2

8K 485 8
                                    

Matahari mulai menampakan diri, dan dengan malu-malu muncul dibalik tirai gorden kamar gadis yang tengah bergelung dengan selimut di atas tempat tidurnya. Suara berisik dari luar kamarya tidak mampu menyadarkannya dari mimpi dalam tidurnya.

Bahkan ketukan dan teriakan yang terdengar dari balik pintu kamarnya tidak juga membuatnya sadar, mungkin mimpinya lebih memberikan kebahagian yang nampak nyata ketimbang kenyataan itu sendiri. Dia terus mengembara mencari sesuatu yang tak pasti dan tak mungkin nyata di dalam mimpinya hingga suara-suara dari dunia nyata tak mampu menyadarkannya.

Hingga suara lain dan dobrakan berkali-kali dari pintunya berhasil menyadarkan gadis itu dari kehidupan tak nyata di dalam mimpinya. Dia membuka matanya dengan cepat, terkejut dengan suara berisik yang berasal dari luar kamarnya. Matanya masih belum sepenuhnya terbuka begitu juga dengan kesadarannya tapi suara berisik di luar kamar memaksanya untuk segera sadar.

"Kalau kakak enggak bangun juga, aku dobrak pintunya." Suara tak asing itu akhirnya terdengar jelas. Ya, tentu saja, siapa lagi yang berisik dipagi hari kalau bukan adik kecil kesayangannya itu. Mereka hanya tinggal bertiga di rumah ini, ibunya yang kalem tidak mungkin berteriak bar-bar seperti yang dilakukan adik bungsunya itu.

"Iya kakak udah sadar dek, berhenti gedor-gedorin pintu." Dia sudah benar-benar sadar walau kantuk masih menguasi tapi dia harus bangun kalau tidak ingin adiknya terlambat ke sekolah, walau dia yakin ini masih sangat pagi.

"Kalau aku nggak gedor-gedorin pintu. Kakak nggak akan bangun, cepetan cuci muka sama sikat gigi terus antar aku ke sekolah, aku nggak mau telat."

"Iya bawel." Jawab gadis itu singkat, dia segera bangun dari tempat tidurnya dan berlalu ke kamar mandi untuk bersiap-siap.

Alona keluar dari kamar tidurnya dan berjalan menuju ruang makan, ibunya terlihat sibuk di dapur sementara adiknya Aleeza sibuk dengan bukunya di meja makan.

"Pagi. " sapanya kemudian lalu mengambil tempat duduk di sebelah adiknya.

"Pagi juga sayang, gimana tidurnya?" ibunya membalas dengan lembut seperti biasanya, ia membawa segelas air hangat dan memberinya pada putri sulungnya itu.

"Enak mam, Alona sampai nggak sadar dipanggil berkali-kali."

"Itu karena kamu terlalu kecapean Al, coba itu kegiatannya dikurangi, jangan terlalu memforsir diri kamu sendiri dengan kegiatan-kegiaan yang bisa buat kamu kelelahan begitu." Entah sudah berapa kali ibunya Anita menasehati putrinya itu untuk sedikit mengistirahatkan tubuhnya dan entah berapa kali juga putri sulungnya itu tidak mendengarkan.

"Lebih enak kayak gini ma, paling mudah buat aku tidur." Anita hanya menatapnya saja tanpa membalas ucapan putrinya, karena percuma melawan sifat keras kepala putrinya itu.

"Dek kalau di meja makan tu, bukunya disimpan. Fokus sama makanan." Alona menatap adiknya dan menarik buku yang dibaca Aleeza dan menyimpannya di tas sekolah adiknya.

"Kalau waktunya makan ya makan, bukan baca buku." Teguran tegas itu dituruti dengan patuh oleh gadis remaja itu, Alona adalah tipe kakak yang sangat penyayang tapi dibalik itu semua ketegasannya tidak bisa diabaikan. Sekali kakaknya berucap serius dan penuh penekanan maka ia akan langsung menuruti.

Ibunya hanya tersenyum melihat anak bungsunya dengan patuh mengikuti suruhan kakaknya tanpa protes, tapi dibalik itu semua kesedihan terlihat jelas dimata sang ibu. Karena alasan dari sikap dan sifat putri sulungnya saat ini ada andil besar dari kegagalannya di masa lalu.

Masa lalu mengubah putrinya menjadi pribadi yang lebih keras, kadang ia merasa gadis itu terlalu dingin dan bertumbuh dengan karakter yang tidak seharunya tapi apa mau dikata nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada cara untuk mengubahnya, sekarang mereka harus fokus ke masa depan, serusak apa pun masa lalu hal itu tidak bisa diubah. Biarkan kisah itu menjadi kenangan, tidak ada alasan baginya untuk selalu mengingat walau hati menjerit lain.

Still The SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang