Udara malam di musim gugur memanglah tidak baik untuk kulit. Dikarenakan dinginnya suhu dan angin yang terkadang datang tak terduga membuat siapa saja malas untuk keluar rumah pada malam hari. Well, itu tak berlaku bagi Jennie. Dinginnya udara yang seolah menusuk setiap centi kulitnya itu tak ia pedulikan. Bekas buliran air matanya pun sudah lama mengering namun dibasahi lagi dan lagi.
Semua itu ia lakukan karena satu nama, yaitu Taehyung. Wanita Kim itu bahkan merutuki dirinya yang beberapa jam lalu justru mebalas lumatan dari pria itu. Persetan, ia memang tidak bisa menolak sentuhan dari seorang Kim Taehyung. Itu sungguh memabukkan seolah dirinya benar-benar terpikat karenanya. Kendati sebelumnya Taehyung menghentikan langkah Jennie, namun itu tak membuahkan hasil.
Taehyung hanya menginginkan ciuman bukan menginginkan sang wanita untuk tinggal.
Katakanlah Taehyung berengsek, dia tidak tahu menahu apa yang Jennie inginkan.
Yang Jennie inginkan hanyalah kepercayaan darinya.
Lama berkutat dengan pikirannya, wanita itu tiba-tiba saja saja mengerem mendadak sehingga menimbulkan suara decitan yang cukup keras akibat ban yang bergesekan dengan aspal. Sebagaimana konsep hukum satu newton, tubuh wanita itu terdorong ke depan dan terantuk stir di depannya.
Untuk sesaat Jennie merasakan kepalanya yang berdenyut nyeri, namun semua itu teralihkan ketika lobus temporalnya teringat akan sosok yang hampir ia tabrak. Cepat-cepat ia melepaskan seat belt yang dikenakannya dan tergopoh menghampiri orang itu.
Jennie merendahkan tubuhnya mencoba menyamakan posisi sang korban. Matanya bergerak liar ketika orang itu tak kunjung menoleh ataupun merespon panggilannya. Wajahnya tertutup oleh rambut blonde panjang yang menjuntai akibat ia menunduk.
"Maaf, aku minta maaf sekali. Aku tidak sengaja," kata Jennie dengan nada bergetar.
"Anda tidak salah, saya yang bersalah di sini," sahut sosok itu yang kini menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga sehingga menampakkan wajah cantiknya.
"Ehh?" Jennie tersentak ketika wajah itu tak asing lagi.
"Lisa?"
Tampak sekali jika keterkejutan di wajah masing-masing. Mereka sama-sama tak menduga jika mereka dipertemukan dengan situasi seperti ini. Dengan segera, Jennie membantu Lisa berdiri dari posisinya.
"Ini bukan salah anda, sayalah yang kurang berhati-hati ketika menyebrang. Saya pikir jalanan tak akan ada yang melintas di saat malam dingin seperti ini," ujar Lisa sembari membenarkan pakaiannya yang sedikit berantakan.
Jennie tersenyum kaku untuk menanggapinya, kali ini situasinya benar-benar berbeda. Ia tak melihat Lisa yang tersenyum lebar seperti saat mengajar di sekolah Aecha. Jennie memang kerap kali bertemu dengan mahasiswi muda ini ketika menjemput Aecha. Bisa dikatakan ia cukup kenal dengan Lisa karena hampir tiap hari putrinya menceritakan kedekatannya dengan Lisa.
"Saya minta maaf, Aecha's mom."
Selepas mengatakan itu gadis bersurai panjang itu melenggang mendekati kopernya yang tak jauh darinya. Jennie yang menyadari akan hal itu ia segera menyeru sehingga menghentikan langkah Lisa. Gadis itu terdiam sesaat dan kemudian membalik. Dapat Jennie simpulkan dari pergerakannya, Lisa terlihat menyeka air matanya.
"Lisa, maaf sebelumnya kalau aku lancang. Boleh aku tahu kenapa kau membawa koper malam-malam?"
Kalimat itu sukses membuat Lisa melirik benda setinggi pinggang yang beroda itu. Ia terperangah dalam kebingungan apa yang harus ia katakan sebagai balasan pada salah satu wali muridnya itu.
"Oh apa kau akan pergi ke suatu tempat? Kemana? Biarkan aku yang mengantarmu sebagai permintaan maaf ku," celetuk Jennie.
Aku bahkan tak tahu mau pergi kemana, batin Lisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] She is Mine
Fanfiction(END) "Dalam keadaan apapun itu jangan biarkan hatimu kosong dan putus asa, karena hanya hati yang kosong lah bisa mendatangkan iblis dengan segala godaannya yang akan menjerumuskan mu dalam kegelapan." Jennie Kim, seorang model fashion yang sedang...