*28*

1.7K 83 3
                                    

Matahari masih menyinarkan cahayanya. Senja sudah mulai terlihat dari warna yang terpancar. Gerryl memandangi wajah bulat Disa. Gadis itu terlihat sangat menggemaskan jika sedang tertidur seperti sekarang ini.

Tangannya menyusuri garis wajah Disa, mengelusnya pelan. Dirinya masih ingat, jika gadis itu terus menanyakan ke mana ia akan membawanya pergi. Dan jawaban yang selalu Gerryl berikan hanyalah tersenyum tampan sambil menggedikkan bahu.

Satu tangannya mengambil sebuah kotak makan. Dirinya sengaja menyiapkan makanan untuk gadis itu karena Gerryl tahu, perjalanan yang ditempuhnya membutuhkan waktu yang cukup lama.

Setelah dua jam terus berceloteh, gadis itu pun tertidur dengan mulut terbuka. Napasnya sangat teratur dan sesekali dirinya harus membenarkan letak kepala Disa, karena kerap kali bergeser dan akan jatuh.

Tangannya kini menggenggam tangan kecil gadis itu, Gerryl tersenyum saat mengetahui bahwa tangannya sangat pas untuk ia genggam. Dengan lembut, dirinya mengecup tangan Disa. Setelah dirasa cukup, berulah ia membangunkan sang putri dari tidur siangnya.

"Sweetheart, bangun."

Dengan pelan, cowok itu menepuk pipi Disa. Gadis itu sedikit terusik dan menggumamkan sesuatu yang tidak jelas. Gerryl tertawa dan kembali melakukan hal yang sama. Dan upayanya berhasil, karena tak lama, mata gadis itu sedikit terbuka.

"Emh..."

Sangat menggemaskan melihat Disa mengucek matanya pelan. Gadis itu terdiam beberapa saat untuk mengembalikan semua kesadarannya.

"Eheh, Kak. Maaf ketiduran."

Gerryl sudah sangat ingin memeluk Disa saat gadis itu menunjukkan deretan giginya lebar. Tangannya memegang seatbelt dan matanya membentuk bulan sabit.

"Tidur lo kayak kebo, Sweetheart. Nggak salah gue panggil lo Hanan Kebo."

Gadis itu memberengut kesal saat pipinya ditarik kencang oleh Gerryl. Dirinya mengambil kotak makan dan memberikannya kepada Disa.

"Makan ya, Sweetheart. Kalo lo sakit, nanti siapa yang bikin gue happy? Kalo gue sedih, nanti lo tambah sakit. Kan rugi di lo juga, Sweetheart."

Disa terkekeh sambil menerima kotak makan yang diberikan Gerryl untuknya. Gadis itu membuka kotak tersebut dan menemukan berbagai macam sayuran yang diolah menjadi capcai. Tiga potong ayam goreng dan ada pula cumi asam manis.

Sungguh, Gerryl sangat ingin memiliki gadis itu. Menjadikannya seorang paling spesial dari banyak gadis yang pernah hadir dalam hidupnya. Dirinya sudah merasa bergantung banyak pada Disa. Bahkan, hanya untuk mengerjakan tugas bersama para cowok saja, dirinya sudah menjadi cowok paling posesif yang pernah ditemui oleh gadis itu. Egois kah?

Gue nggak mau kehilangan lo, Sweetheart.

"Ma-makasih, Kak."

Seburat merah dapat terlihat maskipun jingga menghalau pandangan. Gerryl tersenyum menggoda saat gadis itu memalingkan wajahnya karena tertangkap basah sedang memandanginya.

"Mau liatin gue, Sweetheart? Lo pegang muka gue juga, gue rida. Apalagi kalo dikasih bonus peluk. Gak bakal gue lepasin seharian dah, haha."

Disa semakin memerah saat Gerryl menyuruhnya untuk menatap manik coklat tua miliknya. Cowok itu tersenyum simpul.

"Gue player. Gue punya banyak cewek yang cakepnya bukan main. Gue suka genit, hobi gue juga ngegombal receh." Gerryl menatap gadis itu serius. "Tapi itu sikap gue sebelum kenal sama lo. Gue masih genit, suka ngereceh, gue juga masih sering ngegombal. Dan itu semua gue lakuin cuma sama lo. Percaya sama gue, seburuk-buruknya sikap gue sama cewek, gue nggak akan pernah lakuin itu sama lo, Sweetheart. Because now,  you're my everything and you're the only one. Trust me."

Dan, Disa terdiam. Gadis itu sungguh sangat tidak menyangka akan mendengar semua kalimat itu dari seorang Gerryl, cowok yang hanya bisa ia kagumi tanpa berharap lebih. Namun sekarang, dadanya sudah dipenuhi harapan besar yang mungkin saja akan meluap jika terlalu banyak disimpan.

"Eng, aku makan dulu ya, Kak. Laper, hehe."

***

Embusan angin menerpa wajahnya. Seringai bahagia sangat memancar jelas di wajah Disa yang bisa langsung terbingkai jelas di memori otaknya.

Bagai angan yang tak pernah tercapai, Gerryl hanya memandangi wajah gadis itu yang tengah menatap takjub semua ciptaan Tuhan Yang Maha Esa di depannya ini. Pasir putih yang terhampar dengan suara ombak yang mendebur mengalun indah di telinga. Suasana yang menyenangkan ditemani pemandangan matahari terbenam memang sangat menakjubkan.

Matanya menangkap gadis itu berlari menghampiri ombak yang terus bergerak lambat. Senyumnya terukir manakala melihat Disa bermain air. Wajahnya sangat cantik saat terkena pantulan sinar jingga matahari.

"Sweetheart, sini duduk."

Disa menoleh dan tersenyum. Gadis itu berjalan menghampiri dan mengambil posisi di sampingnya. Duduk tanpa alas di atas pasir pantai.

"Pemandangannya bagus banget, Kak. Jujur, aku cuma pernah sekali-kalinya pergi ke pantai, itu pun waktu study tour ke Yogya."

Gerryl mengangguk. "Gue udah sering ke sini. Terakhir itu, gue ajak temen-temen gue. Btw, ke Yogya?"

Disa menganggukkan kepalanya. Gadis itu tersenyum sambil menatap satu pulau kecil di tengah laut. Jarinya bertaut ringan.

"Iya. Aku masih inget, waktu kelas delapan, kami pergi ke pantai Parangtritis. Itu rame banget. Pasirnya juga nggak putih kayak gini. Tapi aku suka, kok."

Gerryl tersenyum menanggapi. Cowok itu tertarik dengan cerita Disa. Tanpa diminta, gadis itu sudah melanjutkan kenangan lampaunya.

"Waktu SMP, aku tinggal di Kuningan. Kakak tau Kuningan, kan?" Disa menoleh menatap Gerryl. "Aku tinggal bareng ibu, bapak sama satu adek aku. Kalo Kak Linda, dia kerja di Jakarta. Kata ibu dulu sebelum aku lulus, aku sekolah di Jakarta aja bareng kakak, biar lebih lengkap sarana sama fasilitasnya. Gimana pun juga, aku cuma anak desa. Rumah aku harus ngelewatin jalan rusak dulu, baru nyampe di desa.

"Tapi aku pikir, sekolah di daerah juga fasilitasnya udah nggak kalah bagus sama yang di kota, kok. Sekelebat pikiran lain datang, aku mikir lagi, orang tua aku cuma petani kecil. Ibu ngurus rumah tangga, dan Bapak, sehari-harinya cuma dihabisin di sawah. Sekarang, adek aku udah sekolah SMP. Jadi mungkin alasan aku disuruh sekolah di Jakarta biar biaya sekolah aku ditanggung Kak Linda. Soalnya biaya sekolah adek aku aja udah lumayan besar. Mereka takut nggak sanggup biayain sekolah aku."

Gerryl menarik napasnya. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan hangat Disa. "Gue kagum sama kalian. Terutama lo, Sweetheart. Gue ngerasa lo emang paling spesial. Gue sayang sama lo."

Untuk pertama kalinya, gadis itu balas menggenggam tangannya. Senyumnya membingkai wajahnya yang indah. Matanya menyorot lembut. "Makasih, Kak."

Disa mendekat. Bibirnya hampir menempel di telinga Gerryl. Dengan suara yang kecil, gadis itu membisikkan sesuatu yang dapat membuatnya merasa terbang untuk kali pertamanya.

"Aku harap, aku pantas bilang kayak gini ke Kakak. Aku juga sayang sama Kakak."

***

Halo, assalamualaikum.

I'm back here. How are you guys? Maaf atas keterlambatannya. Minggu ini Intan lagi punya banyak tugas, so mohon dimaklumkan ya.

Btw, makasih buat yang masih setia ikuti setiap part cerita ini. Intan harap, kalian semua bisa enjoy, hehe.

Oke deh, yang mau tanya-tanya seputar cerita ini, bisa langsung komen aja ya di sini. Atau bisa langsung DM aku di instagram.

Follow: @intansaadah30

Salam, intansaadah123

Gerhana [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang