Setengah jam sudah Jungkook sedari tadi berjalan mondar mandir. Ia bahkan bingung dengan otaknya, kenapa saat ini ia tidak bisa berpikir dengan jernih. Ia menendang kerikil di sekitarnya, hingga indera rungunya menangkap gelombang suara.
Kerikil itu jatuh mengenai air. Ia menghela nafasnya berat, matanya menelisik ke arah sumber suara.
"Sungai?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Kemudian pemuda dengan gigi kelinci itu tersenyum simpul, setidaknya salah satu saraf otaknya masih berfungsi. Entah apa yang terjadi di otaknya setelah dua minggu lamanya ia diperlakukan tak layak. Jungkook sedikit depresi akhir-akhir ini. Hal ini membuatnya berubah dari Jungkook sebelumnya.
Diam, dingin, acuh dan satu lagi dia berubah menjadi pemaksa. Dia kejam, dia itu berbahaya dia itu bukan lagi Jungkook ataupun Kookie yang polos seperti dulu lagi. Dia lebih sering mengumpat, dan sikapnya yang berubah seketika. Bisa dikatakan dia berubah 180°.
Jungkook tersenyum kecil, setidaknya otaknya masih memiliki saraf untuk kepedulian sosial. Ia terduduk di pinggir sungai, menatap air sungai yang terlihat cukup jernih membuat dirinya tenang, sama seperti aliran sungai itu. Senyuman kecil ia tampilkan ketika indera rungunya mendengar kicauan burung yang cukup membuatnya bahagia.
Ia mengarahkan tangannya dan membasuh wajahnya.
"Ahhh," Jungkook mendesah lega setelah merasakan air sungai menyentuh wajahnya.
Dia menatap pemandangan di depannya, hanya pohon pinus yang tinggi menjulang yang ada di tempat ini. Bahkan sekarang sinar mentari itu sudah terlihat sembunyi dari cakrawalanya. Semburat jingga itu membuat kedua matanya menyipit.
Sayup-sayup manik matanya menangkap sosok yang berjalan menghampirinya.
"Jung?" panggilnya.
Jungkook menatapnya datar dan memberinya senyuman tipis.
"Kau baik-baik saja Noona?"
Jennie tersenyum dan berjalan sedikit tertatih. Kemudian wanita itu berdiri tepat di hadapan Jungkook sehingga membuat cahaya senja itu terhalang.
"Aku hanya pusing, untunglah aku masih diberikan kesempatan untuk menghirup udara," Jungkook terkekeh dan menaikkan bahunya.
"Ayo pulang, di sini bahaya! Mungkin ada banyak binatang buas yang berkeliaran disini," ajak Jennie dengan nada cemasnya.
"Pulang? Bensinnya habis."
Jennie tercekat mendengar perkataan Jungkook barusan. Apa jadinya nanti? Sudah jelas matahari akan berganti dengan bulan. Tapi apa ini? Bensinnya habis?
Jennie mengusap wajahnya kasar, ia sedikit mengerang frustasi. Wanita itu menatap Jungkook dengan penuh tanda tanya.
"Kau tahu mereka?"
Jungkook tersenyum simpul. Sekarang ia tahu arah pembicaraan Jennie kali ini, mungkin yang Jennie maksud dengan 'mereka' itu seseorang yang mengendarai mobil yang tadi menguntitnya.
"Entahlah, aku rasa mereka orang jahat yang ingin mengincarku saja, maafkan aku."
Jennie terdiam masih dalam pikirannya yang mencerna omongan adik iparnya itu.
Orang jahat? Tunggu, sesuatu ada yang melenceng disini, batinnya.
Yang lebih tua bingung akan perkataan Jungkook, ia memutuskan duduk di samping Jungkook dan menatapnya lekat.
"Kau bilang orang jahat? Berarti kau tahu siapa dia? Dan juga alasannya?"
Jungkook tersenyum tipis dan mengambil salah satu kerikil di sekitarnya kemudian ia melemparnya ke sembarang arah. Ia tersenyum simpul namun sedetik berubah menjadi senyum sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] She is Mine
Fanfiction(END) "Dalam keadaan apapun itu jangan biarkan hatimu kosong dan putus asa, karena hanya hati yang kosong lah bisa mendatangkan iblis dengan segala godaannya yang akan menjerumuskan mu dalam kegelapan." Jennie Kim, seorang model fashion yang sedang...