Matahari bersinar sangat terik. Silaunya menembus celah jendela masjid yang memang tidak dilapisi oleh gorden.
Disa dan tiga sahabatnya baru saja selesai menunaikan salat zuhur. Keempat gadis itu tengah sibuk mengenakan sepatu di area pekarangan masjid.
"Da, Nit, lo tadi ke mana aja?"
Matahari memaksa mereka untuk terus menundukkan kepala. Disa bertanya kecil dengan tangan yang masih setia mengikat tali sepatu.
Nita menoleh sambil menunjukkan wajah polosnya. "Kapan?"
"Tadi. Kalian tugas bersihin toilet kelas sepuluh, kan? Abis nugas, kalian berdua pergi ke mana?"
Nanda mengangguk. "Oh, iya. Tadi gue sama Nita ke kantin, Dis. Gerah banget di toilet, jadi gue beli minum dulu, eh malah ketemu cowok ganteng." gadis itu tersenyum lebar.
"Oya?"
Nanda mengangguk girang. "Gue ketemu sama Endo, Dis. Dia cakep banget."
Nita mengibaskan tangannya. Ia menatap Nanda tak suka. Gadis itu menggerutu kecil yang membuat tiga gadis di sampingnya menatap heran.
"Lo kenapa?" Nanda mengguncang bahu Nita pelan.
Gadis memanyunkan bibirnya kesal. "Gue juga ketemu Endo kali. Bukan lo aja. Malahan, Endo senyum ke gue."
Nanda tertawa mendengarnya. Gadis dengan bulu mata anti badai itu hanya bisa menatap Nita dengan sisa tawa yang masih sangat kentara di wajahnya.
"Ah, elah. Baper lo!"
"Udah?"
Icha memperhatikan sepatu tiga gadis di sampingnya bergantian. Setelahnya, ia bangkit berdiri.
"Iya, udah nih. Oh iya, abis solat kan, anak-anak mau bicarain tentang rencana itu. Yuk langsung ke kelas aja."
Disa berjalan lebih dulu. Icha menyusul dengan cepat. Berbeda dengan Nanda dan Nita, keduanya masih duduk sambil bersitatap bingung.
"Rencana apa, sih?"
Nanda menggedikkan bahu. Ia hanya menatap panggung Disa dan Icha yang semakin menjauh. "Oy, tunggu!"
Keduanya berlari menyusul. Mereka tampak kewalahan menyesuaikan langkah kaki. Dua gadis di depannya sudah sangat mirip seperti atlet jalan cepat.
***
"Jadi, gimana?"
Ilham sudah berhasil mengumpulkan seluruh teman kelasnya. Cowok itu masih sibuk menetralkan deru napas setelah berlari mengelilingi sekolah untuk mencari keberadaan lima biang kerok kelasnya.
Okta maju ke depan kelas. Gadis itu berdiri sambil memasukkan tangannya ke dalam saku rok.
"Tadi gue sempet diskusi bareng Disa sama Icha. Hasil diskusinya itu, kita berangkat bareng pas pulang sekolah. Tapi jangan pake seragam, kita ganti dulu baju dulu pake batik bebas, terus kita ngumpul di satu tempat, abis itu ke sana bareng."
Toni mengangkat tangannya. Cowok itu tersenyum konyol.
"Mau nanya, Ton?" tanya Ilham yang masih setia berdiri di samping Okta.
Ridho berdiri, cowok itu menjitak keras kepala Toni yang membuat empunya mengernyit tak terima.
"Iya, Ham. Si Toton mau nanya, katanya berapa ukuran otak semut?" Ridho terkekeh garing. "Kebetulan cabat gue yang paling ganteng ini tangannya lagi punya bisul. Jadi suka ngangkat-ngangkat kayak tadi. Nanti kalo pecah, bisa nangis tujuh hari tujuh malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana [COMPLETED]
Teen Fiction[LENGKAP] Dia Gerryl Evans, cowok dengan sejuta pesona yang mampu menarik siapa saja untuk mendekat. Si pemilik iris coklat tua tajam itu selalu berhasil menjungkir balikkan dunia para gadis yang mencoba masuk dalam hidupnya, termasuk Disa, gadis se...