3

6K 508 17
                                    

Dulu Alona pernah meyakini tidak ada yang lebih baik lagi selain jatuh cinta, punya keluarga bahagia, orang tua yang saling mencintai dan adik yang lucu. Tapi kenyataannya hidup tidak sesederhana itu, dia lupa masih banyak hal di dunia ini yang bisa merusak kebahagiaannya, dia juga lupa hal itu tidak hanya bisa datang dari luar tapi juga dari dalam, dari seseorang yang dia percaya sebagai sumber kebahagiaan.

Sosok ayah yang selama ini dia kagumi justru penyebab kehancuran dari kebahagiaan mereka. Yang dia ketahui ayah dan ibunya sudah saling jatuh cinta sejak masa remaja dan berlanjut pada pernikahan saat usia mereka masih sangat mudah. Saat itu ibunya baru berusia delapan belas tahun dan ayahnya dua puluh satu tahun, walau orang tua dari pihak ayahnya tak menyetujui pernikahan itu, tapi mereka tetap memepertahankannya.

Mereka hidup dalam kesederhaan tapi Alona pikir mereka bahagia, sampai dua belas tahun kemudian sepertinya ayahnya yang terbiasa dengan kehidupan mewah sudah tak tahan dengan hidup sederhana mereka ditambah wanita lain yang muncul di kehidupan pernikahan orang tuanya menjadikan hal itu sempurna untuk menghancurkan kebahagiaan gadis dua belas tahun itu.

Mereka berakhir dalam kehancuran, ayahnya pergi bersama wanita itu dan memilih harta orang tuanya ketimbang keluarga kecilnya. Ingatan itu tidak akan pernah hilang dalam memorinya, bagaimana orang tuanya bertengkar hebat, ayahnya meneriaki ibunya yang menangis sementara Alona dan Aleeza bersembunyi ketakutan mendengar ayah dan ibunya bertengkar, suara mereka bersahut-sahutan dengan bunyi petir dan hujan yang semakin deras.

Dan ketika ayahnya keluar membawa semua barang-barangnya Alona berlari menghalangi ayahnya, wajahnya dipenuhi air mata menatap ayahnya penuh ancaman, ayahnya menatap dengan lembut tapi ternyata air mata putrinya tidak menghentikan niatannya untuk meninggalkan mereka. Sampai di sana Alona masih mampu mengulang ingatannya karena kejadian setelahnya lebih menyakitikan, dan menghancurkannya hingga dasar yang bisa dipertahankannya.

Semua berubah begitu juga dengan caranya memandang dunia.

Dan sekarang kejadian itu sudah lewat sepuluh tahun yang lalu tapi kejadiannya masih membekas dalam ingatan. Mereka mungkin hidup dengan normal saat ini tapi masing-masing dari mereka menyimpan kesakitan mereka sendiri.

Ia tahu ibunya masih sering menangis di malam-malam tertentu, mungkin merindukan mantan suaminya itu dan Aleeza tidak jauh berbeda darinya yang selalu bersikap dingin setiap kali berita ayahnya muncul di tv bersama keluarga bahagianya yang baru. Mungkin Aleeza masih sangat kecil saat kejadian itu terjadi tapi Alona tahu kejadian malam itu masih membekas dalam ingatannya.

Jika bisa Alona ingin punya alat penghapus ingatan agar ia bisa menghapus ingatan adiknya mengenai pria penghianat itu, dan adiknya bisa bahagia, tapi percuma, semua itu mustahil. Kejadian itu menghantui mereka seumur hidup mereka.

Padahal mereka sempat pindah ke Solo dan baru kembali ke Jakarta beberapa tahun lalu tapi ternyata semua itu tidak memiliki efek apa-apa. Tapi saat ini mereka lebih baik, mereka hidup lebih baik dan siap menyokong masa depan. Mungkin.

"ALONA! Woey neng sadar!" Suara teriakan itu menarik Alona kembali pada dunia nyata. Gadis itu berbalik ke asal suara dan menemukan Lia dengan wajah kesal tengah menatapnya berang.

"Gue panggil lo dari tadi bangke, lo budek apa ya?! Tu telinga udah nggak lo bersihin berapa lama sampai jadi budek gini." Lia berpindah duduk dan memposisikan dirinya tepat di sebelah sahabatnya itu, Alona hanya menatapnya malas.

Sejak tadi dia duduk sendiri di kantin fakultas ekonomi menunggui Ben yang sejak tadi belum keluar dari kelasnya.

"Gue telponin lo dari tadi nggak diangkat, eh taunya lagi ngelamun di sini."

Still The SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang