22

751 118 0
                                    

Taehyung mendecak sebal, sudah sekian kalinya ia mencoba menghubungi istrinya, namun tidak ada satupun panggilan atau pesan yang dibacanya. Begitu juga, ia sudah mencoba menghubungi adiknya namun sama saja, semuanya nihil tak ada yang meresponnya. Karena kesal ia melempar  ponselnya ke sofa yang ada di sampingnya. Kemudian ia mendecih ketika melihat benda melingkar di tangan kirinya yang menunjukan pukul 4 sore.

Yang berarti sudah satu setengah jam Jennie keluar dari kantornya untuk menjemput Jungkook.

Apa di jalan sedang macet?

Taehyung menggeleng, mungkin saja di jalan raya kali ini macet mengingat sudah sore seperti ini pasti banyak orang yang berlalu-lalang entah itu hanya untuk berjalan-jalan ataupun pulang kerja. Baiklah Taehyung mengambil pikiran positifnya saja.

Ia menghela nafasnya berat, kembali mendudukkan dirinya di sofa dengan kaki yang sengaja lurus di atas meja, toh di sini ruangannya jadi ia bebas akan melakukan apapun sesuka hati.

"Masuk!" sahutnya setelah mendengar ketukan pintu ruangannya.

Sekarang Taehyung tahu, tanpa menatap orangnya pun ia tahu siapa itu. Karena suaranya yang tidak asing lagi di telinganya.

"Tae?"

"Kenapa Jim?" tanyanya sembari memijat pelipisnya. Sedangkan yang ditanya hanya terkekeh melihat tingkah temannya yang terlihat lebay.

"Kau kenapa? Apa ada masalah berat?"  tanya Jimin sambil mendudukkan pantatnya di samping Taehyung.

Taehyung diam, tak ada niatan untuk menjawab pertanyaan temannya itu. "Kenapa kau datang kesini? Tidak biasanya," tegur Taehyung namun dengan nada sudah jelas-jelas menyindir Jimin.

Jimin tertawa hambar dan merangkul pundak temannya. "Aku  ingin mampir ke sini apa itu tidak boleh?"

Taehyung menggeleng kecil. Jimin yang mendapat perlakuan temannya ini mengerutkan dahinya bingung. Tidak biasanya jika Jimin mengunjungi Taehyung di kantornya pasti akan disambut hangat, tapi ini?

Jauh dari kata hangat tapi mendekati ah ralat bukan mendekati tapi memang diperlakukan dengan acuh. Bahkan nyaris tak dipedulikan.

"Aku ingin mengatakan sesuatu Tae," ucapnya sambil memegang lengan Taehyung.

Taehyung melirik sekilas ke arah pria dengan marga Park itu. Pandangannya jatuh pada lengannya sekarang.

"Lepaskan dulu tanganmu dari lenganku Jim."

Jimin tersenyum kaku dan segera melepaskannya.

"Ahahaha itu hanya refleks." 

Ya ada benarnya juga yang dikatakan Jimin, saking tak sabarnya ia mengatakan sesuatu sampai ia tak sadar jika tangannya bertindak seperti itu. Perlu diingat kalau kerja refleks itu lebih cepat daripada otak.

"Ya..ya... Terserahmu saja, kenapa? Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Taehyung sekarang sudah mulai serius ingin mendengarkan omongan temannya.

Jimin tersenyum sekilas dan membasahi bibir bawahnya serta membenarkan posisi duduknya, menjadi berhadapan dengan Taehyung.

"Sebenarnya ini adalah kejadian yang sudah cukup lama, tapi aku baru ingin mengatakan padamu sekarang mengingat waktuku yang padat."

"To the point saja Jim," tegur Taehyung.

Ah kali ini Taehyung mulai tak sabaran dengan temannya yang bernama Jimin.

Jimin menyengir kuda dan merapikan sedikit poninya ke belakang sehingga menampilkan dahinya.

"Kau tahu siapa yang pernah aku temui saat aku ke cafetaria?"

Taehyung hanya menaikkan kedua bahunya acuh dan membiarkan menatap datar ke arah Jimin.

[2] She is Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang