13

6.3K 582 87
                                    

Kesunyian menemani perjalanan ke empat orang itu, tak ada yang bersuara karena merasakan aura yang tak mengenakan dari Alona. Bahkan Lia dan Any yang hampir mati penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pun menutup mulut mereka.

Alona yang terdiam menunjukan gestur tak tenang seperti biasanya, tubuhnya menegang dengan buku jari yang mencengkram kuat kemudi, ia mengertakan giginya karena emosi yang sudah tak dapat ditahannya.

"Al.. " Anita akhirnya bersuara, ia tak tahan melihat tekanan yang dirasakan Alona karena pertemuan dengan keluarga mantan suaminya serta Kenzo.

Alona tak menyahut panggilan ibunya, ia tetap terpaku menatap lurus ke depan dan masih sibuk dengan pikirannya sendiri, hingga akhirnya Anita menyentuh pundaknya lembut.

"Alona." Gadis itu terkesiap dan dengan spontan menoleh pada ibunya.

"Kenapa mam?" Tanyanya.

Anita menatap putrinya sembari menghela napas pelan "Kamu masih memikirkan pertemuan tadi nak?" Tanyanya.

Alona tak langsung menjawab, pertanyaan itu justru memancingnya untuk mencengkram kemudinya lebih kuat.

"Udah nggak." Jawabnya yang berbading terbalik dengan sikap dan isi pikirannya.

"Jangan bohong nak, mama tahu sejak tadi kamu nggak tenang sama sekali, jangan suka pendam semuanya sendiri Alona. Apa yang menyiksa kamu biarkan kami tahu, belajar lah untuk lebih terus terang."

"Alona lagi nyetir mam, kita ngomong lagi saat udah sampai di rumah." balasnya yang membuat Anita mau tidak mau menuruti perkataan putri sulungnya itu, sementara Aleeza, Any dan Lia hanya bisa terdiam dan menyimak, mereka cukup memahami situasi.

Sesampainya mereka di rumah, Alona langsung memasukan mobil ke dalam garasi, sementara yang lainnya langsung masuk dan menunggu Alona di ruangan keluarga. Aleeza mendadak gugup, takut kakaknya akan memarahinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi, kalau ia tidak berbohong pada ibu mereka dan tidak mendatangi tempat itu, hal ini tidak mungkin terjadi.

Alona masuk ke dalam rumah dan langsung mengambil tempat duduk di sebelah ibunya yang berarti langsung menghadap Aleeza, Lia dan Any.

Alona duduk dengan tenang, gesturnya tak setegang tadi, ia menatap lurus pada adik perempuannya tanpa berniat mengeluarkan suara terlebih dahulu.

"Kakak.. " Cicit Aleeza dengan kepala menunduk dalam, ia sadar sepenuhnya akan kesalahan yang sebenarnya juga tak bisa ia hindari.

"Kakak nggak akan bertanya alasan kamu  sampai berada di tempat itu dan kenapa kamu berbohong. Kakak hanya mau bilang lain kali jangan pernah bohong Aleeza karena mama kita nggak pernah ngajarin kita untuk nggak jujur. Lihat hasilnya sekarang, hal buruk menimpa kamu dan hampir aja kami nggak tahu, kakak benci setiap nggak tahu dimana keberadaan kamu jadi jangan pernah ulangi kejadian hari ini, jangan buat kita mati berdiri karena terlambat menolong kamu jika ada kejadian buruk menimpa kamu. Apa kamu mengerti Aleeza?" Ujar Alona tegas dan datar.

"Mengerti kak. Maaf Eza bohong. Eza gak punya pilihan selain datangi tempat itu karena mereka ngundang kita secara mendadak, baru tadi pagi kita dikasih tahu untuk datang karena diundang kusus sama istri pemilik hotel itu jadi Eza nggak punya pilihan lain selain ikut." Ucap Aleeza penuh penyesalan, gadis itu masih menunduk dan dengan sekuat tenaga menahan air matanya. Alona menjadi tak tega, apalagi hari ini adiknya harus melihat dirinya mengamuk. Terlalu banyak tekanan untuk Aleeza hari ini, harusnya ia membiarkan adiknya istirahan bukan malah menceraminya.

Alona berdiri dan memposisikan dirinya di depan Aleeza, ia mengangkat wajah adiknya kemudian berganti memegang kedua tangan gadis itu.

"It's okey.. Mama dan kakak hanya kawatir, kita nggak marah, kamu sudah melakukan hal tepat dengan menghajar pria tadi, kamu kuat, kakak bangga. Everything will be okey, kakak janji, hanya berhenti bohong Okey. Nggak boleh lagi." Ucap Alona dengan nada yang melembut.

Still The SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang