Arc 3-3 Ch 15 - Dendam

206 19 9
                                    

Di chapter ini, kita akan berhenti berurusan dengan intelijen untuk sesaat. Lalu, apa urusannya? silakan dibaca.

Dan, seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.


============================================================


Kenapa tidak ada yang berjalan sesuai keinginanku?

Aku paham kalau kakak akrab dan mengasihi Kak Shinar. Secara, Kak Shinar adalah muridnya dan sejak awal hubungan mereka tidak buruk. Namun, aku sama sekali tidak paham kenapa Kakak masih mampu mengasihi Ufia. Dulu, aku kira, kakak melatih Ufia hanya karena Tuan Putri Jeanne memintanya.

Namun, kemarin, Kakak bilang akan memberi Ufia sebuah benda yang bisa membuatnya merasa nyaman walaupun aku ada di dekatnya. Aku tidak terima! Kenapa kakak peduli kalau dia tidak merasa nyaman di dekatku? Apa kakak lebih peduli pada kenyamanan Ufia dibanding aku?

Masih belum selesai! Semalam, sebelum pulang, kakak pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Nammu. Kakak tidak hanya merawat Nammu, tapi juga adiknya.

Kakak! Mereka sudah menghinamu sejak lama. Bahkan dulu Nammu juga sering menyakiti kakak. Aku tidak sudi kakak memaafkan mereka begitu saja. Tidak sudi!

"Hey, Ninlil? Halo? Markas ke Ninlil?"

"Eh? Ya?"

Teman baikku, Nanna dan Suen, sudah melambai-lambaikan kedua tangan. Tampaknya, tanpa aku sadari, mereka memanggil dari tadi.

Tampaknya, aku terlalu terlarut pada kekesalanku.

Nanna dan Suen adalah teman baikku sejak masuk SMP, dua setengah tahun yang lalu.

Nanna adalah perempuan berambut dan mata hitam sepertiku. Meski masih kelas 3 SMP, dia sudah mengenakan make up tipis dan pelembab bibir. Ditambah rambut panjang yang diikat di kiri leher, hingga menutupi dada, kesan dewasanya semakin bertambah. Seolah make up dan rambutnya belum cukup, dia pun memiliki dada yang cukup besar.

Setiap kali melihat Nanna, aku selalu mengutuk diriku yang lahir di keluarga Alhold. Untuk yang ini, aku tidak mengutuk Alhold karena mereka berlaku buruk pada kakak, tapi karena urusan lain. Ini ya ini, itu ya itu.

Meski berambut dan bermata hitam sepertiku, Nanna juga bukan bangsawan. Dia bilang, dulu, nenek atau kakek beberapa generasi sebelumnya, sempat menjadi bangsawan. Namun, karena ada masalah di daerah yang dikelola, maka gelar bangsawan tersebut dicabut. Jadi, sejak beberapa generasi terakhir, keluarga Nanna bukan bangsawan.

Suen adalah laki-laki dengan rambut pirang dan mata biru. Fitur wajahnya tidak tampak macho, tapi, lebih ke arah feminin. Maksudku, kulitnya yang begitu putih dan mulus benar-benar aneh kalau dilihat di cowok. Bahkan, kami para perempuan iri dengan kulit Suen. Belum lagi bulu matanya yang lentik seperti ulat bulu.

Kami beruntung Suen mengenakan model rambut undercut, tidak membiarkannya panjang. Selain itu, suaranya pun masih cukup berat, jadi kami masih bisa menerima kalau dia adalah cowok.

Sebagai catatan, Suen sempat menyatakan cinta padaku, tapi aku menolaknya. Kenapa? Well, aku tidak tertarik dan tidak memiliki perasaan yang sama padanya. Jadi, normal kalau aku menolaknya.

Nanna memiliki pengendalian utama yang generik tapi spesial. Aku bilang generik karena pengendalian utamanya adalah nikel dan kuarsa. Aku bilang spesial karena normalnya orang dengan pengendalian generik hanya memiliki satu macam pengendalian utama, tapi dia memiliki dua.

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang