Malam ini, Disa berencana untuk mengajak Linda berbicara. Hanya topik ringan. Sebuah permintaan izin menuju acara pernikahan wali kelasnya.
Gadis itu menutup pintu kamar dengan hati-hati, tubuhnya berbalik dengan perlahan. Langkahnya mengayun ringan menuju kamar sang kakak.
Gumaman ringan memecah perhatiannya. Gadis itu menoleh ke arah ruang tamu yang jarang sekali digunakan. Lampu hiasnya tampak menyala dan aura yang terpancar terasa hidup. Disa pun memberanikan diri untuk mengecek ke arah sana. Perlahan, tak tergesa-gesa.
Tombok pembatas itu semakin dekat. Membuatnya sedikit bisa mendengar topik obrolan yang sedang dibicarakan.
"Aku nggak tau, Mas. Aku nggak yakin."
Disa menghentikan langkahnya. Gadis itu memilih bersembunyi di balik dinding. Pikirannya melayang, apa yang sedang kakaknya bicarakan? Dengan siapa kakaknya itu berbicara? Dan, yang paling penasaran, mengapa kakaknya itu membawa tamu selarut ini?
"Aku mohon, Lin. Setiap hari rasa bersalah itu selalu menghantuiku."
Disa terpaku di tempatnya. Gadis itu menutup mulut kaget. Kakinya bergetar hebat. Itu suara pria dewasa. Perasaannya mulai tak tenang.
Sebenernya ada apa?
"Aku nggak berniat untuk menunda, aku pun ingin melakukannya. Tapi, aku masih belum yakin."
Terdengar suara Linda yang sedikit serak. Disa resah. Tubuhnya ingin menghampiri, namun ragu. Ia meremas ujung bajunya kuat. Mulutnya berkali-kali merapalkan doa, berharap kakaknya itu baik-baik saja.
Dengan keyakinan yang penuh, ia memutuskan untuk menghampiri sang kakak dengan hati-hati. Kakinya yang masih bergetar ia paksa untuk berjalan. Berkali-kali ia membuang napas kasar. Matanya memejam dan mulutnya memanggil Linda.
"K-kak!"
Sebuah tangan terasa menempel di lengannya. Tangan itu hangat dan lembut. Disa membuka matanya sedikit. Berniat mengintip siapa yang memegangnya. Dan....
Hal pertama yang dilihatnya adalah wajah menyebalkan Linda yang tengah tersenyum lebar. Sontak gadis itu membuka matanya dengan yakin.
"Dek, kok kamu mau nyasar nabrak meja, sih?" Linda tertawa kecil. "Kenapa belum tidur?"
Disa menatap sekeliling. Matanya menangkap seorang pria dewasa, atau katakan saja sudah menginjak pada fase paruh baya tengah tertawa kecil di ujung sofa. Disa memicing tak suka, lalu kembali menatap kakaknya.
Ia baru menyadari, jika di depannya sudah ada meja kayu yang dialasi oleh taplak berwarna cerah tengah menanti lututnya yang mulus. Disa meneguk ludah kasar.
"Kok aku bisa ada di sini, Kak?"
Linda menutup wajahnya sambil terus tertawa. Lucu melihat ekspresi adiknya yang polos.
"Harusnya Kakak yang nanya gitu. Kok kamu bisa ada di sini? Kenapa belum tidur?"
Disa menyengir malu. Tanganya mengusap tengkuk yang tiba-tiba terasa dingin. "Hehe, tadinya aku mau minta izin sama Kakak. Tapi karena ada tamu, jadi besok aja."
Linda menghentikan tawanya. Ia mengerutkan dahi menatap sang adik. "Izin? Izin apa?" ia melirik pria di ujung sofa itu selama beberapa detik. "Duduk dulu, Dek. Sini."
Disa memperhatikan tangan Linda yang tengah lincah menepuk-nepuk sofa di sampingnya. Dengan sedikit tak enak hati, gadis itu mengambil posisi di samping kakaknya.
Di ujung matanya, Disa dapat melihat jika pria paruh baya tadi tengah bertanya kepada Linda melalui isyarat mata. Mata pria itu meliriknya dengan penasaran.
![](https://img.wattpad.com/cover/190860849-288-k508957.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana [COMPLETED]
Ficção Adolescente[LENGKAP] Dia Gerryl Evans, cowok dengan sejuta pesona yang mampu menarik siapa saja untuk mendekat. Si pemilik iris coklat tua tajam itu selalu berhasil menjungkir balikkan dunia para gadis yang mencoba masuk dalam hidupnya, termasuk Disa, gadis se...