*13*

2K 93 7
                                    

Rasanya ingin menangis saja sangat mengetahui fakta yang barusan terjadi. Nanda mengiriminya sebuah pesan yang membuatnya ingin berteriak dan mencakar siapa saja yang mencoba mengahalanginya.

Nandai
Dis, lo di mana? Gue muter-muter nyari lo, tapi nggak ketemu. Gue sama yang lain pulang duluan, ya. Udah jam 5. Setengah jam di jalan, nyampe rumah jam setengah enam. Mamanya si Nita udah nyuruh dia pulang. Temen yang lain juga udah pada pulang, lo udah di rumah, ya? Kok ninggalin, sih :(
Enjoy your time. Dadah Disaaaaaa kusayang.

Gadis itu berjongkok. Tubuhnya seakan tak memiliki tenaga untuk berjalan, bahkan berdiri pun sulit. Dirinya hanya ingin menangis sekencang-kencangnya.

Disa pun bertekad untuk mengirim pesan pada grup kelas. Mungkin saja beberapa orang masih berada di tempat yang sama dengannya. Bukan kah mencoba itu lebih baik?

XI IPS 2

Hanandisa
P
Ada yang masih di pesta?

Cukup lama menunggu, akhirnya beberapa temannya menjawab.

Aulia
Emang lo belum pulang, Dis?

Okta
Gue udah ada di rumah.

Nandai
Kenapa, Dis? Lo belum pulang?

Pak Ketua Ilham
Kayaknya semua udah pulang, deh.

Disa hanya bisa tersenyum pahit meratapi kesialannya hari ini. Mulai dari telat hadir karena ban kempes, tak menemukan ketiga sahabatnya, menyangka bermimpi bersama Gerryl, hingga ditinggal oleh semua teman kelasnya.

Kakinya melangkah ke arah pintu keluar. Semangatnya sudah berada di titik akhir. Gadis itu sekali lagi menatap ponselnya. Berharap ada seorang teman yang masih berada di pesta.

Namun harapan tinggal harapan. Ia sudah biasa jatuh dengan jutaan harapannya. Maka, hal itu sudah tak asing lagi baginya. Disa hanya ingin beristirahat sejenak sebelum dadanya kembali membuncah dipenuhi berbagai harapan, tapi hal itu tak pernah menjadi kenyataan. Tuhan seakan tak pernah mengizinkannya melakukan itu. Ia hanya bisa pasrah akan semua rencana menakjubkan-Nya.

Sebelum pergi, Disa berjalan ke arah pelaminan yang masih dipenuhi oleh para tamu, pamit kepada kedua mempelai itu dan langsung berjalan keluar.

Jalanan ibu kota masih tampak ramai. Gedung resepsi ini berada di titik pusat kota yang sangat strategis. Gadis itu mengayunkan langkah dengan pelan. Matanya menyapu jalanan. Kendaraan-kendaraan itu melaju dengan kencang.

Disa menghela napas saat ekor matanya masih belum menemukan satu kendaraan pun yang dapat mengantarnya pulang. Bahunya merosot membayangkan banyak hal buruk yang tiba-tiba melintas di pikiran.

Gadis itu menunduk dalam. Sedikit menyesali perbuatannya yang memilih pamit dan meninggalkan Gerryl dengan alasan ingin mencari sahabat-sahabatnya. Alhasil, dirinya sendiri yang sudah ditinggalkan.

Suara klakson mobil membuatnya menggeram. Disa terpaksa harus mengangkat kepalanya demi mengetahui siapa pengemudi tak sopan itu.

Mulutnya terbuka, bersiap untuk melontarkan kata-kata kasar yang menyentuh hati. Jangan beranggapan bahwa dirinya adalah gadis lembut nan lugu. Karena Disa pun bisa melakukan itu jika emosinya memang sedang berada di ambang batas.

"Woy, gila aja lo! Sini gue ajarin lo sopan-santun!"

Mobil yang didominasi oleh warna hijau itu membuka kaca hitam penghalangnya. Menampakkan dua mata coklat tua dengan senyum khasnya. Genit.

Gerhana [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang