ingat alamat rumahmu? Lalu, bagaimana dengan nomor telepon rumahmu?" tanya umminya Hanna secara beruntun.

"Nama saya Aldo Fernanda. Nomor alamat rumah saya ada di dalam dompet. Apakah handphone milik saya ada?"

Semuanya menggeleng. Saat Aldo kecelakaan mobil, tidak ditemukan handphone atau barang-barang penting lainnya. Hanya ada tas ransel yang biasa dipakai oleh guru-guru dan mahasiswa pada umumnya. Mana berani mereka membuka tas yang bukan miliknya? Itu namanya tidak sopan meskipun dalam keadaan darurat sekalipun.

"Kami tidak menemukannya. Kamu bisa menghubunginya melalui handphone milik Hanna," ujar ummi. Hanna langsung menatap umminya.

"Hanna? Apakah nama gadis itu Hanna?" tanya Aldo dengan kening berkerut. Ummi menggangguk. Kini ummi beralih menatap anaknya dan meminta handphone-nya. Dengan berat hati Hanna memberikan handphone miliknya. Ummi memberikannya pada Aldo.

"Kalau begitu, kami permisi keluar dari ruangan. Kami akan menunggu di luar sampai keluarga kamu datang," ujar pak Kiyai. Beliau keluar dari ruangan yang diikuti Hanna dan keluarganya.

Syahirah 2: Aldo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang