Arc 3-3 Ch 12 - Inevitable

210 19 4
                                    

Seperti biasa. Kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.


============================================================


"Tidak. Mereka bukan dari Akadia. Kalau mereka tim penyerang kami, di dalam helm mereka ada sebuah barcode, nomor serial, dan simbol. Namun, tidak satu pun dari helm ini yang memilikinya. Mereka menyamar menjadi anggota kami."

Seorang laki-laki berambut hitam panjang dikuncir dengan gaya man bun dan dagu tajam, Marlien, mengatakannya dengan lantang. Dengan pandangan yang juga tajam, dia memeriksa helm dan jenazah yang ada di depannya. Kini, dia mengenakan pakaian kasual, celana jeans dan jaket kulit hitam.

Saat ini, kami berada di satu ruangan pada lantai 5 basemen dari Mal Haria Tomorrow. Ruangan ini berada di ujung lantai, cukup jauh dari elevator. Ruangan bercat dan lantai putih ini tidak memiliki apa pun selain jendela.

Di tengah ruangan, terdapat delapan jenazah yang masih utuh. Yah, utuh, kalau aku mengabaikan lubang di tubuh mereka. Dari delapan jenazah, hanya dua yang tidak mengenakan pakaian atau helm, yang dibunuh oleh Constel.

Di samping ruangan ada Shu En, Ibla yang menyamar mengenakan topeng silikon dengan mata dan rambut coklat generik, aku, dan seorang laki-laki.

Laki-laki di sampingku ini baru pertama kali muncul di gedung Intelijen, jadi Shu En menjaga jarak. Ibla pun tampak waspada dengannya. Bukan hanya mereka Marlien pun sesekali melihat ke belakang, ke laki-laki ini. Satu-satunya yang berdiri di sampingnya dengan tenang adalah Aku.

"Jadi, Tuan Sarru, apa Anda ada penjelasan?" Marlien berdiri dan berbalik, menghadap ke Ibla.

"Saya tahu ini sulit dipercaya. Namun, percayalah, ini bukan perbuatan kami."

"Benarkah? Namun, senjata mereka tidak berkata demikian."

"Apakah Anda yakin?"

Marlien mengangkat satu pedang. Di lain pihak, Ibla masih tidak mau mengalah.

Memang, senjata yang digunakan oleh Sarru, yaitu aku, adalah senjata yang dapat menghilangkan pengendalian. Aku melakukannya dengan mencampurkan darahku pada proses penempaan atau sekedar mengoleskan darah.

Pengendalian ini memiliki efek pada orang maupun benda. Kalau ada orang selain aku menggunakannya, maka dia akan kehilangan pengendaliannya. Kalau benda ini ditusuk atau bersentuhan dengan benda lain, maka benda lain itu tidak akan bisa dikendalikan.

Namun, meski demikian, tidak ada yang bisa mengkonfirmasi fakta itu karena tidak ada yang mampu mengambil satu pun senjataku. Mereka hanya bisa mengumpulkan informasi dengan melihatku dari kejauhan. Oleh karena itu, fakta tersebut hanya menjadi rumor.

Saat ini, pihak lawan, Ukin dan sekutu, pasti menganggap yang mengirim orang-orang ini adalah Agade, menyamar menjadi Akadia. Mereka tidak mungkin tahu soal keberadaan barcode dan simbol di dalam helm, tapi mereka tahu pemilik senjata penghilang pengendalian adalah aku.

Jadi, kemungkinan, mereka berpikir Agade ingin agar lawan menyerang Akadia. Anggapan ini didasarkan pada asumsi ketika Akadia dan lawan bertarung, kedua belah pihak pasti mengalami kerusakan. Di saat itu, Agade bisa membersihkan tiga organisasi enam pilar sekaligus. Dengan demikian, saingan Agade di pasar gelap pun akan berkurang.

Dan, menurutku, asumsi ini juga telah menghinggapi Marlien dan Shu En. Hal ini akan membuat Akadia mengundurkan diri kalau aku tidak memutuskan kerja sama dengan Agade. Namun, jika Agade mundur, yang tersisa hanya Akadia di pihak intelijen. Dengan kata lain, pihak ketiga ini ingin melemahkan kekuatanku. Sebuah rencana yang cukup bagus. Menurutku.

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang