*3*

4.4K 179 3
                                    

Menjadi kebiasaan kecil bagi Disa dan ketiga sahabatnya untuk mengobrol di kantin saat jam mata pelajaran kosong. Bahkan, hampir setiap hari mereka mendapatkan jam kosong, hanya karena sebuah alasan klise yang selalu dilontarkan sang guru kepada muridnya.

Maaf ya, Ibu ada acara dadakan. Nggak bisa masuk.

Atau,

Bapak ada meeting di kantor. Kalian catat tugas di halaman sekian sekian ya. Nanti dikumpulkan.

Membuat murid merasa jenuh, dan berani meninggalkan kewajibannya terhadap tugas.

"Padahal, Pak Bobi itu guru paling asik, ya. Gue selalu enjoy pas pelajaran dia," kata Nita sambil meminum es taro.

Nanda mengangguk. Tangannya sibuk memainkan cermin kecil yang selalu ia selipkan di saku seragam depannya.

"Gue selalu bisa dandan di pelajarannya. Apalagi kan, meja gue strategis banget. Hehe."

Icha merespon dengan sangat baik. Ia mengorek saku rok Nanda, dan menemukan sebuah lip tint berwarna mencolok. "Itu warna di bibir lo udah luntur, Da. Pake gih!"

Nanda dengan cepat menatap pantulan bibirnya di cermin, dan ia langsung merebut lip tint miliknya tadi secara spontan.

Disa dan kedua sahabatnya yang lain hanya bisa tertawa keras. Memperhatikan cara Nanda memainkan bibirnya membuat dirinya mual tingkat akut. Gerakannya sangat sensual, tak layak untuk gadis seusia mereka.

"Bibir lo kenapa monyong-monyong gitu? Pecah-pecah, ya?"

Icha menutup wajahnya sambil menggeleng heran. Sahabatnya yang satu ini memang sangat berbeda. Bangga ia memiliki sahabat seperti Nanda.

Disa tertawa sangat lepas. Ia memukul-mukul kecil bahu Nanda. "Kalo pecah, ya lem. Nanti gue beli lemnya di Bi Uni. Tenang aja, Da."

Nita menahan tawanya. Gadis itu merentangkan tangannya lebar dengan mulut yang terbuka. "Ho, nggak bisa. Sesuatu yang pecah, dengan cara apa pun, nggak bisa utuh lagi kayak semula. Diibaratkan kaca, kaca itu kalo udah pec—"

"Huh! Klise lo!" Disa dan Icha kompak menyoraki Nita. Sementara, Nanda masih sibuk bergelut dengan cermin kebesarannya.

Nita langsung memberengut kesal. Ia menggerutu sambil menendang-nendang ujung meja kantin.

"Girls, bibir gue udah rapi, kan?" Nanda menunjukkan bibirnya yang sudah ia poles dengan lip tint. Gayanya seperti make up Korea. Merah di bagian dalamnya saja.

Disa mengangkat kedua ibu jarinya. Memamerkan senyum khas yang selalu ia gunakan untuk menjahili seseorang.

"Nggak sekalian pake blush on, Da?"

Nanda mengerutkan dahinya. Lalu kembali menatap cermin. "Ini masih bagus, kok. Cuma kayaknya gue perlu pake maskara dikit lagi, deh. Bulu mata anti badai gue udah jatoh."

Disa langsung mengguncang bahu Nanda. Wajahnya sampai memerah karena terlalu banyak tertawa.

"Anti badai kok jatoh!"

Nita yang sedang memberengut langsung kembali menemukan penghiburnya. Gadis itu mencubit, lalu menekan pipi chubby Nanda.

"Sahabat gue ini emang agak kurang, atau gimana, ya. Haha."

Icha menepuk-nepuk meja kantin dengan keras. Ia memejamkan matanya. Menikmati sisa tawa yang terus menghias bibirnya.

"Da, lo itu punya ciri khas sendiri. Tapi, lo nggak minder huh, diliatin Kak Wanda dari sana?"

Gerhana [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang