21

5.3K 537 33
                                    


Kesunyian menemani mereka saat Any sudah memasuki ruangan UGD. Alona termenung ditempat duduknya sembari memijit pelan kepalanya sementara Lia berdiri tak jauh darinya tengah menangis sembari memeluk Ben yang balas memeluknya dengan wajah khawatir yang terlihat jelas. Anita pun ikut menangis, ia terlihat sangat kawatir, dalam hatinya ia berdoa Any dan kandungannya baik-baik saja.

Kenzo duduk berseberangan dengan Alona, ia tak berhenti memperhatikan Alona, memastikan gadis itu baik-baik saja karena ia tahu bagaimana Alona memiliki sedikit ketakut terhadap darah. Dan jika mengingat kembali bagaimana darah mengalir keluar dari ujung celana Any dan bercak darah yang terlihat jelas di celananya, rasanya Kenzo juga tak kuat melihatnya apalagi Alona.

Tama duduk dengan bersandar penuh pada tempat duduknya, pria itu menutupi wajah dengan satu lengannya, sejak tiba dirumah sakit pria itu tak merubah posisinya. Hanya terlihat beberapa kali menyeka keringatnya sembari terdiam di tempatnya.

Tak berapa lama  pintu kamar UGD terbuka, kelima orang itu serempak berdiri dan berjalan mendekati sang dokter yang berjalan perlahan mendekat ke arah mereka.

"Gimana dok apa temen saya baik-baik saja?" Lia berucap lebih dulu, tangannya terkepal menahan rasa takut atas apa yang akan sang dokter katakan.

"Dari hasil pemeriksaan inspekulo, mulut rahim ibu masih tertutup, dan sudah kami USG juga, puji Tuhan kehamilan dari si ibu baik-baik saja. Kami sudah beri obat penguat kandungan juga. Obat ini untuk mengurangi kontraksi rahim sehingga perut tidak kram atau nyeri. Sisanya dia harus istirahat total ya supaya kontraksi rahim dan perdarahan dapat berhenti. Oh ya, pastikan ibunya tidak dibiarkan untuk kelelahan dan banyak berkatifitas yang berat ya, jangan sampai juga stres dan pastikan asupan gizinya diperhatikan." Jelas sang dokter yang membuat wajah kawatir mereka berganti ekpresi legah, Lia menghapus air matanya sembari mengangguk mengerti pada sang dokter.

"Terimakasih banyak dok." Ucap Alona dan Lia secara bersamaan. Sang Dokter hanya mengangguk sembari tersenyum sebelum meninggalkan mereka.

Setelahnya bersama mereka mendakati ruangan tempat Any berada dan memasukinya, pemandangan yang mereka dapati pertama kali adalah gadis itu tengah terbaring sembari menatap kosong pada plafon ruangan itu, saat mendengar langkah kaki yang mendekat padanya baru ia mengalihkan pandangannya menatap teman-temannya juga pria yang berada tepat di belakang mereka.

Tama menatapnya dengan ekspresi tak terbaca dan Any tak mau repot-repot menebak apa isi kepala pria itu, satu-satunya yang ia pikirkan hanya kandungannya. Tak ada yang lebih penting dari bayinya. Ia mengalihkan tatapanya pada Ben.

"Ben, setelah gue keluar dari rumah sakit, lo langsung nikahin gue ya. Supaya nanti kalau ada apa-apa sama anak gue, udah ada lo yang bisa gue andalin. Nggak dirayain juga nggak apa-apa yang penting kita nikah." Any berbicara dengan ekspresi datar sembari menatap Ben, seolah apa yang baru ia ucapkan adalah hal mudah untuk dilakukan.

Ben menutup matanya menahan rasa kesal pada gadis itu, ia berjalan lebih cepat dan berhenti tepat di sampingnya, "Bisa-bisanya lo becanda di saat kayak gini. Nggak usah ngaco An. Nggak lucu."

"Siapa yang becanda? Gue serius. Kalau lo nggak berani biar gue yang datangin rumah lo, minta restu sama nyokap bokap lo." Ucapnya masa bodo, wajah pucat dan keadaan dirinya yang lemah serta kesakitan tidak dapat membuatnya berhenti untuk asal bicara.

"Terserah. Liat lo yang banyak bacot kayak gini, gue yakin lo nggak sekarat." Jawab Ben, ia legah Any baik-baik saja walau ditunjukan lewat sikap yang menyebalkan seperti biasanya gadis itu tunjukan.

Lia tak berkata banyak, saat mendekat ia langsung menunduk dan memeluk Any erat, tak berapa lama Alona ikut melakukannya. Dua gadis itu menindih Any hingga membuat gadis itu mengerang.

Still The SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang