Syahirah 2 || BAB 10

210 10 0
                                    

Aldo memutuskan untuk menghubungi sepupunya melalui panggilan video di Skype. Meskipun sebelumnya Aldo ragu untuk menghubungi sepupunya itu. Aldo melihat arah ke jam dinding. Sekarang sudah pukul sebelas siang dan berarti di Sydney sekitar pukul dua siang.

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Aldo untuk menunggu Alea mengangkatnya. Ini kedua kalinya Aldo berkomunikasi dengan sepupu satu-satunya yang paling dekat dengannya semenjak sepupunya itu pergi ke Australia.

"Iya, Do kenapa? Kangen lo sama gue?

"Assalamu'alaikum wahai sepupuku yang cantik."

"Wa'alaikum salam." Di dalam panggilan video, Aldo melihat Alea sedang berada di sebuah kafe bersama teman-teman barunya.

"Bertemu orang dari Indonesia nggak di sana?

"Banyak, nih gue dapat orang Indonesia. Dua cowok satu cewek, empat orangnya lagi asli orang Australia dan mereka bisa berbahasa Indonesia, gue seneng banget." Alea tersenyum lebar. Perempuan itu terlihat sangat bahagia.

"Jadi kepingin ke sana juga," Tanpa sadar Aldo berujar seperti itu. "Ya udah sini, nyusul," sahut Alea.

Tujuan Aldo melakukan panggilan video adalah untuk bertanya mengenai surat yang dimaksud Azki. Sudah beberapa hari perkataan laki-laki itu mengusik pikirannya. Ingin sekali dia menanyakan hal tersebut ke Syahirah, tapi dirinya belum siap mendengar penjelasan secara langsung dari istrinya. Dia belum siap menghadapi kenyataan yang sesungguhnya. Dia juga belum siap kehilangan Syahirah. Dan dia tidak mau berdebat dengan Syahirah, lagi. Terlebih lagi masalah mengenai hati.

"Kok malah diem sih, Do? Kalo gitu gue matiin aja, ya?" ujar Alea yang membuat Aldo tersadar kalau ia masih terhubung dengan sepupunya.

Aldo mengangguk. "Lo di sana hati-hati, ya? Jangan sampai salah pergaulan, terus kuliah di sananya yang serius jangan main-main. Banggain keluarga Fernan, oke? Oh iya, satu lagi. Jangan lupa shalat lima waktunya."

Alea mengangguk, lalu memberi hormat ke Aldo. "Siap, pak." Aldo terkekeh. Alea menurunkan tangannya. "Assalamu'alaikum," Alea memberi salam.

"Wa'alaikum salam warrahmatullahi wabarakatuh." jawab Aldo. Setelah itu, Alea mematikan panggilannya. Aldo mematikan laptopnya dan menutupnya. Ia mengusap wajahnya dengan gusar. Astaghfirullah ...

Syahirah mengetuk pintu kamar Aldo sebelum masuk. Setelah mendapat izin untuk masuk, barulah Syahirah masuk ke dalam. Ia membawakan segelas jus mangga kesukaan Aldo. Ia menaruh gelasnya itu di atas meja dekat laptop suaminya.

Aldo beranjak dari bangkunya. Dia menarik lengan istrinya sehingga istrinya terhuyung ke depan dan jatuh ke dalam pelukannya. Syahirah gugup, dia tidak berani menatap kedua mata suaminya. Aldo berjalan kearah dinding kamarnya masih dalam keadaan memeluk istrinya. Punggung Syahirah menempel pada dinding. Aldo mendekatkan wajahnya ke wajah istrinya. Syahirah dapat merasakan hembusan nafas Aldo yang begitu dekat diwajahnya.

"Ma-mas," Syahirah tergagap. Ia merasa tidak nyaman dengan posisi yang seperti sekarang terlebih lagi suasananya yang membuat dirinya tidak nyaman.

Syahirah memejamkan kedua matanya saat wajah Aldo semakin dekat. Lebih tepatnya ketika bibirnya mulai mendekat kearah bibirnya. Aldo yang melihat Syahirah memejamkan kedua matanya pun menyeringai. Tiba-tiba Aldo memberikan ciuman dikening Syahirah. Apa yang sudah dibayangkan oleh Syahirah tidak sesuai dengan apa yang telah dibayangkan. Syahirah membuka kedua matanya saat merasa wajah Aldo tidak sedekat tadi dan sudah melepaskannya dari pelukan.

"Ada apa? Kenapa kamu memejamkan kedua mata?" tanya Aldo. Ia berniat menggoda istrinya.

Syahirah tergagap. Pipinya tiba-tiba bersemu merah. "Hayo, apa yang kamu pikirkan? Hm? Sampai pipi kamu merah kayak habis di kasih cabai aja?" Aldo semakin gencar menggoda istrinya.

Syahirah memukul bidang dada Aldo tanpa sadar. Ia malu dan akhirnya keluar dari dalam kamar suaminya. Aldo tertawa melihat tingkah istrinya yang salah tingkah dengan pipi merona merah. Untuk pertama kali ia melihat istrinya seperti itu dan untuk pertama kalinya bagi Aldo melakukan hal seperti itu ke istrinya.

***

Untuk pertama kalinya, setelah dua tahun pernikahan, Syahirah dan Aldo pergi makan bersama keluarga. Meskipun bukan keluarga besar, hanya kedua orang tua Aldo, mamanya Syahirah, Reno dan istri. Mereka makan bersama-sama disebuah restauran. Restauran tempat Reno bekerja dulu. Mereka memesan ruang VIP yang hanya khusus keluarga mereka saja.

"Kalian nikah sudah dua tahun, kapan mau kasih mama momongan? Bu Mai sebentar lagi jadi nenek," ujar Santi. Syahirah yang sedang mengunyah makanan mendengar perkataan ibu mertuanya langsung tersedak. Aldo dengan sigap langsung memberikan minum untuk istrinya. Syahirah meneguk minuman yang diberikan oleh suaminya.

"Iya, kapan kalian mau kasih kita cucu? Reno sama Farah yang belakangan nikahnya udah mau punya momongan," kata Bara ikut berkomentar membuat Syahirah dan Aldo tidak bisa berkata-kata.

"Kalian tidurnya nggak pisah ranjang, kan?" Pertanyaan Mai mampu membuat kedua pasangan suami-istri tersebut langsung terdiam. Bisu. Reno yang melihat ekspresi wajah Syahirah pun mengerti. Adiknya selalu merasa tidak nyaman jika diberi pertanyaan yang seperti itu.

"Mungkin mereka berdua lagi fokus ke karir mereka masing-masing kali, ma. Masa iya suami istri yang sudah sah tidur pisah ranjang? Apalagi mereka 'kan sudah dua tahun pernikahan," kata Reno yang membuat Syahirah dan Aldo sedikit lega. Syahirah merasa berterimakasih sekaligus beruntung memiliki kakak seperti Reno yang mengerti dirinya.

Kedua orang tua Aldo, mamanya Syahirah, hingga Reno dan istri. Mereka semua kembali menikmati makanan mereka masing-masing. Tidak dengan Syahirah dan Aldo. Mereka berdua sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Yang seharusnya mereka bersenang-senang dengan keluarga mereka, melupakan masalah pekerjaan dan pribadi sejenak, malah membuat mereka jadi tidak nyaman satu sama lain. Syahirah yang merasa tidak enak hati dengan Aldo, begitupun dengan sebaliknya.

Beban pikirannya yang seharusnya ringan jadi menambah. Memikirkan perkataan yang sekaligus merupakan permintaan dan juga harapan dari orang tua masing-masing. Syahirah jadi merasa bersalah ke Aldo. Sama saja dia mempermalukan Aldo di depan orang-orang, apalagi di depan orang tuanya sendiri. Seakan-akan itu salah Aldo yang tidak bisa memberi momongan. Padahal salah dirinya yang belum mau tidur satu ranjang.

Aldo mengamit tangan Syahirah yang berada di atas meja. Menggenggamnya dan membawanya ke bawah meja. Aldo mengusap-usap punggung tangan Syahirah dan menatap istrinya. Dari tatapannya, Aldo menjelaskan kalau dia baik-baik saja. Jadi, istrinya tidak usah merasa tidak enak hati dan tidak usah merasa bersalah. Tapi, tetap saja Syahirah merasa tidak enak hati dan bersalah.

"Kami akan segera menyusul kak Farah dan kak Reno, punya momongan." ujar Syahirah. Semua orang yang berada satu meja dengannya terkejut dan kini menatap ke Syahirah, termasuk suaminya. "Sya sama mas Aldo akan segera punya anak, doakan saja." kata Syahirah lagi. Aldo tidak mengerti mengapa istrinya tiba-tiba bicara seperti itu. Padahal dirinya sudah bilang kalau tidak apa-apa dan dirinya baik-baik saja. Tidak merasa tersinggung. Meskipun kenyataannya tersinggung, sedikit melukai harga dirinya sebagai seorang lelaki.

"Kami selalu mendoakan yang terbaik buat kamu dan Aldo. Semoga kalian cepat-cepat punya anak," kata Santi.

"Aamiin," Semua orang mengamininya, termasuk Aldo.

"Kalian kapan wisuda?" Bara mengalihkan topik pembicaraan.

"Dua minggu lagi kami akan sidang skripsi, setelah itu baru wisuda." jawab Aldo.

"Semoga lancar," kata Bara lagi.

"Aamiin."

Syahirah 2: Aldo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang