21 - [STEVEN GRANT ROGERS]
Hanya keluarga dan kerabat yang datang ke pemakaman Steven Grant Rogers yang dilaksanakan di Pemakaman Umum Brooklyn Hills. Dari pihak keluarga, ada Sharon. Agen SHIELD itu duduk di sebelah Bucky dan Sam, berada di barisan paling depan pengunjung pemakaman. Di dekat mereka, ada Scott---yang jejak air matanya masih sangat terlihat; lalu Fury dan Hill. Bruce, Clint, Rhodey, dan Wanda berada di barisan berikutnya, duduk dengan tenang dengan pakaian yang bernada sama seperti yang lain: hitam dan gelap.
Mereka menyaksikan kesaksian seorang yang diundang naik ke sisi peti Steve tak lama berselang dari kedatangannya menggunakan armor Iron Man. Orang itu kini memandang sekelilingnya dengan menerawang. Pandangannya berakhir pada sosok Pepper yang duduk di sisi Peter, tak jauh dari tempatnya berdiri.
Pepper mengangguk sekali, meyakinkan suaminya untuk mulai mengeluarkan kata perpisahan yang sama sekali tak disiapkan itu.
Tapi, Tony adalah public speaker. Tak sulit baginya untuk mengalirkan kata-kata terima kasih kepada Steve; sebagai seorang sahabat, teman, rekan, atau bahkan musuh selama bersama-sama di Avengers. Pepper tidak khawatir orang itu akan kehabisan kata-kata. Justru, bisa jadi di kepalanya sekarang sudah bermuntahan kata-kata yang sebentar lagi akan membuat kerumunan pengunjung pemakaman ini menangis.
Di hadapan sana, Tony menarik napas. Tangan organiknya menepuk peti Steve sekali dan segera menarik diri, kembali sejajar dengan jahitan celana 'pakaian pemakamannya'.
"Steve," Tony memulai ucapannya. Kedua netranya kemudian teralih kepada Sam dan Bucky, lalu Sharon. "Omong-omong, terlebih dahulu aku ingin berterima kasih kepada kerabat terdekat Steve di sana---Mantan Falcon, Kandidat Machuria, dan...Sharon Carter.... Setelah apa yang terjadi di antara aku, Steve, dan kalian, kalian masih mau berbaik hati memberitahu kabar ini kepadaku secara personal. Itu sangat baik---tapi, ada buruknya juga, sebenarnya."
Hm, ya, terserah kau saja, Tony. Sejenak, Pepper merasa beruntung karena yang menghadiri pemakaman ini memang lebih banyak rekan-rekan Steve dari SHIELD dan Avengers. Mereka sudah mengerti bahwa asal berucap merupakan salah satu tabiat Tony yang sulit dihapus sehingga tak ada yang perlu merasa tersinggung di sini.
Bahkan, karena ucapan itu, beberapa di antara perwira SHIELD yang menahan senyum sambil memandang Tony.
Di depan, orang itu melanjutkan ucapannya, menjelaskan hal buruk apa yang dimaksud. "Hal buruknya, aku tidak bisa memintanya mendongeng kisah yang bagus untuk Morgan. Dia pendongeng yang baik, omong-omong walau hanya satu minggu penuh mendongeng untuknya."
Dari TONY. Pepper membatin yakin. Dia yakin Tony mengetahui soal itu dari A.I pribadinya. Sementara memori Pepper terlempar pada saat Granpa Steve sedang rajin-rajinnya mengunjungi East Coast hanya untuk membuat Morgan tidak merasa sendiri, ucapan perpisahan itu berlanjut dengan raut wajah Tony yang berubah serius dan nada ucapannya yang menurun drastis. Keceriaan hilang dari sana. Kali ini, Tony menunjukan kesedihannya.
Sambil memperlihatkan hal itu dengan benar-benar jujur, ia berdecak, memandang pengunjung pemakaman dan berkata, "Hal buruk lainnya, aku kehilangan musuh bebuyutanku. Aku kehilangan orang yang selalu saja menentang pendapatku, tapi juga antusias untuk membantuku memperbaiki semuanya. Walau yah, kekunoannya seringkali membuatku keki, tetap saja dia adalah orang dengan hati paling tulus yang pernah aku temui. Di Avengers dan SHIELD, aku rasa Steve adalah satu-satunya orang yang bekerja dengan hati. Ketika ia ingin Avengers dan SHIELD maju, caranya adalah bukan dengan menciptakan banyak hal baru yang dapat memperbaiki kinerja kerja kita. Masalahnya sama sekali bukan di sana. Menurutnya inovasi adalah hal ke sekian yang dapat memajukan Avengers dan SHIELD.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEGACY [Fan Fiction] ✔
Fanfic[Setting waktu setelah Avengers Endgame] [Fanfict MCU] "Kau bisa istirahat sekarang." Itulah kalimat terakhirku untuknya. Untuk pahlawan terbaik. Untuk sang penyelamat jagad raya. Untuk ayah terbaik bagi anak-anak kami. Dia pergi dengan tenang, aku...