"Sya, kamu serius akan tinggal di pondok hingga lebaran?" Azki bertanya karena ia merasa tidak yakin dengan perkataan Syahirah yang ingin tinggal di pondok pesantren selama bulan puasa. "Kamu lagi ada masalah sama Aldo?"
Syahirah terdiam. Sebenarnya ia tidak ingin menceritakan segala kisahnya kepada siapapun. Terutama kehidupan rumah tangganya yang saat ini bisa dikatakan sedang tidak baik.
Lama terdiam. Syahirah pun berbicara. Syahirah menceritakan kejadian kemarin yang membuatnya menangis seharian sehingga matanya pun membengkak. Azki sudah tahu alasan dibalik mata bengkak Syahirah. Perempuan itu habis menangis. Sekalipun Syahirah tidak ingin memceritakan masalahnya ke dirinya, Azki tidak masalah. Azki sudah menebak siapa dan apa yang terjadi sehingga perempuan itu menangis.
Aldo. Satu nama yang kini mampu membuat seorang Syahirah menangis. Merasakan sakit yang luar biasa dihatinya. Kebahagiaan yang diberikan Aldo tidak sebanding dengan kesedihan yang diberikan. Azki geram. Ingin sekali rasanya ia menghampiri Aldo dan mengajaknya berbicara. Membantu Syahirah mengembalikan ingatan Aldo. Supaya Syahirah tidak terus-menerus menangis.
"Aku perempuan yang sangat lemah ya, Ki? Padahal kesedihanku, kekecewaanku, dan rasa sakit hatiku tidak sebanding dengan Aldo yang telah menungguku dengan cinta tulusnya selama ini," ucap Syahirah.
Sekarang ini, Azki dan Syahirah sedang berada di luar pondok pesantren. Azki dan Syahirah sedang berada di sebuah masjid yang letaknya tak begitu jauh dari pondok. Usai melaksanakan shalat dzuhur, mereka duduk ditangga masjid untuk sekedar berbincang-bincang sebentar. Tentu saja tidak duduk berdekatan, dengan jarak.
"Enggak kok, Sya. Itu wajar saja bagi setiap manusia. Apalagi perempuan. Tapi, Sya. Menurut saya, kamu itu perempuan yang kuat dan tangguh. Setelah ibu kamu meninggal, kecelakaan Aldo, dan akhirnya Aldo lupa dengan kamu. Kamu masih bisa tersenyum. Masih ingat kepada Allah dan masih menjalankan aktivitas mengajar kamu seperti biasa," kata Azki dari hatinya yang paling dalam.
"Terimakasih atas pujiannya, Ki."
"Itu bukan hanya sekedar pujian, Sya. Aku serius, Sya." kata Azki bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Ia mengatakan hal itu bukan untuk sekedar memuji, tetapi memang kenyataannya seperti itu. Syahirah termasuk perempuan yang kuat dan masih bertanggung jawab dengan kewajibannya sebagai seorang muslimah.
"Terimakasih sudah mendengarkan ceritaku, Ki. Terimakasih sudah menjadi pendengar dan menjadi orang yang memahami aku setelah keluargaku dan sahabat-sahabatku," kata Syahirah dengan senyum tulusnya. Azki ikut tersenyum. Lalu, Azki mengajak Syahirah untuk segera ke pondok.
***
Aldo baru saja pulang kerumah dari kegiatan mengajar di kampusnya. Aldo masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam. Rumahnya terlihat begitu sepi. Bara sedang pergi ke acara bukber (buka bersama) yang diadakan oleh kantornya dan Santi pasti akan ikut. Mamanya itu tidak pernah tidak ikut apabila ayahnya memiliki acara baik itu acara yang berhubungan dengan kantor atau acara di luar kantor.
Biasanya Syahirah akan membukakan pintu jika mendengar suara mobil memasuki halaman rumah atau perempuan itu menunggu dibangku teras. Tapi, kali ini tidak sama sekali. Aldo heran mengapa perempuan itu tidak ada dirumah. Saat sahur tadi juga Syahirah tidak ada. Tidak ikut sahur bersama.
Aldo melihat jam yang ada di dinding ruang tengah. Sudah menunjukan pukul lima sore. Aldo segera bergegas pergi ke kamarnya untuk mandi dan mengganti pakaian. Setelah membasuh dirinya dengan air segar dan sudah memakai pakaian, Aldo keluar dari rumahnya untuk membeli takjil.
Baru pertama kalinya Aldo membeli takjil di ibu-ibu penjual takjil yang biasa dijajakan di pinggir jalan.
Aldo membeli lontong dan gorengan bakwan. Tidak lupa ia juga membeli es buah. Selesai membeli makanan berbuka puasa, Aldo kembali ke rumah. Untung saja lontong, gorengan, dan es masih ada meskipun waktu berbuka hampir tiba.
Sekembalinya Aldo kerumah. Rumah masih sepi. Akhirnya ia pun buka puasa sendirian. Aldo memutuskan untuk berbuka puasa diruang keluarga. Jadi ia bisa sambil menonton TV. Agar tidak begitu kesepian.
Suara adzan maghrib berkumandang. Aldo membaca doa buka puasa lalu memakan kurma terlebih dahulu. Kemudian ia meminum segelas air putih. Aldo menolehkan kepala kearah kamar Syahirah yang terletak dilantai dua. Kamar Syahirah dengan kamar Aldo bersebelahan.
"Kok, gue ngerasa kesepian banget, ya? Terus, kenapa gue jadi ngerasa kehilangan ya, pas nggak ada Syahirah?" gumam Aldo. Ia beralih menatap TV, tapi tidak benar-benar menonton TV. Pikirannya lebih memilih untuk memikirkan Syahirah daripada menonton TV.
***
"Ma, dari kemarin Syahirah nggak kelihatan? Dia ke mana? Pulang kerumahnya?" tanya Aldo saat sudah selesai sahur dihari berikutnya.
"Kerumahnya yang mana?" Santi balik bertanya sambil membawa piring-piring kotor ke bak cuci piring. Aldo mengangkat bahunya tidak tahu. "Syahirah saja rumahnya di sini. Jadi kalo dia mau pulang ya pulangnya ke rumah ini. Nggak ada rumah yang lain," jelas Santi yang kini sudah duduk dibangku lagi. Berkumpul dengan anak dan suaminya di meja makan.
"Kenapa emangnya Do? Kamu kangen? Lagian kemarin kamu nyakitin hatinya Syahirah, sih. Jadi Sya pergi. Tapi kamu tenang aja, Do. Syahirah cuma sekedar pergi, bukan ninggalin kamu. Jadi, dia pasti akan pulang. Akan kembali ke kamu." kata Bara.
"Apa sih, pa." Aldo tidak mengerti dengan perkataan ayahnya. "Lagipula aku nyakitin dia kenapa? Masalah cincin itu?" Bara mengangkat bahunya.
"Pa, itu cuma cincin biasa. Aku aja heran kenapa Syahirah bisa sampai sesedih itu? Itu kan cincin, cincin aku. Lagi pula cincin itu hanya cincin mainanan yang menyerupai cincin pernikahan," kata Aldo tanpa merasa bersalah.
Bara sebenarnya kesal dengan anaknya. Terutama pada perkataan Aldo yang menyakitkan untuk di dengar oleh Syahirah. Untung saja Syahirah sedang tidak berada dirumah sehingga tidak bisa mendengar perkataan Aldo yang menyakitkan.
"Sudah berapa kali kamu menyakiti dia, Do? Papa harap kamu bisa ingat kembali, Do. Ingat tentang Syahirah dan masa lalu kamu tentang perjuangan kamu untuk mendapatkan Syahirah." cetus Bara sebelum ia beranjak dari duduknya menuju kamar mandi.
Aldo menatap mamanya untuk meminta penjelasan atas perkataan ayahnya. Ia tidak mengerti mengapa ayahnya mengatakan hal seperti itu. Meminta dirinya untuk segera ingat tentang Syahirah dan masa lalunya tentang perjuangannya untuk mendapatkan Syahirah.
Santi mengangkat bahu sambil menggeleng. "Bukan mama tidak ingin menjelaskan, Do. Mama ingin kamu mengingatnya sendiri," katanya.
"O iya, ma. Aku mau memperkenalkan seorang perempuan yang aku suka sama mama dan papa. Perempuan itu bernama Hanna," kata Aldo.
Bara yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi, mendengar perkataan anaknya langsung menatap kearah istrinya. Jika Syahirah mengetahuinya, perempuan itu akan terluka untuk kesekian kalinya. Jarak yang diberikan Allah kepada Aldo dan Syahirah sudah benar-benar jauh. Terlalu jauh dan kali ini Aldo ingin memperkenalkan seorang perempuan. Jarak yang begitu sangat jauh itu kini dihalangi sebuah tembok besar di tengah-tengahnya. Bara dan Santi merasa kasihan kepada Syahirah.
Santi bingung harus memberi tanggapan seperti apa terhadap pernyataan Aldo. Masalahnya bukan pada Aldo yang ingin memperkenalkan seorang perempuan yang disukai, melainkan Syahirah. Santi tidak sanggup melihat Syahirah yang akan semakin terluka apabila perempuan itu mengetahuinya. Syahirah pasti akan merasa putus asa dan sudah tidak ada harapan atau alasan bagi Aldo untuk kembali ke dirinya lagi.
"Bagaimana dengan Syahirah, Do?" ucap Ayahnya.
"Apa hubungannya dengan Syahirah, pa? Aku dan Syahirah tidak memiliki hubungan apa-apa. Syahirah hanya sebatas teman Alea. Sudah. Tidak lebih."
Bara menghela nafas panjang, berjalan menuju kamarnya. Santi berdiri dari duduknya dan berjalan menuju bak cuci piring. Tidak ingin memperpanjang masalah dan berdebat dengan anaknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syahirah 2: Aldo ✔
RomanceJodoh itu rahasia Allah. Jika memang Allah sungguh menakdirkan kita untuk bersama. Percayalah, suatu saat nanti kita akan dipertemukan kembali dan akan hidup bahagia bersama. Seperti nabi Adam dengan Siti Hawa yang dipertemukan kembali setelah sekia...