Cuaca yang mendung seakan mendukung semua perasaannya. Senin ini merupakan hari yang tak pernah diharapkan seumur hidupnya.
Gadis itu mendesah berat. Dirinya sudah sangat lelah dengan semua kejadian menyebalkan yang menimpanya akhir-akhir.
Selepas upacara tadi, Disa langsung meminta pengertian tiga sahabatnya untuk memberi sedikit waktu agar dirinya bisa menyendiri. Gadis itu merasa terlalu larut dalam semua masalah perasaannya. Hingga sedikit banyak perhatian pada tiga sahabatnya berkurang.
"Maafin gue, Cha, Da, Nit. Gue terlalu alay ngadepin masalah hati. Gimana pun juga, ini kali pertama gue jatuh cinta. Dan mirisnya, cinta gue cuma terbalaskan sesaat sebelum kenyataan nampar gue habis-habisan."
Gadis itu menutup wajahnya dengan satu buku tebal. Duduk di pojok perpustakaan adalah salah satu hal yang paling tepat untuk dilakukannya saat ini.
Dengan embusan napas berat, lagi-lagi tangannya mengusap air yang tak berhenti turun dari kedua matanya. Setumpuk buku telah ia pilih untuk menemani kesendiriannya. Maskipun tak dibaca, setidaknya CCTV perpustakaan dapat ia manipulasi dengan gayanya yang seakan sedang membaca buku, padahal dirinya tak pernah suka membaca sesuatu.
"Gue pengen lupa sama semuanya. Masalah hidup gue itu enteng, tapi gue ngerasa sulit banget buat ngadepinnya. Bodohnya lagi, gue susah buat ngeikhlasin kabar kemarin."
Mungkin seharian ini dirinya akan bolos pelajaran. Yang dibutuhkannya saat ini hanya ketenangan. Tak apa bila sesekali dirinya melakukan tindakan menyimpang, asal absensi utama tetap berjalan.
Seseorang menepuk bahunya. Gadis itu terperanjat kaget dan sedikit melempar buku yang menutupi wajah. Disa mendongak dan tatapannya langsung bertemu dengan mata coklat tua itu. Tatapannya teduh, sangat menenangkan.
Disa tersenyum saat tubuh tegap itu langsung memeluknya erat. Biarlah jika dirinya kembali bermimpi, ia akan menikmati keindahan mimpinya itu, untuk yang terakhir kali sebelum dirinya bangun dan tertampar oleh kenyataan pahit lainnya.
"Sweetheart, akhirnya gue bisa ketemu lo."
Disa memejamkan matanya. Tetesan air mata kembali jatuh. Rasanya sangat sakit mendengar suara cowok itu terngiang di telinganya. Dengan perlahan, tangannya menyentuh pundak Gerryl untuk melepaskan rengkuhan cowok itu.
Gerryl menggeleng tak suka. Dirinya semakin mengeratkan pelukannya. Wajahnya ditenggelamkan di cerukkan leher Disa. Menghirup dalam-dalam aroma khas gadis itu.
"Gue kangen banget sama lo, Sweetheart. Maafin gue."
Disa melepas paksa pelukannya. Gadis itu menatap Gerryl sambil tersenyum pedih. "Aku cuma bisa senyum. Dari awal, aku nggak pernah bisa salahin Kakak. Aku nggak pernah berhasil keluarin unek-unek aku sama Kakak, karena momen saat Tuhan pertemuin kita itu selalu Kakak yang terus bareng sama Aya. Nggak pernah sendiri. Jadi, aku selalu gagal dan nangis."
Gerryl menatapnya lekat. Hatinya seperti tersayat silet dengan gerakan lambat. Tangannya mengepal kuat melihat air mata gadis paling disayanginya menetes perlahan.
"Sekarang, aku cuma pengen ungkapin semua unek-unek aku. Berharap Tuhan nggak segera bangunin aku dari mimpi ini, biar seenggaknya, aku bisa lega udah sukses ungkapin semuanya walau cuma di mimpi."
Gerryl menggenggam tangannya erat, satu tangannya mengusap air mata gadis itu lembut. Matanya menatap dalam, menembus tatapan Disa. Gadis itu semakin meneteskan air matanya saat tangannya yang bebas ia gunakan untuk mencubit pahanya.
Sakit. Gue nggak mimpi.
"Maafin gue, Sweetheart. Gue ada di depan lo. Di sini."
Disa menunduk. Gadis itu melepas genggaman tangan Gerryl. "Ternyata bukan mimpi, ya."
Deru napas cowok itu sedikit tak terkendali. Disa menggeser kursinya agar sedikit menjauh dari Gerryl.
"Aku tau maksud Kakak temuin aku. Selamat atas perjodohannya. Selamat juga udah bikin aku hancur. Ternyata aku cuma mobil-mobilan Kakak yang dibuang. Aku nggak lebih dari mainan Kakak, sama kayak yang lainnya." gadis itu menghela napas sesaat. "Kakak tau, aku pikir, aku bisa lebih spesial dari semua itu. Dari dulu aku emang nggak pernah pantes buat ngarep lebih sama Kakak. Kakak itu setinggi langit. Aku? Jangan pernah samain aku sama mereka, Kak. Hati aku cuma satu, seutuhnya udah aku kasih buat Kakak, tapi apa? Kakak bahkan nggak ngerasain apa yang aku rasain. Kakak bilang, Aya selalu bisa bikin Kakak bahagia. Itu artinya, aku emang nggak pernah punya nilai lebih di mata Kakak, apalagi hati Kakak. Sekali lagi, selamat atas perjodohan Kakak sama Aya."
Gerryl tercekat di tempatnya. Dadanya seakan terhantam benda teramat keras yang membuatnya kesulitan untuk bernapas. Cowok itu menggeleng. Tak terima dengan semua pernyataan Disa.
"Perjodohan apalagi, huh? Bahkan, gue nggak pernah tau tentang itu, Sweetheart. Aya? Lo tau, saking frustasinya gue tentang calon istri Papa, gue sampe kayak orang gila. Gue butuh lo, tapi gue nggak bisa raihnya. Nggak mungkin gue miliki lo sementara lo bakal jadi tante gue. Itu terlarang, Sweetheart. Gue pengen seriusin lo sampe jenjang pernikahan. Tapi apa jadinya kalo nanti lo harus panggil kakak lo sendiri pake sebutan mama? Gue frustasi banget.
"Aya itu cewek yang udah lama ngincer gue, tapi nggak pernah gue lirik. Jadi pas dia deketin gue lagi, gue langsung sambut dia buat jadi pelampiasan dari lo."
Disa menghapus air matanya kasar. Gadis itu mendongak. Menatap mata coklat tua itu lekat. "Tante?"
"Iya. Kakak lo itu calon istri dari Adi Bramantya, Papa kandung gue. Sekaligus calon mama tiri gue, Gerryl Evans Bramantya."
Disa terpaku di tempatnya. Satu kenyataan lain berhasil menamparnya kembali. Kakaknya bahkan tega tak memberitahunya tentang hal itu.
"Tapi sekarang gue tau, gue masih bisa perjuangin lo karena Kak Linda nggak pernah punya darah keluarga lo, Sweetheart."
Disa menautkan kedua alisnya. Seakan paham apa yang membuat gadis itu kebingungan, Gerryl segera melanjutkan. Dirinya hanya ingin merengkuh Hanan Kebo-nya kembali. Cukup itu. Kebahagiaan terbesarnya hanya Hanandisa Ananta. Bukan orang lain atau pun mereka yang mencoba menggodanya.
"Kemarin malam, gue sempet janjian sama Kak Linda buat ketemu. Minta penjelasan lebih rinci tenang masalah itu. Sebelumnya, Kak Linda juga udah cerita lewat chat tentang jati dirinya."
Kemarin malam? Kok gue nggak tau?
"Kata dia, lo ngurung terus di kamar. Bahkan dia udah ketuk pintu pun, lo tetep nggak nyaut sama sekali. Ya udah, Kak Linda pergi tanpa bilang-bilang sama lo."
Disa menautkan kedua tangannya. Gadis itu mendadak tak nyaman dengan situasi sekarang. Dirinya ingin cepat-cepat keluar dan kembali ke kelas.
Jadi itu yang bikin Kak Linda nggak enak badan? Dia masuk angin karena semalem abis ketemu sama Kak Gerryl?
"Kak Linda itu dulunya anak panti. Kata Ibu Panti, dari umur dua tahun, orang tuanya udah titipin dia di panti asuhan karena mereka nggak punya biaya buat keperluan Kak Linda kecil. Tiga tahun setelahnya, tepatnya waktu Kak Linda umur lima tahun, Uak lo datang ke panti buat ngadopsi anak. Mereka nggak punya anak sebelumnya. Karena Kak Linda anaknya lugu dan cenderung pendiem, Uak lo jatuh hati sama Kak Linda. Mereka pun angkat dia sebagai anaknya. Waktu itu, Mama lo lagi ngandung lo. Lo belum lahir ke dunia. Jadi wajar aja kalo lo nggak tau kronologinya gimana."
Kenapa fakta sekecil ini pun, gue baru tau sekarang?
***
Halo, assalamualaikum..
I'm back to you all! Maaf banget selalu telat up, Intan lagi banyak kesibukan dan ya, kalian juga pasti ngerti lah ya kesibukan Intan ini, hehehe. Banyak tugas sekolah yang harus dikerjain dan lagi, minggu depan ada UTS, so tugas makin digencer.
Semuanya sehat kan? Semoga chapter ini bisa mengobati rasa rindu kalian ya <3
Yang mau tanya-tanya, bisa komen di sini atau DM Intan aja, InsyaAllah selalu balas kok :)
Follow juga instagram: @intansaadah30
Salam, intansaadah123
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana [COMPLETED]
Teen Fiction[LENGKAP] Dia Gerryl Evans, cowok dengan sejuta pesona yang mampu menarik siapa saja untuk mendekat. Si pemilik iris coklat tua tajam itu selalu berhasil menjungkir balikkan dunia para gadis yang mencoba masuk dalam hidupnya, termasuk Disa, gadis se...