Patricia's cafe orang-orang menyingkatnya menjadi PC. Tempat orang-orang elit berkumpul, entah sejak kapan tempat itu hanya dikhususka bagi mereka masyarakat kelas atas. Tidak ada yang megususkannya, bahkan pemiliknya pun tak berniat tempatnya hanya diperuntukan bagi kalangan khusus.
Tapi sayang sejak tempat itu dibuka, mereka tidak pernah menerima pengunjung dari kelas biasa. Entah apa penyebabnya. Padahal pemiliknya ingin tempatnya bisa merakyat agar tak hanya kalangan tertentu dan orang yang sama saja yang mengunjungi kafenya.
Seperti pada siang hari ini, dari banyaknya kursi dan meja yang tersedia hanya beberapa tempat saja yang terisi, walau pengunjungnya tidak bisa dianggap remeh karena tepat di tengah ruangan saat ini tengah berkumpul lima orang pria dewasa yang tengah asik menikmati makanan mereka sembari berbincang dan membahas sesuatu yang serius tetapi masih terlihat santai.
Dari benda-benda yang melekat di tubuh mereka orang-orang dapat mengetahui dari kalangan mana mereka berasal apalagi ketika melihat wajahnya, tentu saja semua orang di negara ini akan muda mengenali mereka. Siapa lagi kalau bukan Kenzo Christopher Demitrius, Rafael Putra Ditama, Emilius Rahardian, Tama Ambrosius Basil dan Alexander Christian. Para pengusaha muda yang paling digemari di negara ini.
Tampan, pintar, kaya, populer dan dari kelurga berada. Semua gadis bermimpi menjadi pendamping mereka, berharap salah satu dari ke lima pria itu mau menjadikan mereka calon istri. Sayangnya mimpi tetaplah mimpi, kelima orang itu tidak tergapai, gadis-gadis itu hanya mampu menjerit sembari menyentuh televisi atau meremas sampul majalah bisnis untuk menyalurkan kekaguman mereka karena hanya melalui dua media itu saja kelima pria itu dapat dilihat.
"Masih galau juga lo?" Tama meneliti raut wajah Kenzo yang sejak tadi nampak keruh, padahal mereka sudah duduk hampir sejam di kafe ini tapi ekspresi wajah Kenzo belum berubah sama sekali.
"Gue nggak butuh komentar Tam." Kenzo menatap malas pada Tama, kepalanya sedang runyam dan kecerewatan Tama sama sekali tidak membantu.
"What? Gue cuman tanya." Kekeh Tama, wajah tengilnya nampak tidak terpengaruh dengan suasana hati sahabatnya itu.
"Ada apa si? Lo masih kepikiran soal Angel?" Rafael ikut bertanya, isi kepala Kenzo membuatnya ikut penasaran. Sebenarnya dia tidak terlalu berminat dengan kisah asmarah Kenzo, hanya saja belakangan ini suasana hati sahabatnya itu sedang buruk. Mau tidak mau dia menjadi penasaran dan bertanya-tanya apa yang terjadi.
"Kalau gue jadi lo Ken, gue nggak bakal sia-siain tuh si Angel. Udah cantik, anggun, baik, pintar pula. Apa coba yang kurang? Nggak ada alasan buat lo jadiin beban segala perjodohan kalian. Ambil kesempatan Ken, nggak usah banyak mikir." imbuh Emil, pria ramah itu nampak tak mengerti kegalauan Kenzo. Memang bukan salahnya karena Kenzo sendiri yang cendrung menutupi apa sebenarnya yang dihadapi pria itu.
"It's not that simple Em, gue nggak bisa semudah itu menyetujui pertunangan gue sama Angel."
" Why? Apa gara-gara cewek itu?" Giliran Alex yang menimpali, dia tahu apa sebenarnya yang membuat sahabatnya itu murung, yang dia tahu hanya ada satu nama yang menyebabkannya.
"Cewek? Cewek siapa? Lo selingkuhin Anjel Ken? Wah gila lu! Sinting. Lo mau cari masalah sama putri Damian Domonic?" tanya Tama dengan raut terkejut. Dia menatap penuh kecurigaan pada Kenzo.
"Apaan si lo! Nggak lah. Selingkuh apaan coba." Balas Kenzo sembari mendorong tubuh Tama menjauh.
"Cewek siapa si? Lo lagi dekat sama cewek lain Ken? " Tanya Emil mewakili ke tiga teman lainnya.
"Bukan siapa-siapa, nggak ada cewek lain. Lagi pula hubungan gue sama Angel nggak seperti yang kalian pikirkan. Kita nggak sedang dalam hubungan apa pun. " jawab Kenzo ketus, kepalanya mulai pusing menghadapi rasa penasaran sahabat-sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still The Same
RomanceWARNING!! Adults Only! Terdapat banyak kata-kata kasar dan adegan kekerasan! Mohon bijaklah memilih bacaan. ** Ketika kau dikhianati oleh dua orang yang kau percaya sekaligus, orang yang dipercaya sebagai cinta pertamamu dan seseorang yang kau yaki...