2 - [KEPINGAN MEMORI MASA LALU]

250 42 1
                                    

2 - [KEPINGAN MEMORI MASA LALU]



Malibu, California , 2003

Dari ibunya yang bekerja menjadi pegawai senior di kantor itu, dia tahu bahwa si anak emas membutuhkan asisten pribadi. Anthony Edward Stark, namanya— prodigi pemilik dua gelar di MIT yang sekarang berusia 30 tahun.

Genius, muda, single , playboy , kaya raya karena memiliki tiga perusahaan besar, satu badan amal, dan menjadi presiden kehormatan di satu perusahaan kemitraan; dan staf Pentagon. Itulah yang Pepper tahu dari calon bosnya ini.

Ya, masih calon bos karena wawancaranya baru akan dimulai begitu ia mendatangi alamat itu. 10880 Malibu Port 90265.

Membawa berkas-berkas lamarannya, Pepper sengaja naik taksi. Taksi itu membawanya langsung ke alamat yang dituju. Rumah pribadi Anthony Edward Stark.

“Mari kita mulai.” Wanita itu menggumam, meyakinkan dirinya sendiri bahwa Tony tidak akan memakanya hidup-hidup bila dia salah menjawab.

Pepper melangkah ke pintu depan rumah tiga tingkat ini. Kemudian, ia menekan belnya.

Tiba-tiba pintu dibuka oleh seorang pria yang memakai stelan jas kerja bernama ‘Harold Hogan’.

“Siapa, Hap?” Sahutan terdengar dari dalam. “ Ada lagi yang datang? ”

Harold meminta berkas Pepper dan membacanya sekilas. “Anak Nyonya Potts, Tony.”

“Suruh dia masuk.”

Lelaki tambun berambut sebahu itu kemudian mempersilakannya masuk.

Hanya satu hal yang bisa Pepper katakan. Terkejut. Ruang tamu yang cukup luas itu berisi Tony yang berhadapan dengan dua puluh gadis berpakaian sama sepertinya—pelamar. Tak bisa menahan diri, Pepper sukses menelan ludah, tidak yakin dia akan terpilih menjadi asisten pribadi playboy ketika pelamar lain berpenampilan lebih meyakinkan darinya.

“Suruh dia duduk, Hap.”

Hap? Harold Hogan dipanggil ‘Hap’?

Di sela keheranannya terkait panggilan itu, Pepper memperhatikan Harold yang tergagap menanggapi nada datar Tony. Pandangan heran terarah pada industrialis itu. “Ya— ya. Aku pikir 20 pelamar sudah cukup sebagai bahan pertimbangan, Tony.”

“Masalahnya, aku tidak suka mereka. Ekspektasi terlalu besar dilarang melekat pada setiap pekerjaku. Sebagai teman kencan, mereka oke, tapi tidak sebagai asisten pribadiku. Aku tidak mau mendengar mereka merengek minta alat rias baru atau baju baru sebagai imbalan pekerjaan yang mudah. Tidak.”

A— D-dia serius berucap semua itu di depan pelamarnya? K-kenapa? Wow.

Begitulah kira-kira yang ada di pikiran Pepper. Kedua puluh pelamar itu tertunduk malu di bawah satronan tatapan ‘jijik’ Tony, lalu menurut pergi dari rumah ini ketika perintah itu ke luar.

Lima menit berlalu, tinggalah Pepper, Tony, dan Harold di ruang tamu itu. Berbeda dengan Harold yang setia di ujung sofa, Tony sudah beranjak ke piano di sisi ruang tamu, mendiamkan Pepper yang duduk di tengah sofa panjang ruangan ini.

Ugh, benar-benar skema wawancara yang berbeda. Wanita itu menggerutu.

Mulai tak yakin apa yang ia lakukan di sini, Pepper buka suara. “Uhm, apa kita harus menunggu 19 lainnya tiba atau—”

LEGACY [Fan Fiction] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang