Syahirah 2 || BAB 1

337 20 0
                                    

Syahirah menghidangkan beberapa lauk-pauk kesukaan Aldo di atas meja. Suaminya saat ini masih berada di dalam kamarnya. Sedang bersiap-siap untuk berangkat mengajar. Tidak lama kemudian Aldo keluar dari dalam kamarnya. Laki-laki itu sudah rapih dengan kemeja berwarna biru dongker dan celana bahan berwarna hitamnya. Rambutnya juga sudah disisir rapih. Aldo menarik bangku dan mendudukan dirinya.

Sudah dua tahun Aldo dan Syahirah menikah. Aldo mengajar sebagai dosen dikampusnya sendiri sambil berkuliah untuk mendapatkan gelar S2-nya. Sedangkan Syahirah bekerja sebagai guru di SMA-nya dulu. Kehidupan pernikahan mereka biasa-biasa saja. Seperti kehidupan rumah tangga pada umumnya. Tidak ada konflik yang begitu serius. Yang ada hanya pertengkaran kecil yang biasa terjadi diantara suami-istri.

"Aku tebak, pulang ngajar mas pasti dapat hadiah lagi dari para mahasiswi mas Aldo," ujar Syahirah sambil duduk dibangkunya. Aldo terkekeh.

Sudah enam bulan ini, setiap selesai mengajar mata kuliah dan pulang ke rumah, Aldo selalu membawa hadiah. Entah itu hadiah yang berupa sebuah kado ataupun cemilan. Berbagai macam hadiah Aldo terima dari mahasiswa perempuan yang terang-terangan menyukai Aldo. Bahkan Aldo pernah mendapatkan setangkai bunga dan cokelat, lalu mahasiswi tersebut menyatakan perasaannya sekaligus mengajak Aldo berkencan.

Secara Aldo masih terlihat muda. Bagaimana tidak? Usianya masih 25 tahun. Aldo dan Syahirah menikah di saat usia muda. Di mana Aldo waktu itu berusia 23 tahun dan Syahirah 22 tahun. Jadi, wajar saja jika banyak mahasiswi yang menaksir laki-laki yang sudah berstatus sebagai suami seorang Syahirah.

"Kamu cemburu? Hm?" Aldo menggoda. Syahirah tersenyum sambil menyendokan nasi dan lauk-pauk ke piring Aldo. "Padahal mas pakai cincin kawinnya, lho." kata Aldo sambil mengusap cincin dijari manisnya.

"Ya mungkin aja mahasiswinya mengira kamu baru tunangan. Jadi ya wajar aja mas."

"Kamu cemburu, ya? Nanti mas bilang deh ke para mahasiswi kalo mas udah nikah. Udah punya istri yang sangat cantik. Biar istri mas nggak cemburu."

"Apa sih, mas Aldo ... Aku tuh nggak cemburu. Justru aku bangga karena punya suami yang ganteng."

"Ciee ... bilang aku ganteng. Baru kali ini mas denger kamu bilang mas ganteng."

"Iih, udah ah, makan. Nanti kamu telat," Syahirah menghentikan Aldo yang terus menggodanya. Aldo dan Syahirah pun sama-sama menikmati makanan mereka dalam hening.

***

Aldo memasuki kelas. Yang tadinya anak perempuannya pada ngegosip, fokus ke handphone, dan ada juga yang buka salon di kelas, kini terdiam. Semua anak perempuan dikelas kini beralih fokus menatap Aldo. Sedangkan anak laki-lakinya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan ada juga yang menyeringai.

Aldo memulai kelas. Semua memerhatikannya. Ada untungnya bagi kelas yang diajari Aldo. Pertama, kelas jadi damai. Kedua, untuk anak perempuan yang jarang masuk kini sering masuk kelas dan rajin mengerjakan tugas. Ketiga, materi yang diajarkan Aldo jelas dan langsung dapat dipahami oleh para mahasiswa.

Tapi, ada saja yang tidak suka dengan Aldo. Terutama para mahasiswa. Karena para mahasisiwi sering memuji-muji Aldo. Mereka cemburu dengan Aldo. Terlebih lagi apabila gebetannya atau pacarnya terus memberi perhatian dan hadiah ke dosennya sendiri.

Bahkan sampai ada yang jengah dan tidak masuk ke kelas Aldo gara-gara pacarnya atau gebetannya terus memerhatikan dosennya. Sampai-sampai Aldo sempat dipanggil kaprodi gara-gara kejadian itu dan gosip-gosip miring pun disebarkan oleh mahasiswanya sendiri.

"Tolong perhatiannya. Terutama untuk para perempuan. Saya berterimakasih dan sangat menghargai kalian karena sudah memerhatikan saya saat sedang menjelaskan materi. Tapi, tolong jaga pandangannya. Dan ...." Aldo menunjukkan cincin yang melingkar dijari manisnya. "Saya sudah menikah." katanya sambil tersenyum. Beberapa murid perempuannya bersorak kecewa. Dan beberapa lagi tidak peduli.

"Tuh, dengerin!" kata Keno selaku ketua kelas dikelas Aldo mengajar sekarang.

"Biarin aja. Gue enggak peduli." sahut Ghea.

"Istri bapak cemburuan ya? Makanya bapak bilang begitu?" Sahut-sahutan antar mahasiswi mauapun mahasiswa terus dilontarkan. Aldo hanya bisa tersenyum, menahan tawanya. Lucu melihat para siswanya bertengkar hanya gara-gara dirinya. Jadi begini rasanya menjadi dosen yang diidolakan oleh para mahasiswanya sendiri.

Dulu, Aldo sering sekali merasa jengah bila mendengar pujian-pujian yang dilontarkan anak perempuan dikelasnya ke dosen yang mereka idolakan karena ketampanannya. Selain tampan, mereka baik, pelajaran yang diajarkan juga jelas dan dapat dipahami, enak saat mengajar, jadilah mereka dosen yang diidolakan. Dan sekarang Aldo merasakannya sendiri.

"Pak, hadiah yang kita kasih seperti cokelat, bapak makan sendiri atau dikasih ke istri bapak juga?" tanya salah satu murid perempuan yang bernama Ghea yang tadi sempat menyahuti perkataan Keno.

"Sebagian bapak kasih ke anak-anak jalanan, sebagian ada yang saya kasih ke istri saya. Saya enggak suka cokelat. Jadi kalau mau kasih saya cokelat, lebih baik diganti buah." Padahal Aldo suka cokelat. Tapi, jika makan terlalu banyak, Aldo tidak terlalu suka. Begitupun dengan Syahirah.

"Ya udah, lain kali saya kasih buah aja ya pak? Biar bapak yang makan sendirian."

"Sa ae lo Ghe," kata temannya yang duduk disebelahnya sambil menyiku lengan perempuan itu. Ghea tertawa begitu juga dengan temannya.

***

"Bu, ibu umurnya berapa?"

Syahirah sudah selesai mengajar. Masih ada waktu lima menit hingga pulang sekolah.

"Dua puluh empat tahun. Kenapa Zra?"

"Berarti ibu seumuran sama abang saya. Ibu mau saya kenalin ke abang saya?"

Bukan Syahirah saja yang terkejut mendengarnya. Tapi, para muridnya yang ada di dalam kelas ikut mendengar. Syahirah tersenyum. Dia tidak marah sama sekali dengan muridnya yang bernama Azra itu.

"Makasih ya, Zra. Tapi ibu enggak bisa."

"Kenapa? Abang saya ganteng lho, bu. Pengusaha muda, udah punya rumah sendiri, pokoknya udah mapanlah bu. Kalo ibu udah ketemu abang saya, saya yakin ibu nggak bisa nolak." kata Azra panjang lebar membangga-banggakan kakaknya. Syahirah sekali lagi hanya tersenyum dan tidak marah. Hanya saja ia sedang menahan ketawanya agar tidak terbahak-bahak.

Teman sebangkunya menyikunya. "Salah promo lo. Kalo mau promoin abang lo jangan di sini."

"Lha, salah?"

"Sekarang udah zaman berapa, cuy. Suruh aja abang lo daftar di tantan."

"Lo bikin akun juga di situ?" tanya Azra tak percaya.

"Kenapa?"

"Gue juga bikin akun di aplikasi itu." Azra dan teman sebangkunya pun saling tertawa.

Syahirah hanya bisa menyengir. Menertawakan tingkah anak muridnya. Dulu, saat SMA. Yang sering bikin akun di aplikasi untuk pencari jodoh itu adalah Nisya. Perempuan itu sering banget membicarakan aplikasi pencari jodoh khusus kaum jomblo dan sering menawarkannya ke teman-temannya.

"Jadi, gimana bu? Mau nggak, saya kenalin?"

Syahirah mengira Azra sudah melupakannya, tidak membahasnya lagi. Ternyata dia masih ingat dan masih ingin membahasnya. Tanpa banyak bicara Syahirah menunjukan cincin yang melingkar dijari manisnya ke Azra. Muridnya itu menganga. Selain Azra, muridnya yang lain juga ikut terkejut dan mulailah seisi kelas menjadi ricuh.

"Ibu udah tunangan?"

"Lebih tepatnya pacar halal." Syahirah meralat perkataan anak muridnya.

"Maksud ibu, ibu udah nikah?" kata teman sebangkunya Azra. Syahirah mengangguk. "Ibu nikah muda dong?" katanya lagi.

Syahirah tersenyum geli sambil mengedikkan bahunya. "Ya, begitulah."

"Yah, bu. Padahal saya sering cerita tentang ibu ke abang saya. Pasti abang saya kecewa."

Syahirah dibuat terkejut untuk kedua kalinya. Ia tidak percaya kalau anak muridnya sering menceritakan dirinya ke kakak laki-lakinya. Yang artinya, secara tidak sengaja Azra telah mengenalkan Syahirah ke kakak laki-lakinya.

Syahirah 2: Aldo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang