23

4.2K 537 50
                                    


Kenzo baru saja berjalan memasuki rumahnya saat mendapati Angel sudah duduk di sofa ruang tamu. Gadis itu sontak berdiri dan tersenyum semringah saat Kenzo akhirnya pulang, ia berjalan mendekat pada pria itu yang tengah berdiri mematung menatap terkejut padanya.

"Mas udah pulang? Udah aku tungguin dari tadi." Ucapnya lembut sembari menyalami Kenzo.

Kenzo yang akhirnya tersadar dari keterkejutannya memilih memberikan tangannya untuk disalami.

"Kamu kok bisa di sini dek? Tumben." Ucapnya sebelum menciumi kening gadis itu.

"Hehe.. aku kangen soalnya, abis mas Ken susah banget ditemuin belakangan ini, aku kan jadinya bingung. Makanya aku samperin." Angel berucap sembari berpura-pura merajuk, wajahnya merengut sembari melipat tangan berpura-pura kesal.

Kenzo hanya dapat tersenyum, ia mengangkat satu tangannya mencapai puncak kepala Angel dan mengusapnya perlahan, "Maaf ya. Belakangan ini kerjaan mas makin banyak, jadi nggak sempat buat ajak kamu jalan-jalan."

"Alasan. Bilang aja udah nggak mau ketemu aku." Rajuk Angel lagi.

"Nggak lah. mana mungkin mas tahan nggak ketemu sama cewek yang paling mas sayang, beberapa hari ini aja mas udah kangen banget." Ucap Kenzo sembari menarik Angel mendekat untuk dipeluk.

Angel balas memeluk Kenzo erat, dihirupnya aroma pria itu pelan  hingga memenuhi rongga dadanya, betapa ia merasa legah dan tenang karena pria itu akhirnya berada di dekatnya.

"Ya udah yuk makan, tadi aku bantuin mami masak, kita masak ikan asam manis kesukaan mas Ken." Ujar Angel bersemangat, ia menarik pria itu agar melangkah lebih cepat menuju ruang makan.

Di ruangan makan Fero--ibu Kenzo sudah menunggu sembari mengatur masakan yang sudah tersedia di atas meja makan.

"Akhirnya pulang juga kamu, itu cewek mu udah tungguin kamu dari tadi siang. Kenapa lama si? Kata papi rapat pemegang saham udah kelar sebelum siang tadi, seharunya kamu udah balik dari sore." Ucap Fero sembari melangkah mendekati Kenzo untuk disalami anaknya.

Kenzo yang tidak siap ditanyai pertanyaan seperti itu, mendadak gelagapan, bingung harus menjawab bagaimana. Ibunya sangat tahu jika ia berbohong.

"Itu.. Tadi aku bareng Tama mampir di kafe dulu, refres otak mim." Jawabnya sembari melangkah cepat menuju meja makan, menghindari ibunya dari membaca ekspresi wajahnya, tidak mungkin ia mengatakan habis bertemu Alona, secara ibunya belum tahu gadis itu sudah ditemukan. Lagi pula masih ada Angel di antara mereka, ia tidak mungkin jujur.

"Oh.. Mami kirain kamu nginap di apartemen kamu, kalau beneran mungkin mami sama Angel udah seret kamu dari sana."

"Nggak kok, ngapain juga aku di apartemen? udah ya aku lapar. Pengen cepet-cepet merasakan masakan enak dari wanita-wanita tersayangku." Balasnya tak peduli.
***

"Kak kemari sebentar, mama mau bicara." Anita memanggil Alona untuk berpidah duduk di sebelahnya saat gadis itu akan menaiki tangga menuju kamarnya, sore tadi Any memaksa mereka pulang dan membiarkan Ben saja yang menjaganya di rumah sakit dan terpaksa dengan berat hati mereka meninggalkan Any bersama Ben, dan besok pagi-pagi sekali mereka akan kembali ke rumah sakit untuk menjaga Any.

Alona mengkerutkan keningnya, ia tentu hafal tabiat ibunya jika akan berbicara serius, seperti saat ini. Ibunya akan memastikan Aleeza tidur lebih dulu agar hanya menyisakan mereka berdua, pantas saja ibunya menyuruh Aleeza untuk tidur lebih awal.

Alona melangkah mendekat dan duduk tepat di sebelah ibunya, "Ada apa mah?" Tanyanya kemudian.

"Mama mau bicara serius sama kamu, ini bukan tentang Any atau Kenzo. Tapi kamu, sudah lama mama mau mengungkit hal ini, tapi baru sekarang momen yang tepat untuk mama bicarakan." Ujar Anita, ia menjeda kalimatnya sembari menghela napas pelan menatap pada putri sulungnya itu.

"Mama merasa kamu berubah nak? Emosi kamu, sikap kamu semua seperti susah kamu kendalikan. Apa kamu sadar kalau kata-kata yang kamu keluarkan ketika marah sangat buruk dan keterlaluan. Sikap tak acuh kamu juga sering mama dapati. Jujur sama mama, apa dampak perpisahan mama dan papa kamu menjadi faktor utama kamu seperti ini?" Ucapan Anita membuat Alona mematung, gadis itu tak menyangka ibunya akan membahas hal itu saat ini.

"Bukannya Alona sudah pernah bilang kalau Alona baik-baik saja, perpisahan kalian nggak membawa dampak apa pun pada ku mam. Jadi nggak usah mikir hal yang tidak penting sama sekali." ujar Alona, ekspresi gadis itu mengeras. Ia tak suka ibunya mengungkit perpisahannya dengan pria penghianat itu.

"Tapi kak kamu harus sadar bagaimana kamu bersikap dan berkata-kata. Menurut mama itu sudah dibatas kewajaran. Sangat keterlaluan dan kasar, mungkin kamu tidak merasakan apa pun tapi kami yang mendengarnya merasa sangat terkejut jika ucapan kasar kamu sudah keluar. Apa kita perlu ke psikolog kak? Biar kamu bisa mengurangi tekanan dan ingatan buruk yang kamu rasakan. Mama mau kamu baik-baik saja nak. Mama tidak tega kamu hidup dalam kebencian seperti ini." Mohon Anita dengan senduh, ia memeluk putri sulungnya erat, rasanya ia ingin mengambil semua duka yang Alona rasakan.

Akhirnya Alona memilih untuk diam, ia tidak tahu harus merespon seperti apa. Melihat ibunya bersedih hati ia ikut merasa sedih, tapi untuk melupakan apa yang dilakukan ayahnya ia tidak akan mau, sekali pun ia harus tersiksa oleh rasa benci seumur hidupnya, ia akan tetap membenci pria itu.
***











Besok saya akan update lagi, jadi ditunggu. Jangan lupa vote dan komennya pleaseeee. 🤓🤓🤗💞💞💞💓🍧



Miss one
🤓🤓

Still The SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang