25

4.8K 476 34
                                    


"Gimana? Masih nyerih nggak?" Ben bertanya sembari memijit kaki Any pelan, gadis itu tengah terbaring dengan posisi telentang menikmati pijatan Ben.

"Apanya? Kaki atau perut gue?" Tanya Any bingung.

"Ya apa pun yang nyeri. Masih nggak?"

Any berhenti mengunya buahnya dan menengadah menatap Ben sembari mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa lu? Tumben perhatian?"

"Jawab aja napa si? Serius juga." Ben berucap kesal, sembari mengeraskan pijitannya pada kaki Any, "Oou! Sakit bangke!" Any menarik kakinya mejauh dari jangkauan Ben dan balas menendang tangan pria itu.

"Kalau nggak niat mijit mending nggak usah." ketus Any.

"Makanya kalau ditanya tu jawab yang bener." balas Ben sembari kembali menarik salah satu kaki gadis itu untuk dipijitnya kembali.

"Ya masih nyerih lah, yang keluar tu darah bukan solar jelas aja masih sakit." Jawab Any masih dengan wajah kesalnya.

"Cuman nanya juga. Nggak usah ngegas." Ucap Ben tenang agar tak memperpanjang perdebatan tak penting mereka.

"Abis lo buat gue ngerih si, tiba-tiba perhatian. Jangan bilang lo cinta sama gue lagi." Tuduh Any sembari  menunjuk Ben. Mendengar itu Ben lantas segera melepas kaki Any dan berjalan mendekati kepala ranjang dan dengan rasa kesalnya ia menjitak gadis itu hingga membuat gadis itu mengerang kesakitan.

"Bacot. Gue pites juga tu mulut. Oga banget cinta-cintaan sama lu, udah bar-bar, mulut kayak petasan banting, nggak tau diri pula." Ujar Ben sembari mendorong-dorong kening Any.

"Apaan si! Makanya nggak usah sok-sok perhatian. Geli gue." Any mendorong Ben dengan kuat hingga pria itu terdorong kebelakang dan bertepatan dengan itu, pintu ruangan gadis itu terbuka, Alona dan Lia muncul dengan berbagai plastik memenuhi tangan mereka.

"Akhirnya dua macan tutul betina muncul juga. Capek gue ngurusin ni anak monyet sendirian. Dari tadi ngebacot mulu, lelah abang dek. " Ben segera menghampiri kedua gadis itu dan mengambil plastik makanan yang dipegang Alona, "Tau aja kalian gue lagi laper." Ben berjalan pada sofa ruangan itu dan segera fokus dengan makanannya.

"Gimana? Udah enakan?" Tanya Lia sembari berjalan mendekat.

"Lumayan lah, kayaknya gue udah bisa pulang hari ini."

"Kayaknya enggak deh, kata Bunda anita lo bakal dipindahin di ruangan VIP, katanya lo istirahat tiga hari dulu baru boleh balik. Kata Bunda dia nggak mau ngambil resiko, jadi lo nginap di rumah sakit nambah dua hari lagi." Jelas Lia.

"Hah? Ogah ah! Nggak mau, gue cuman pendarahan bukan kangker otak. Biarin gue pulang hari ini, nggak mau gue nambah nginap di sini." Balas Any sembari menatap bergantian antara Alona dan Lia.

"Lo bakal tetap di sini mau atau nggak. Kita nggak nanya persetujuan lo untuk nahan lo di sini." Ucap Alona, gadis itu berjalan mendekat pada Any setelah menyimpan semua belanjaannya.

"Tapi Al.. "

"No. Gue lagi nggak mau denger bantahan An. Nggak usah banyak ngeluh, kesehatan bayi lo yang lebih penting, jangan duluin ego lo. Karena ayah bayi ini nggak ada niat buat tanggung jawab, mulai detik ini bayi lo sampai nanti dia lahir atau bahkan sampai dia tumbuh gede nanti, dia tanggung jawab kita berempat. Jadi sekarang tutup mulut lo dan habisin makanan yang kita bawa." Seketika ruangan itu hening, Ben menghentikannya aktifitasnya, menatap Any dengan tersenyum begitu juga Lia. Semalam mereka telah sepakat untuk menjaga bayi itu apa pun yang terjadi, anak itu mungkin tidak akan merasakan kasih sayang dari ayah kandungnya, tapi mereka akan menggantinya dengan kasih sayang tulus milik mereka. Dan itu merupakan janji yang akan ditepati.

Any mengangkat telapak tangannya dan segera menutup kuat wajahnya setelah mendengar ucapan Alona, gadis itu menangis tersedu-sedu, merasakan perih juga rasa syukur karena ia telah dipertemukan dengan manusia-manusia luar biasa ini.

"An kalau bisa ni ye. Kalau lo nangis ingusnya tolong jangan sampai keluar, gue lagi makan. Jangan sampai napsu makan gue ilang, nggak sanggup gue." Ucap Ben tiba-tiba dan berhasil menimbulkan tawa ketiga gadis itu.

"Sialan lo!" Maki Any sembari menghapus air matanya perlahan, candaan receh Ben membuat perasaan melankolisnya hilang seketika.

"Ya udah kalau gitu makan yuk. Bunda masak khusus buat lu ni, katanya bahan makanannya bagus untuk menguatkan kandungan jadi harus lo habisin." Ucap Lia sembari menyiapkan makanannya. Keheningan melingkupi mereka selama beberapa detik sebelum Ben dan suara besarnya mengagetkan ketiga gadis tersebut.

"What the fuck! Al.. Alona!" Ben tiba-tiba berseruh, tangannya segera menyikirkan makanan yang ia pegang dan kembali fokus pada ponselnya yang tadi hanya iseng ia mainkan.

"Apaan si? Teriak nggak jelas." Ujar Lia sembari mengerutkan dahinya kesal. Namun Ben tidak menggubrisnya, matanya lekat pada layar ponselnya sebelum kembali menatap Alona ngeri, "Si Eza Al.." ucapnya sembari berdiri mendekati Alona dan memberikan ponselnya pada gadis itu. Alona menatap layar ponsel itu beberapa detik sebelum terkejut melihat apa yang muncul di layar ponsel pria itu.

"Fuck!"Umpatnya, ia segera mengambil ponselnya sendiri dan segera menghubungi Aleeza namun gadis itu tak mengangkatnya, terus ia hubungi berulang-ulang tapi tak kunjung diangkatnya. Tubuh gadis itu bergetar karena kesal, bagaimana bisa foto adiknya dan pria penghianat itu tersebar di madia sosial bahkan vidio mereka tengah terlihat berbicara pun ada.

Habis sudah kehidupan tenang mereka.

"Ada apa si?" Lia berjalan mendekat pada Alona dan Ben. Ia mengambil ponsel Ben dan ikut terkejut melihat gambar dan vidio Aleeza bersama Damian.

"Anjir Al! Kok bisa?" Any mengotak-atik ponsel Ben dan semakin terkejut melihat banyaknya akun yang mempos foto-foto dan video Aleeza dan pengusaha kaya raya itu.

"Di lambe turo juga ada njir. Gila kok bisa kesebar gini, mana captionnya pada nggak beres semua lagi." Ucap Lia sembari membuka dan melihat komentar dari postingan tersebut.

"Apaan si? Kalian ngomongin apaan." Tanya Any ikut penasaran.

"Beberapa akun gosip di intagram post foto dan Aleeza bareng om Damian." Jawab Ben.

"Hah?! Kok bisa?"

"Nggak tau, kayaknya ini baru tadi siang deh Al. Kalau liat komennya ada yang ngaku liat mereka depan sekolah Eza." Ucap Lia.

"Dan catptionnya gila. Mereka sengaja banget mau buat rumor nggak jelas." Lanjut Lia. Any mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk, ia ikut penasaran dan segera mengambil ponselnya dan membuka salah satu akun gosip yang mengunggah foto-foto tersebut, "Siang tadi om tampan Damian Domonic terlihat sedang besama daun muda di depan sebuah sekolah. Wahh kira-kira itu siapanya babang om ya??" Any membaca keras caption yang tertulis untuk foto dan vidio tersebut.

"Si anying! Captionnya sialan banget!" maki Any, gadis itu ingin membaca komentarnya tapi tak berani, ia yakin isi komentar netizen indonesia bisa membuatnya keguguran.

"Terus ini gimana Al. Coba Aleeza ditelepon. Gue kok jadi khawatir ya sama tu anak." Seru Any panik, gadis itu mencari kontak Aleeza dan menghubinginya tapi hasilnya sama saja karena Aleeza juga tidak mengangkat telponya, "Aduh ini anak kemana si? Kenapa nggak angkat telpon."

Alona kembali menghubungi gadis itu, namun kembali tidak diangkat, akhirnya ia beralih menghubungi ibunya dan beruntungnya langsung diangkat Anita.

"Mam Eza belum balik?" Tanyanya langsung tanpa menyapa.

"..."

"Apa? Belum balik?"

"..."

"Ya udah sekarang mama ke sekolah Eza dan cari dia di sana. Aku bakal tanya temen-temennya mungkin ada yang tau."

"..."

"Nanti aku cerita sampai rumah, sekarang mama ke sekolahnya dulu dan cari dia sampai ketemu. Aku dan Ben juga ikut cari ke temen-temennya." Alona segera mematikan ponselnya dan langsung bergegas untuk keluar ruangan.

"Gue sama Ben pergi dulu, kalian tetap di sini, nanti gue kabarin." Setelahnya ia langsung pergi meninggalkan ruangan dan diikuti Ben dari belakang. Ia hanya berharap adiknya--Aleeza baik-baik saja, dan jangan sampai ia ikut bersama pria itu. Ia tidak akan rela adiknya ikut apalagi dipengaruhi oleh pria penghianat itu.


Still The SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang