"Lo udah selesai ngambeknya?" Alona bertanya santai dan setengah menyindir pada Lia yang saat ini sudah duduk di depannya dengan senyum mengembang ceria. Ia seolah lupa kalau kemarin sempat kesal pada Alona dan pergi begitu saja dengan wajah merengut."Apaan si. Emang siapa yang ngambek coba." Gadis itu berucap sedikit kesal sebelum beralih mengambil es teh milik Alona dan langsung meneguknya hingga tersisa setengah.
"Lo punya kebiasaan buruk datang ke kantin bukannya pesan sendiri malah comot makanan dan minuman punya orang." Alona berujar kesal sembari menarik es tehnya menjauh dari jangkauan Lia.
"Kan bisa pesan lagi Al."
"Males ngantri."
"Ben mana?" Lia mengedarkan pandangannya ke seluruh kantin, mencari keberadaan Ben Yang mungkin tengah memesan makanan.
"Dia nggak ke kampus, hari ini nggak ada bimbingan. Lo nggak baca group, kirain masih ngambek."
"Apaan si. Lo kira gue anak TK apa ya pake ngambek segala." Alona memutar bola matanya malas, Lia memang tidak pernah sadar dengan sifatnya itu.
"Hem." Alona hanya bergumam, enggan memperpanjang obrolan menganai hal itu.
"Gue kirain Any udah duluan ke sini. Astaga, padahal gue udah telah sepuluh menit dan dia belum datang juga." Lia menatap jam tangannya kemudian beralih menatap pintu kantin.
"Any? " Tanya Alona.
"Ho'o, hari ini dia main ke fakultas kita, katanya pengen cuci mata dan kangen lo sama Ben." Jelas Lia. Any yang mereka sebutkan barusan adalah sahabat sejak SMP Lia, Ben dan Alona juga dekat dengan gadis itu tapi karena mereka beda fakultas jadi jarang berkumpul dengannya.
"Dia mau curhat Al. Any lagi galau" Kalimat tambahan itu membuat mata Alona beralih dari bukunya dan berganti menatap Lia.
"Not again." Untuk kesekian kalinya ia harus mendengar berita buruk mengenai percintaan Any yang memang tidak ada habisnya, dan kalau sudah begini Alona yakin hari ini waktunya hanya akan dihabiskan untuk mendengar keluhan gadis itu. Pantas saja dia datang mendadak tanpa pemberitahuan lebih dulu.
"Hari ini harusnya gue, Lo sama Ben jadi pendengar setia dia. Tapi karena Ben nggak ada jadi beban ini hanya kita emban berdua." Lia berujar pasrah.
"Cowok yang sama atau beda lagi." Alona bertanya sembari menutup bukunya, menyimpannya di dalam tasnya dan mengancing tas itu kembali, ia tahu seharian ini tas itu tidak akan dibukanya lagi.
"Cowok baru." Jawab Lia sedikit memelankan suaranya.
"Hah? Yang mana lagi si? Bukannya baru tiga bulan lalu ya dia balikan sama mantannya?"
"Kalau sama yang itu udah nggak Al, sekarang tu beda lagi."
"Astaga." Alona menepuk jidatnya, tidak mengerti lagi dengan gadis itu.
"Terus ini apalagi masalahnya." Tanya Alona.
"Nggak tau. Kan Any baru mau cerita hari ini Al."
"Nah Panjang umur.. Itu si Any. Baru juga diomongin." Alona berbalik menatap ke arah pintu kantin dan menemukan sosok gadis yang baru mereka bicarakan tadi. Gadis itu berjalan ke arah mereka tanpa senyum, sejujurnya kalau Alona boleh menilai, keadaan Any terlihat cukup buruk sekarang. Rambutnya tidak diikat rapi, matanya membengkak dan sedikit memerah, bibirnya yang biasanya terlihat merah mudah justru terlihat pucat. Sepertinya ini bukan patah hati biasa, gadis itu terlihat mengenaskan.
"Anjir muka lo An. Mengenaskan banget." Lia menarik tangan Any untuk duduk di sampingnya, dia sedikit kawatir melihat keadaan Any yang lebih buruk daripada yang dipikirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still The Same
RomanceWARNING!! Adults Only! Terdapat banyak kata-kata kasar dan adegan kekerasan! Mohon bijaklah memilih bacaan. ** Ketika kau dikhianati oleh dua orang yang kau percaya sekaligus, orang yang dipercaya sebagai cinta pertamamu dan seseorang yang kau yaki...