7. The Brown Envelope

179 14 0
                                    

Empat tahun kemudian,

Kedua mata mungil itu masih tertutup. Ayam, burung, alarm, benda apa pun yang ada di dunia ini tidak mampu membangunkan anak laki-laki itu. Atherio Park masih mencintai bantalnya. Kejayaan keluarga Park berada dalam bahaya jika Atherio terus tertidur. Wajah mungilnya memperlihatkan ekspresi konyol ketika tidur.

Pintu kamarnya di ketuk. Bukannya bangun, Atherio malah menggulung seluruh tubuhnya dengan selimut serapat mungkin.

Ketukan di pintu kembali terdengar, Atherio sama sekali tidak berniat untuk bangun.

"Atherio Park?  Kau tidak mau bangun?" teriak gadis kecil dari luar kamar. Tidak lain dan tidak bukan itu adalah Atherina. Pintu di buka dengan kasar, di susul kekesalan di wajah manis Atherina.

Dia menatap kesal adiknya yang masih terbungkus selimut. Atherina bergegas menghampiri tempat tidur besar adiknya. Dia mengguncangkan tubuh Atherio dengan brutal tapi terlihat konyol. "Atherio, ini hari pertamamu ulangan, kan?"

"Lima menit lagi," ucap Atherio. Atherina sangat kesal, dia melompat dan menghempaskan tubuhnya sehingga menindih Atherio. "Ireona!" Atherina membentur-benturkan kepalanya ke kepala Atherio.

"Dua menit lagi," kata Atherio. Atherina mulai menghitung sambil melipat satu per satu jarinya dengan ekspresi lucu. "Waktumu habis, bangun cepatlah!" Atherina menarik selimutnya membuat Atherio berusaha mempertahankan selimut tersebut.

"Lima menit lagi," gerutu Atherio. Atherina mengerutkan keningnya, "Kenapa jadi bertambah?" Atherina menggerutu.

Dengan sisa kekesalan, Atherina menyingkap selimut yang mengurung adiknya. "Usiamu sudah 8 tahun, seharusnya kau bangun sendiri. Atau kau mau ayah yang membangunkanmu?" Tanya Atherina.

Atherio segera bangkit. Dia tahu kemarahan ayahnya lebih mengerikan daripada amukan massa. "Aku sudah bangun, Kak." Atherio segera memasang wajah cerah. Atherina tersenyum, "Aku tunggu di meja makan." Atherina menepuk-nepuk pipi bulat adiknya kemudian berlalu.

"Hurry up!"

Setelah Atherina keluar dari kamarnya, Atherio menguap lebar lalu memasuki kamar mandi.

Sementara itu, Atherina duduk menunggu di meja makan. Kedua tangannya sibuk mengolesi roti dengan selai. Atherio sudah siap dengan seragamnya, dia duduk di samping kakaknya dan akan mengambil roti di piring. Tapi Atherina mengambil piringnya dari Atherio.

"Wash your hand," suruh Atherina. "Aku habis mandi, Kak, jadi tanganku bersih." Atherina memberikan kode untuk tidak membantahnya. Atherio menghela napas kemudian menuruti perintah kakaknya. Dia membasuh tangannya di wastafel.

Atherio kembali duduk di samping kakaknya lalu menunjukkan telapak tangannya pada Atherina. Gadis itu mengamati tangan Atherio dengan teliti lalu dia mengangguk. Mereka menyantap sarapan pagi dengan ceria.

"Kakak, sore ini aku akan bermain sepak bola di lapangan. Aku ingin kau menonton, ini pertandingan antar kelas." Atherina mengangguk. "Iya, aku akan menonton." Atherio tampak semangat.

Setelah selesai sarapan, mereka berdua berangkat ke sekolah yang sama dengan diantar sopir pribadi.

Atherio melihat pada kakaknya yang memperhatikan jalanan. "Kak, ayah tidak ada di rumah?" Pertanyaan Atherio membuat perhatian Atherina teralihkan padanya.

"Ada, ayah di ruangannya." Atherina kembali melihat ke jalanan. "Wae?" Atherina menoleh lagi pada adiknya. Dia menunggu jawaban Atherio.

"Aku dengar, ayah akan pergi ke Singapura, apa itu benar?" Tanya Atherio sambil menatap Atherina dengan ekspresi harap-harap cemas.

ATHERIO PARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang