Disa mengurungkan niatnya untuk melihat bagaimana aktivitas di dalam sana. Lagi pula, ia baru sadar, bahwa hal itu dilarang. Gadis itu mengembuskan napas sesaat.
"Anu ... Kak, b-bukan gitu."
Ziko menaikkan sebelah alisnya. Ia menatap ketiga gadis lain yang sibuk saling tatap.
"Sweetheart Hana, mau ngapain lo masuk ke area terlarang, huh? Kalian juga, ngapain ada di sini?"
Disa dengan perlahan memundurkan langkahnya saat melihat Gerryl mendekat. Gadis itu tak tahu apa yang dilakukannya barusan membuat cowok itu semakin mengikis jarak antara keduanya.
"K-kakak ngapain maju?"
Tubuh Disa sudah berada di titik akhir langkahnya. Gadis itu menatap horor ke arah belakang. Ia tak bisa mundur lagi.
"Kak!"
Kini jarak keduanya sudah sangat dekat. Wajah mereka hanya terpaut tiga puluh senti saja. Membuat Disa menahan napas karena gugup bukan main.
Disa mengedipkan matanya beberapa kali saat dirasa wajah Gerryl semakin mendekat. Mendekat dan ...
"Minggir dulu, ya, Sweetheart. Gue mau buang air. Nanti kita ngobrol lagi, oke."
Pipi Disa seketika merah merona. Gadis itu malu. Sungguh malu. Ia ingin menenggelamkan dirinya saja ke dalam bak mandi.
Sementara, Icha menahan tawa. Gadis itu sangat puas melihat reaksi wajah Disa yang sudah seperti kepiting rebus.
"Gue juga mau ke dalam, ya. Bye!"
Disa menatap Ziko sambil menaikkan sebelah alisnya.
Alay juga tuh orang.
"Dis, Cha, gue sama Zia ke kelas duluan, ya. Takut pingsan gue deket-deket sama cogan terus, hehe."
Iin menarik tangan Zia dan langsung menyeret gadis itu meninggalkan area toilet. Disa pun mengangguk. Ia melirik Icha yang masih menahan tawanya.
"Apaan, sih? Ayo balik, ah."
Gadis itu mengapit tangan Icha, kemudian mengajaknya pergi dari sana. Tanpa banyak basa-basi, Icha menurut saja.
***
Kring ... Kring ... Kring ...
Bel istirahat berbunyi. Disa pun mengajak Icha untuk pergi ke kantin. Namun, gadis itu menolak. Sedangkan, Nanda dan Nita belum terlihat batang hidungnya. Membuat gadis itu hanya mengembuskan napas pasrah.
"Gue bawa bekal, Dis. Lo sendirian gak papa?" tanya Icha tak enak hati.
Disa mengangguk. "Wah, besok-besok gue juga mau bawa bekal ah, biar bisa hemat uang jajan." gadis itu menunjukkan deretan giginya. "Gak papa, Cha. Kalem."
Setelah mendapat anggukan, Disa mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang kelas. Matanya menangkap seorang gadis yang masih menghitung uang dari dalam tempat pencil yang dijadikan sebagai dompet.
"Cha, gue ke sana dulu, ya."
Icha menoleh, lalu mengangguk.
Disa pun melangkahkan kakinya mendekati gadis itu. Matanya memperhatikan buku besar berisi catatan daftar nama siswa.
"Okta!"
Okta menoleh, gadis itu tersenyum. "Eh, Dis."
Disa mengambil posisi di samping Okta. Gadis itu menarik kursi lalu mendudukinya.
"Lagi ngitung uang kas?"
Okta menggeleng. Tangannya sibuk memegang pulpen, sementara bibirnya tampak menghitung.
"Bukan, Dis. Ini uang patungan buat kado nikahannya Bu Anna. Uang kas kan, nggak jalan, jadi gue pungutin dari kalian."
Disa menggaruk tengkuknya. "Oh, iya ... gue lupa, Ta. Berapa patungannya?"
Okta melirik nama Disa di buku besar tadi, kemudian tertawa kecil. "Gue baru nyadar kalo lo belum bayar, hehe."
Disa terkekeh malu. Ia melupakan pesan singkat Okta beberapa waktu lalu. Gadis itu segera merogoh saku rok dan mengeluarkan dompet kulit berwarna hitam di dalamnya.
"Emang berapa, Ta? Gue lupa, maaf banget."
Okta tersenyum simpul. "Sepuluh ribu, Dis."
Dengan cepat, gadis itu mengeluarkan selembar uang berwarna hijau. Menyerahkannya kepada Okta. "Karena gue lupa, terus telat juga, yang sepuluh ribunya gue sedekahin aja, oke."
Okta mengangguk. Gadis itu menarik buku besar tadi lebih dekat dan menulis beberapa digit angka di kolom nama Disa.
Disa memperhatikan dalam diam. Okta memang pandai dalam menjaga uang. Gadis itu selalu dipercaya menjadi bendahara selama dua tahun ia sekelas dengannya.
"Ta, emang kapan nikahan Bu Anna-nya?"
"Besok."
"Huh?"
"Iya."
Disa berpikir keras. Bagaimana bisa ia melupakan tanggal nikah guru favoritnya itu. "Mau perwakilan aja atau kompak sekelas ke sana bareng?"
"Kayaknya sih, mau kompak sekelas aja. Masa murid didikannya nggak datang semua ke acara wali kelas. Kan nggak enak banget sama Bu Anna-nya."
Disa mengangguk paham. Gadis itu mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja. Pandangannya lurus ke depan.
"Tapi, Ta ... Kalo jam sekolah pasti Pak Budi nggak ngizinin. Dia kan, emang susah dibujuk juga, jadi menurut gue, itu bakalan susah."
Okta membetulkan letak kacamatanya yang sedikit turun. Gadis itu menggedikkan bahunya. "Iya juga, sih. Kalo nggak dibolehin, pasti yang ke sananya cuma perwakilan aja. Ah, nggak seru." matanya menelisik ke arah meja Ilham. "Gimana kalo kita bicarain sama Pak Ketua juga? Nanti hasil diskusinya dimusyawarahin bareng-bareng lagi sama murid kelas."
Disa mengangguk setuju. Gadis itu menangkup pipinya sambil memainkan retina mata.
"Dis, lo nggak ke kantin?"
Gadis itu menoleh dan menemukan Icha yang sudah berdiri di sampingnya.
"Cha, sini duduk. Gue sama Okta lagi bahas soal nikahannya Bu Anna."
Icha menarik kursi Sari untuk dijadikan tempat duduk. Gadis itu kemudian diam mendengarkan.
"Tapi, Ta, gimana kalo kita semua pergi ke sananya sore pulang sekolah? Nanti kita ganti baju dulu, pake baju bebas atau apa, terus ngumpul di satu tempat, biar berangkatnya bareng."
Okta berpikir cukup lama, kemudian mengangguk. "Gue setuju, sih. Ya udah, kita bikin rencana dulu, baru nanti diomongin lagi sama anak-anak."
Icha menatap Disa dan Okta bergantian. Gadis itu memainkan bibirnya ke kiri dan kanan. "Kenapa nggak pake batik aja? Batik bebas gitu. Gue yakin, semuanya pasti punya baju batik."
"Nah, batik!"
"Yep, gue setuju sama lo, Cha!"
"Jadi inti dari semua yang kalian bicarain dari tadi itu gimana?" tanya Icha penasaran.
"Ta, jelasin!"
Okta mendelik tak mau. "Elo aja."
Disa mengembuskan napas perlahan. "Jadi, kita semua bakal berangkat bareng sehabis pulang sekolah. Nah, di situ kita pake baju batik bebas. Nanti kita janjian di satu tempat, biar nggak kepencar-pencar."
***
Assalamualaikum, halo semuaaaa!
Ketemu lagi sama Intan setelah kemarin nggak up. Ya, kalian pasti tau juga, jaringannya lemot dan nggak memungkinkan buat up, ehehe. Baterai hapeku juga udah sekarat dan ya, langsung weh tidur.
Maaf ya atas keterlambatannya. Selamat malam selasa (:
Follow instagram: @intansaadah30
Salam, intansaadah123

KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana [COMPLETED]
Ficção Adolescente[LENGKAP] Dia Gerryl Evans, cowok dengan sejuta pesona yang mampu menarik siapa saja untuk mendekat. Si pemilik iris coklat tua tajam itu selalu berhasil menjungkir balikkan dunia para gadis yang mencoba masuk dalam hidupnya, termasuk Disa, gadis se...