11 – [HARI PERTAMA SEKOLAH]
Sama seperti penciptanya, TONY menceritakan kisah cemburu pertamanya itu dengan kalimat dan intonasi yang berbelit-belit. Namun, dalam rangka mengenang masa lalu, aku rasa sesi bercerita itu adalah terapi yang cukup bagus. Sepanjang A.I itu bercerita, perlahan tapi pasti, perasaan memandang Tony sungguhanlah yang bercerita memenuhi kepalaku. Sejenak, duka dan perasaan kehilangan itu terhapus dengan mudah, digantikan dengan sahutan dan timpalan agak ceria—atau setidaknya, ceria menurutku.
Sayangnya, obrolan nostalgia itu selesai saat dua jam kemudian karena Rhodes meneleponku via video dan mengatakan bahwa Morgan ingin pulang denganku.
Begini awal panggilan video itu:
"Pep, Morgan ingin bicara denganmu."
"Pepper, aku sungguh minta maaf— Aku tidak bermaksud mengemukakannya di hadapan—"
"Happy, sudahlah. Semuanya sudah terucap. Bukan hanya kau yang salah, tapi juga aku. Morgan hanya butuh ibunya saat ini."
"Ada apa sebenarnya, Tuan-tuan?"
"Tony menjadikan dirinya A.I, kan? Morgan sudah tahu itu, Pepper. Ketika Happy mengobrolkan insiden penyerangan rumahmu, cerita tentang TONY yang menolong Morgan meluncur. Tak sengaja, anak itu mendengar semuanya dan mulai menuntut jawaban yang benar." "Hei, TONY,"
"Hei, buddy—"
"Bagaimana keadaannya sekarang, Rhodes?"
"Sebentar, Pep. Dia sedang mengambil tas sekolahnya di—"
"Mommy...! Aku rindu daddy yang asli.... Aku ingin bertemu daddy.... Jemput aku, Mommy...."
Dan yah, itulah yang terjadi. Happy tak sengaja membicarakan serangan Hydro-Man yang berhubungan dengan kemunculan TONY itu. Entah bagaimana caranya, Happy berhasil jujur kepada Morgan.
Singkatnya, ya, kini anak itu tahu bahwa baju Iron yang kemarin muncul secara mendadak hanyalah berisi sesuatu yang tak nyata. Morgan tahu daddynya sama sekali tidak kembali dari kematian. Morgan pun tahu bahwa ucapan TONY tentang mengantarnya ke sekolah di pagi tadi tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Di video call sesaat lalu, Morgan menangis sambil memaksaku segera ke rumah Rhodes. Alhasil, di sinilah aku sekarang—dalam mobil baru pilihan TONY, aku menurut saat dipaksa olehnya untuk menjemput Morgan dengan cara yang lebih wajar daripada mengenakan kostum rescue.
Setelah memarkirkan mobil di halaman depan rumah pensiunan Airforce itu, aku menoleh kepada TONY yang sudah menghidupkan dirinya lagi di atas proyektor mini yang tertempel pada dashboard mobil.
"Kau yakin tidak ingin ke luar?"
"Seandainya aku bisa memeluknya lagi, pasti opsi itu terdengar lebih baik, Pep."
Yah, benar. Faktanya, memang sebuah pelukanlah yang Morgan butuhkan saat ini. Hal itu terbukti saat aku ke luar, dari balik jendela rumah Rhodes, Morgan langsung menyadari kedatanganku. Ia menghambur ke pelukanku dengan isakan yang makin hebat.
"Ayo kita ke Daddy, Mom...."
Ah, Morgan.... Segera, kubelai rambut hitam khas Tony itu, mendekapnya ke dalam pelukan panjang. Morgan membenamkan kepalanya di ceruk leherku, menangis di sana sementara aku mengangguk mengiyakan ajakannya. "I-iya, Sayang. Iya. Sabar sebentar, ya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
LEGACY [Fan Fiction] ✔
Fanfiction[Setting waktu setelah Avengers Endgame] [Fanfict MCU] "Kau bisa istirahat sekarang." Itulah kalimat terakhirku untuknya. Untuk pahlawan terbaik. Untuk sang penyelamat jagad raya. Untuk ayah terbaik bagi anak-anak kami. Dia pergi dengan tenang, aku...