*24*

1.6K 77 4
                                    

Suasana kantin semakin ramai saat Disa mengakui jati dirinya. Kelima gadis itu hanya tertawa dan terus tertawa.

Sambil melafalkan doa dalam hati, Disa menyuruh Nanda untuk duduk. Dirinya akan berusaha memberanikan diri melawan sesuatu yang memang perlu diluruskan agar tidak terjadi kesalah pahaman yang terus berlanjut.

"Lo tanya, mau kami di sini ngapain?" Friska menggedikkan bahu. "Mikir! Lo itu punya otak, pake. Jangan sok polos lo. Ini semua itu gara-gara lo."

Disa mengembuskan napas perlahan. Matanya menatap manik mata Friska dengan tenang. "Maaf, semua yang Kakak maksud itu apa, ya? Perasaan, kita baru aja ngobrol, deh. Ini pertama kalinya kita ngobrol, Kak. Masa udah punya masalah aja."

Andin maju dan menarik kerah seragam Disa. Gadis itu mendongak menatapnya penuh kebencian.

"Kalo ini nggak kejadian, kami gak akan pernah mau ngomong sama lo! Jijik."

Oke, kali ini gue bakal layanin semuanya. Semuanya.

Disa tersenyum simpul. Gadis itu melepaskan tarikan Andin pada bajunya. "Kalo jijik nggak usah pegang, Kak."

Andin dengan cepat menarik tangannya dan bergidik. Tangannya ditepuk-tepukan beberapa kali.

"Mulut lo, ya!"

Amanda berniat menampar Disa. Tangannya sudah melayang tinggi, sebelum sebuah tangan mencekalnya.

"Jangan.sentuh.sahabat.gue!"

Nanda sudah sangat emosi. Gadis itu berdiri dan mendorong bahu Amanda, membuatnya tersungkur ke belakang. Beberapa orang mentertawakan kejadian itu, bahkan sampai ada yang merekamnya.

Icha memeluk tubuh Disa erat. Gadis itu menepuk-nepuk punggungnya, mencoba menenangkan.

"Lo punya masalah apa sih, sama mereka?" bisik Icha di sela kegiatannya.

Disa menggeleng. Gadis itu balas memeluk Icha tak kalah erat. "Gue nggak yakin kalo gue penyebab semuanya. Ini semua ulah Kak Gerryl."

"Kalian itu hama. Mulut kalian itu perlu dididik lebih baik. Belajar sopan santun yang bener!"

Nanda semakin geram saat salah satu dari kelima kakak kelasnya itu terus berbicara. Tangannya sudah ia angkat untuk menjambak rambut lurus rapinya.

"Berhenti!"

Seseorang nekat menerobos kerumunan itu. Wajahnya terlihat geram dan diliputi oleh emosi.

Cowok itu mengambil Disa dari pelukan Icha, lalu merangkulnya penuh sayang. "Lo nggak papa kan, Sweetheart?"

Disa menggeleng. Gadis itu sedikit canggung dengan posisi mereka sekarang. Ia pun mencoba untuk melepaskan tangan Gerryl dari pundaknya.

Gerryl semakin mengeratkan rangkulannya. Cowok itu tersenyum simpul. "Jangan nakal, Sweetheart. Atau nanti pulang sekolah gue peluk lo sekuatnya," bisik Gerryl.

Mereka semua kompak membelalakkan mata tak percaya melihat adegan mesra keduanya itu. Gerryl hanya tersenyum kecil. Saat matanya bertabrakan dengan salah satu dari kelima gadis itu, raut wajahnya langsung berubah. Matanya menajam dan giginya bergemertak.

"Gue peringatin sama kalian semua. Jangan pernah ada yang berani ngusik sweetheart gue, jangan sentuh dia setitik pun, atau nggak, gue yang bakal maju buat berurusan sama kalian."

Tangan Gerryl yang bebas menunjuk wajah-wajah mereka yang masih belum membubarkan diri.

"Jangan kira gue nggak liat semua kelakuan kalian sama dia. Gue ngeliat semuanya. Dari awal sampai akhir." cowok itu melirik satu meja yang menampakkan ketiga sahabatnya.

Gerhana [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang