29 - [MORGAN H. STARK]
PEPPER terbang dalam gusar. Dalam kepalanya, terbayang teriakan ketakutan Morgan saat diambil oleh orang yang siapa pun itu. Dalam kepalanya, tidak ada kata-kata positif—yang ada hanya kata-kata negatif bernada khawatir dan menyalahkan.
Menyalahkan kehadiran TONY-lah—apa lagi?
Setelah berkali-kali menanyakan keberadaan Morgan maupun baju Rescuenya kepada Friday dan selalu mendapat jawaban yang sama, Pepper muak. Ia memilih untuk langsung menemui TONY saja di area pertarungannya dengan Thunderbolts, tak peduli risiko apa pun yang akan ia hadapi.
Bagi Pepper, semenjak dirinya setuju dan mau mempunyai buah hati dari seorang Tony Stark, tidak ada pilihan lain selain maju ke garis terdepan untuk menjaganya, meski dalam area pertempuran sekalipun.
*
2018. Avengers Compound.
"Ke mana mereka sekarang?"
"Menuju jalan pulang, Tony. Thanos telah mati—batu-batu itu telah mati pula."
Selanjutnya ekspresi itulah yang Pepper lihat—gusar. Di atas ranjangnya, dalam kondisi masih lemah dan kelaparan, Tony bergerak-gerak, seperti mencari saat yang tepat untuk tiba-tiba bangkit dan mengenakan armornya.
"Tony, kau masih lemah. Jangan pernah berpikir untuk meninggalkan markas—"
"Rhodes," potong Tony segera, "tolong pastikan mereka baik-baik saja." Tanpa diminta dan tanpa meminta tolong, ia bangkit, mengambil arc reaktornya di meja, lalu memberi kode pada Pepper sebelum menoleh kembali pada Rhodes.
"Aku dan Pepper pergi. Sampaikan salamku pada semuanya."
*
East Coast. Hingga beberapa bulan setelah pernikahan mereka, rumah dua tingkat berkabin itu menjadi tempat Tony belajar menjadi pria rumahan. Mengurus rumah dan Pepper kini menjadi kewajiban barunya.
"Air hangatnya sudah pas?"
Pepper mencelupkan tangannya ke bathtub yang sudah disiapkan suaminya. "Sudah. Cukup. Terima kasih, Tony."
"Aw, aku mau ucapan terima kasih dari Morgan kecil kita dulu."
Pepper melirik Tony dengan lucu. Setiap kali--setiap kali suaminya itu berucap dengan nada yang dimanjakan, kekanak-kanakan, ia sama sekali tak bisa menahan senyum. Pria yang mulai memasuki usia paruh baya di depannya ini sudah berubah. Dari seorang bilioner, playboy, filantropis, menjadi family man yang bisa diandalkan. Tony selama tujuh bulan masa kehamilannya adalah Tony yang bisa membersihkan rumah, memasak air untuk mandi, menyiapkan peralatan kontrol mulut rahim---itu pun karena ia yang memaksa---dan merespon semua kontraksi Pepper dengan tak berlebihan. Overall, dia pria yang tenang.
Satu hal yang tidak bisa berubah dari pria itu: sarkasmenya, seperti barusan, yang biasa dijawab Pepper dengan kekehan dan mengelus perutnya seolah Morgan---rencana nama bayi mereka nanti---tengah berbicara dengan Tony.
"Terima kasih, Ayah." Pepper mengubah suaranya seperti biasa, "Ucapkan selamat tinggal pada Ayah. Kita mandi dulu, Sayang."
Tony hanya tersenyum. Ia menutup tirai kamar mandi tempat Pepper berada dan keluar, memilih untuk melihat kesiapan makan siang mereka. Shrimp dan Grits untuk Pepper, dan ayam bakar serta waffle untuknya. Masakan mereka berdua. Di kursi yang lain, ada menu pancake blueberry dan teh hangat.
Iseng, Tony meluruskan sendok makan yang tadinya miring. Senyum tersungging di bibirnya. Kemudian, melalui smartwatchnya, ia menelepon seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEGACY [Fan Fiction] ✔
Fanfiction[Setting waktu setelah Avengers Endgame] [Fanfict MCU] "Kau bisa istirahat sekarang." Itulah kalimat terakhirku untuknya. Untuk pahlawan terbaik. Untuk sang penyelamat jagad raya. Untuk ayah terbaik bagi anak-anak kami. Dia pergi dengan tenang, aku...