Arc 5 Ch 8 - Orang Jahat

105 13 4
                                    

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================


"Ira! Hentikan!"

Ira si pelayan istana tidak mengindahkan peringatan Bapak Bilad. Dia terus melancarkan serangan ke arahku. Awalnya melempar pisau, kini dia menghadapiku dengan tebasan pedang satu sisi.

Di lain pihak, aku terus menghalau dan menahan serangan Ira dengan sepasang kayu. Kursi yang digunakan pada ruang makan cukup berat, jadi aku mematahkan kaki kursi dan menggunakannya sebagai senjata.

"Lugalgin, perlu aku ingatkan kalau material penyusun pedang yang digunakan Ira adalah campuran. Keluarga Ira telah mendapat pelatihan khusus bertarung tanpa pengendalian. Jadi, walaupun kamu menggunakan darahmu untuk menghilangkan pengendaliannya, tidak akan ada bendanya. Dia adalah orang terkuat di kerajaan ini."

"Cukup merepotkan."

Sementara Bapak Bilad panik, Ibu Amana hanya duduk dengan kedua tangan di depan wajah. Dia hanya menonton.

Sesuai omongan Ibu Amana, Ira tidak menggunakan pengendalian. Pergerakan pedangnya mengikuti hukum parabola fisika normal, jalurnya tidak terganggu atau diubah oleh pengendalian. Bahkan, Ira bisa menyaingiku, yang menggunakan dua senjata, dengan satu bilah pedang. Selain Ira, yang pernah aku lawan, hanya Jin dan Lacuna yang memiliki kemampuan fisik seperti sehebat ini. Kecepatan tangan dan tebasannya bukan main.

Seharunya, aku akan memiliki keunggulan dengan dua senjata karena bisa menahan sambil membalas serangan Ira. Namun, setiap kali serangannya ditahan, Ira akan langsung menarik pedangnya dan melancarkan serangan dari arah lain. Kalau aku memiliki senjata dengan panjang memadai, mungkin aku bisa menyainginya. Yah, tidak ada gunanya berharap.

Pedang memotong kayu padat dengan satu tebasan hanya terjadi di dunia fantasi. Di dunia nyata, pedang tidak akan pernah mampu memotong kayu padat dengan satu tebasan, apalagi kayu furnitur. Kayu furnitur sudah mengalami proses pengerasan dan pengisian pori dengan minyak, meningkatkan kekerasannya. Meski demikian, kayu ini tetap terpotong dan teriris secara perlahan. Dan, saat ini, tinggal tunggu waktu sampai kayu ini terpotong seluruhnya.

Aku maju menerjang Ira, menggunakan dua kaki kursi untuk menahan sekaligus menyerang. Ira bergerak cepat. Dia melompat mundur dan melepaskan dua tebasan. Namun, tujuanku bukanlah menyerang. Setelah mencapai jarak yang diinginkan, aku melempar dua kaki kursi ini dan mengambil sepasang pisau lempar yang tadi digunakan Ira.

Sekarang, waktunya kabur!

"Sampai jumpa, Ibu Amana, Bapak Bilad."

Aku berlari meninggalkan ruang makan tanpa melihat ke belakang, menyusuri lorong dengan lampu kuning. Sejauh mata memandang, aku sama sekali tidak melihat ada senjata sebagai hiasan tembok atau sekedar dipegang baju zirah kosong. Normalnya, istana atau rumah bangsawan pasti memiliki senjata dekorasi. Terkadang, senjata yang diletakkan pun bukan dekorasi, berjaga-jaga kalau tuan rumah diserang dan harus membela diri.

Lorong kosong tanpa senjata menunjukkan kalau Ibu Amana, atau Ira, sudah berjaga-jaga kalau aku melawan.

"Kamu tidak diperkenankan meninggalkan gedung ini tanpa bersujud minta maaf, Lugalgin!"

"Tidak akan!"

Aku memiliki rencana untuk menyusup ke istana Kerajaan Nina di masa depan. Oleh karenanya, aku sudah melihat desain dan denah bangunan kerajaan. Jadi, mencari jalan antara tempatku berdiri hingga ke pintu keluar adalah hal yang mudah. Namun, setelah itu, apa?

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang