"Jadi selama ini lo bohong ke kita?" Alona bersuara ketika ruangan yang didominasi cat putih itu diliputi keheningan, wajah datarnya tak mengambarkan suasana hatinya yang buruk. Sebisa mungkin gadis itu menahan emosinya. Ia tak tahu emosi pada siapa, yang pasti perasaannya benar-benar kacau.Any terdiam, gadis pucat itu tak langsung menjawab, ia hanya menatap Alona sembari menimbang kata-kata yang pas ia gunakan untuk menjelaskan hal yang ia simpan sendiri selama ini, "Gue gak ada maksud buang bohong, situasinya nggak memungkinkan gue buat cerita ke kalian, banyak hal yang gue pikirin dan itu buat gue nunda buat cerita."
"Tapi kita sahabat lo An, nggak seharusnya lo nggak jujur kayak gini. Ingat kita selalu berbagi suka duka bersama, nggak nyimpan masalah sendiri." Lia berseruh kecewa, alisnya melekung tinggi dengan dahi mengkerut dalam, ekspresi kesal dan kecewanya mejadi satu.
"Berbagi suka duka bersama? Seharunya kalimat lo nggak hanya lo tujuin ke gue, lo lupa Alona sembunyiin fakta tentang bokapnya lebih lama dari gue?" Sindir Any.
"Sudah hentikan, kalian saling menyalahkan seperti ini nggak akan menyelesaikan masalah." Anita akhirnya ikut bersuara, wanita itu berjalan mendekati Any kemudian dengan lembut menyentuh lengan gadis itu.
"Kasih tahu Bunda, sebenarnya ada apa? Kenapa dokter bilang kamu kelelahan dan banyak pikiran, apa sikap pria tadi membuat kamu tertekan?" Tanya Anita lembut.
Any menatap sendu pada Anita, wajah tanpa ekspresinya berubah seketika ketika mendengar pertanyaan penuh kelembutan dari wanita itu, "Ayah sama ibu usir aku Bun, mereka malu punya anak kayak aku." kesunyian kembali mengampiri ruangan itu, mereka semua mendadak terdiam tak menyangka. Bahkan Kenzo yang ternyata belum meninggalkan ruangan ikut merasakan perasaan ibah pada Any.
"Ayah dan Ibu nggak nganggap aku anak lagi sesaat aku mengaku hamil. Mereka ngusir aku dan udah empat hari ini aku tinggal di kos-kosan." Akuhnya lagi.
"Jadi saat tadi pagi gue jemput lo itu bukan kosan temen lo? Anjir An tempet kumuh kayak gitu lo jadiin tempat tinggal! Wajar aja kalau lo hampir keguguran! ruangan kecil, nggak ada isinya, kasur tipis dan bahkan nggak ada lemari. Lo sinting? Bisa-bisanya lo nggak bilang ke kita." Ben berucap marah, pria itu kembali emosi sesaat mengingat kembali tempat tinggal Any yang pagi tadi sempat dia datangi.
"Gue nggak mau bikin kalian beban, nggak mau ngerepotin." balas Any.
"Nggak buat beban? An lo sadar nggak si hal yang bikin kita beban malah karena sikap lo yang kayak gini. Pakai otak lo! Mikirin tu bayi lo, liat sekarang akibat dari kebodohan lo. Hampir aja lo kehilangan dia kan!" Alona melangkah mendekat pada Any, berdiri tepat di samping ibunya --Anita.
"Sudah cukup! Kalian malah membuat Any semakin tertekan. Sebaiknya kalian keluar sekarang, biar bunda yang temani Any." Anita berseru tegas.
"Tapi mah.."
"No.. Keluar sekarang, Any butuh istirahat bukan mendengar ceramah kalian." Potong Anita yang membuat ke empat orang itu akhirnya menyerah dan pergi meninggalkan Any dan Anita di ruangan itu.
Kenzo berjalan lebih dulu karena ia yang paling dekat dengan pintu keluar, sejujurnya ia tak nyaman dengan situasi ini dan tidak berniat untuk mengetahui fakta mengenai gadis bernama Any itu lebih jauh, hanya saja ekspresi sedih Alona membuatnya tetap bertahan hingga membuatnya harus mendengar pecakapan tadi yang dengan sukses menaiki kadar amaranya pada Tama.
Rasanya ia ingin menuju apartemen pria itu sekarang dan mengahajarnya sampai mampus, agar otak sahabatnya itu bisa dipakai untuk berpikir.
"Ngapain lo masih di sini?" Pertanyaan bernada dingin itu menghentikan langkah Kenzo, ia berhenti dan berbalik mengahadap pemilik suara. Wajah dingin Alona yang menjadi pemandangan pertama ketika ia berbalik.
"Memangnya kenapa? Ini rumah sakit, tempat umum yang boleh didatangi semua orang. Pertanyaan kamu sama sekali tidak masuk akal." Balas Kenzo santai, ia menatap gadis itu cukup intens membuat gadis itu sedikit tak nyaman.
"Nggak usah banyak bacot. Lo dan kaum lo nggak diterima di sini, manusia-manusia kayak kalian penyebab utama kesengsaraan kami. Seharunya lo tau diri." Ucap Alona lagi.
"Terserah kamu mau ngomong apapun sesuka kamu, aku berada di sini murni karena rasa kemanusiaan, kalau apa yang tadi teman kamu katakan benar maka sudah seharusnya aku ada di sini. Karena yang ada di perut gadis itu calon anak sahabat ku, jadi wajar kalau aku menjenguk ibunya, karena tentu saja kami akan terhubung."
Alona tertawa sinis mendengar penuturan Kenzo, ia menatap pria itu semakin dingin sebelum kembali berucap, "Lo nggak dengar teman sialan lo nggak mau ngakuin anak itu? Dia salah satu penyebab utama Any tertekan dan hampir keguguran. Lo harus tau diri dan malu atas apa yang sahabat sialan lo lakukan bukan malah nunjukin muka lo dengan bangga di sini! Kalian hanya akan buat Any tertekan. Sebaiknya sekarang lo pergi, eneg gue liat tampang sialan lo!" Ujar Alona penuh emosi sembari mendorong dadan Kenzo agar mundur mejauh dan pergi.
"Sudah lah Alona! Berhenti sangkut pautkan masalah kita dengan Any dan Tama. Aku tidak ingin mengungkitnya sekarang, apa bisa kau kesampingan dendammu itu? Aku sama sekali tidak berniat mengganggu kamu." ujar Kenzo sama kesalnya, entah kenapa ia merasa Alona berubah menyebalkan dari apa yang ingat dulu. Gadis itu menjadi lebih kasar, pemarah, dan tidak berperasaan belum lagi sikap dinginnya.
"Nggak ada niat mengganggu? Kehadiran lo di sini aja udah mengganggu! Jadi sebaiknya lo pergi atau gue panggil sekuriti untuk ngusir lo dari sini." Ancam Alona.
Kenzo terdiam, pertengkaran mereka mulai menarik perhatian pengunjung rumah sakit. Dengan terpaksa ia mengalah, ia menenangkan dirinya agar tak semakin terpancing sikap Alona.
"Aku pergi tapi bukan berarti aku berhenti untuk kemari karena ini sudah menjadi urusanku. aku yang akan membawa Tama mempertanggungjawabkan perbuatannya dan ketika urusan mereka selesai, selanjutnya kita yag selesaikan urusan kita. Jangan harap aku menyerah dengan sikap keras kepala kamu Alona, semakin kamu berlari semakin aku mengejar, jangan harap ada jeda lagi untuk kita." Ucap Kenzo penuh penekanan, setelahnya ia pergi begitu saja tanpa menengok lagi, semetara Alona hanya bisa terdiam menahan getar tubuhnya yang penuh emosi.
"Laki-laki sialan!" Umpatnya sebelum berbalik dan kembali masuk ke ruangan Any dan Anita berada.
***Nanti malam aku update lagi jadi ditunggu ya, Aku update dua kali jadi mohon vote dan komennya pleaseeeeee 🤗💞💞🍧🤘🍦🤓
KAMU SEDANG MEMBACA
Still The Same
RomanceWARNING!! Adults Only! Terdapat banyak kata-kata kasar dan adegan kekerasan! Mohon bijaklah memilih bacaan. ** Ketika kau dikhianati oleh dua orang yang kau percaya sekaligus, orang yang dipercaya sebagai cinta pertamamu dan seseorang yang kau yaki...