17

5K 620 75
                                    

Jangan lupa vote dam komen juga follow saya yakkkk 💞💞🤗
Selamat menikmati 💞🤓
****



"Masih mau niat bersembunyi An?" Damian tetap di tempatnya, berdiri sembari menatap Anita yang sudah berdiri tak nyaman.

Anita tak tahu lagi harus melakukan apa, dia hanya mematung tanpa niat menjawab Damian yang memang sejak dulu selalu muda membuat Anita mati gaya. Wanita itu hanya bisa terdiam menatapnya.

"Aku tahu kamu sejak tadi di dalam sana. Itu sebabnya aku memilih menunggu hingga kamu keluar dan lihat belum 20 menit aku meninggalkan parkiran, kamu sudah muncul tanpa harus menunggu lama. Perkiraan ku ternyata benar. Kamu berniat menghindari ku." Ucap Damian lagi.

"Apa yang anda inginkan?" Anita mencoba tenang dengan berbicara seformal mungkin. Ia menarik napasnya dalam, mencoba mencari ketenangan.

Damian mengernyit dalam mendengar kalimat formal yang keluar dari mulut Anita "Anda? Apa kamu mencoba memberi jarak di antara kita Anita? Apa kamu pikir aku akan memperlakukan kamu dengan berbeda hanya karena mendengar mu berbicara formal pada ku?"

"Saya tidak bermaksud memberi jarak, hanya saja status kita tidak memungkinkan saya untuk berbicara akrab dengan anda pak." Anita menjawab dengan lugas, sikapnya terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Nampaknya ibu dua anak itu sudah mampu mengendalikan dirinya.

"Status? Status apa memangnya yang kita miliki Anita? Apakah perceraian membuat kita berubah menjadi orang asing? Apa kita sudah tak boleh berbicara layaknya kawan dekat hanya karena kita sudah tak bersama lagi?"

"Menurut anda sendiri setatus apa yang kita miliki? Bukannya hubungan kita sudah berakhir tepat saat palu diketuk. Saya rasa sejak saat itu saya sudah tidak memiliki kepentingan dengan anda, jadi saya tidak merasa harus bersikap layaknya kawan, mengingat kita berpisah dengan tidak baik-baik, jadi tidak ada alasan untuk beramah-tamah pak." Anita berucap tegas, kalimatnya barusan merupakan gambaran yang jelas mengenai isi hatinya dan apa yang ia pikirkan 10 tahun belakangan ini. Kadang kala untuk membuat sesuatu yang rusak kembali normal adalah dengan melupakan apa yang menyebabkannya menjadi rusak.

Damian terdiam, pria itu bergerak tak nyaman di tempatnya, dan wajahnya mengeras. Ia tak tahan mendengar kalimat Anita, apa yang diucapkan Anita tak dapat diterimanya namun ia juga tidak bisa mengelak dari kebenaran yang diucapkan wanita itu.

"Apa kamu juga mendendam pada ku An?" Tanyanya kemudian.

"Tidak! Tidak sama sekali. Saya sudah melupakannya sejak lama, hanya saja cara setiap orang tidak lah sama dalam menghadapi orang-orang yang pernah membuat kecewa. Ada yang memaafkan dan kembali berhubungan baik dan ada yang memaafkan dan melupakan tapi tidak lagi ingin berhubungan, dan saya berada di opsi kedua. Karena menurut saya berhubungan baik dengan seseorang yang pernah menyakitimu adalah sesuatu yang sia-sia." Tegas Anita, ia berbicara sembari menatap Damian di kedua matanya, agar pria itu tahu apa yang diucapkannya benar adanya.

Damian kembali terdiam, pria itu mendadak membisu, seolah tidak tahu bagaimana caranya berbicara. Dia hanya terdiam membalas tatapan Anita yang serius, ada yang salah dengan tatapan Anita dan ia tak menyukainya. Seolah Anita menjadi sangat baik-baik saja tanpa dirinya.

"Apa kau sudah berhenti mencintai ku?" Tanya Damian sembari melangkah mendekat pada Anita, wanita itu berubah cemas sesaat pertanyaan itu dilontarkan. Ia merasa Damian sengaja karena tahu bagaimana Anita tidak dapat berbohong. Wanita itu sangat buruk dalam hal yang satu itu dan Damian sangat tahu mengenai kelemahannya itu.

"A--apa maksud anda bertanya seperti itu? Apa menurut anda pantas bertanya seperti itu pada wanita lain saat tahu anda sudah beristri?" Anita berubah gagap, dan merasa terintimidasi atas sikap Damian.

"Kenapa tidak menjawab saja Anita? Kamu hanya tinggal menjawab ya atau tidak. Tidak perlu berbelit-belit seperti itu." Damian berhenti tak jauh dari Anita, gestur tubuhnya mulai kembali terlihat santai sementara tangannya ia masukan ke saku depan celananya dan tatapannya menatap serius pada mata Anita.

"Apa pentingnya saya mejawab? saya rasa anda sudah melewati batas pak. Bersikap lah selayaknya, jangan seenaknya, pertanyaan anda sudah keterlaluan." Kesabaran Anita mulai menipis, entah bagaimana Damian berhasil memancing emosinya.

"Bersikap selayaknya? Keterlaluan? Bukannya seharusnya kalimat itu ditunjukan untuk kamu Anita? Kamu tidak merasa kalau justru sikap kamu yang keterlaluan dan tidak selayaknya. Kamu memperakukan aku seperti orang asing yang baru bertemu sehari, apa yang kamu lakukan sekarang tidak selayaknya dua orang yang pernah berbagi suka duka bersama, berbagi makan bersama, berbagi senyum bersama, berba.. "

"Cukup! Sudah cukup Damian! Kamu mau aku bersikap bagaimana hah?! Apa kamu mau aku bersikap baik pada seseorang yang pernah meninggalkan aku dengan anak-anak ku hanya demi kekayaan dan wanita lain?! Apa kamu mau aku tersenyum sembari mengucapkan senang bertemu kamu kembali setelah apa yang pernah kamu perbuat?! Kamu masih bersikap seenaknya seperti dulu. Kamu datang dengan tidak ada rasa malu dan merasa bersalah, seolah apa yang kamu lakukan dahulu buka apa-apa. Sikap tidak tahu diri mu benar-benar membuat ku muak!" Anita berucap dengan setengah berteriak, matanya mulai memerah dan napasnya berubah tak beraturan, sementara Damian hanya bisa terdiam mematung.

"Ingat, kamu yang sudah menghancurkan kebabahagiaan kedua putri mu sekaligus mengahancurkan kepercaayaan mereka. Kamu yang membuat mereka harus hidup tersiksa karena rasa benci yang harus mereka tanggung. Kamu yang membuat mereka belajar untuk tak memaafkan, kamu yang membuat mereka tidak bahagia dan harus menyimpan memori buruk. Semua itu salah kamu! Lalu lihat sekarang, kamu muncul seenaknya dan berbicara dengan seenaknya juga,  apa kamu pernah merasa malu Damian? Walau sekali dalam hidup mu? Pernah kah?" Kalimat itu keluar begitu saja dan berasal dari hati terdalam Anita, segalah beban yang ia tanggung ia sampaikan melalui kata-katanya itu. Ia merasa sudah saatnya ia mengeluarkan segala unek-unek yang ia pendam sepuluh tahun terakhir.

"Aku.. " Anita mengangkat tangannya, membuat Damian yang ingin berbicara terdiam.

"Aku tidak ingin mendengar apa pun dari kamu Damian, apa pun yang ingin kamu katakan sudah tidak penting lagi. Lepaskan kami bertiga, kami sudah bahagia dan tidak menginginkan apa pun lagi menganggu kebahagian kami termasuk kamu. Kamu bisa lihat dan dengar sendiri bagaimana Alona membeci kamu. Aku tak tega melihat mereka tersiksa karena kamu dan keluarga kamu jadi sebaiknya kalian jauhi kami. Jangan pernah muncul di hadapan kami, biar aku dan anak-anak ku hidup tenang. Aku mohon." Nada suara Anita melemah, sudah tak semarah tadi, seolah tenaganya sudah terkuras habis hanya untuk kalimat tadi.

Sementara Damian yang terpaku di tempatnya semakin merasa tak karuan, ia harus merasakan penolakan kesekian kali dari orang-orang yang dikasihinya akibat dari perbuatannya sendiri. Dan seperti biasanya dia hanya bisa terdiam gagu dan tak mampu membalas ucapan menyakitkan itu.




















Ehem.. Ehemmm... Gimana-gimana? Heheh segitu dulu ya part kali ini,  saya bakal muncul lagi kemungkinan besok soooo ditunggu saja ya 🤓🤓😘





Lope you guys

Miss One
🤓

Still The SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang