Arc 3-3 Ch 21 - Percobaan

186 22 11
                                    

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.


============================================================


"Ninlil, menyerahlah. Kalau kamu menyerah, aku akan mengabaikan semua ini."

"Tidak akan! Aku tidak akan pernah menyerah pada kalian! KALIAN AKAN MATI!""

Aku berteriak, mengerahkan semua tenaga untuk mengendalikan kabel-kabel yang tergelak di sekitar.

"AHH!"

"KYA!"

"AGH!"

Aku mengubah kabel-kabel yang tergeletak menjadi tombak, menusuk ke atas. Aku tidak memfokuskan pengendalian pada beberapa atau sedikit kabel, tapi semuanya. Begitu orang-orang di sekitar tertusuk, dua orang yang menahan gerakanku terkejut. Aku bangkit dan melepaskan diri dari dua paman itu. Dua orang yang menahanku pun tewas oleh tombak lain.

Meski ada beberapa orang tewas oleh tombak, sayangnya, masih banyak yang bertahan hidup. Dan, tentu saja, ayah adalah salah satu orang yang masih hidup. Mereka yang masih bertahan langsung memegang dan mengambil alih pengendalian semua aluminium di sini.

Maafkan aku, kakak, aku masih belum bisa mengaplikasikan pelajaran yang kakak beri. Aku masih terlalu bergantung pada pengendalian.

"Kenapa kamu tidak mau menyerah juga?"

"Kenapa aku harus menyerah padamu, pengkhianat?"

Hanya ayah yang berbicara, tidak ada orang lain yang berbicara.

Kenapa? Apa karena mereka terkena tekanan pengendalian ayah? Namun, seharusnya, pengendalianku lebih kuat dari ayah. Seharusnya, berdasarkan diskusi dengan Kak Inanna, ayah dan semua orang di sini akan menurut padaku.

"Apa kau berpikir semua orang akan menurut hanya karena pengendalianmu lebih kuat? Hahaha, dasar anak kemarin sore."

Suara ini adalah suara paling menjengkelkan dalam hidupku. Dari dalam rumah, dia muncul, berdiri, Enlil. Begitu Enlil muncul, semua orang terdiam, memberi jalan untuknya.

"Jangan lupa, pengendalianku lebih kuat darimu. Sebelum kamu membuat mereka tunduk, kamu harus membunuhku dulu."

Begitu ya. Ya, itu masuk akal.

"Namun, itu tidak cukup. Masih ada ini,"

Tiba-tiba udara terasa begitu berat. Nafasku pun menjadi pendek. Aku bisa merasakan keringat dingin mengalir dari sekujur tubuh. Ya, perasaan ini mirip seperti ketika kakak memancarkan aura haus darah atau niat membunuh.

Teror yang saat ini tidak separah seperti yang dipancarkan oleh kakak. Namun, tetap saja, aku merasakan tubuhku menjadi sangat sulit bergerak. Belum lagi fakta kalau pengendalianku lebih lemah dari Enlil. Sekarang aku paham kenapa ayah menurut pada Enlil.

Namun, aku tidak akan menerima ini begitu saja.

Klang klang

Beberapa lempeng aluminium dilemparkan ke depanku.

"Aku akan memberimu kesempatan. Kalau kau bisa mendaratkan satu serangan saja padaku, maka aku akan membiarkanmu pergi. Kalau tidak, aku akan memaksamu menuruti semua ucapanku."

Kalau keadaan normal, aku akan marah karena dia meremehkanku. Namun, kali ini, aku cukup sadar kalau kemampuan dan pengendalianku tidak sebanding dengan Enlil. Aku benci mengakuinya, tapi, kemungkinan untukku bisa keluar dari keadaan ini adalah nol.

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang