Arc 3-3 Ch 33 - Pembalasan Dendam

211 21 10
                                    

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

Dan, maaf ya karena baru update. Kemarin malam rawat inap dan tadi siang baru boleh pulang. Meski pulang, author cuma bisa tidur seharian. Makanya update terlambat


============================================================


Tubuh Shu En tampak gemetaran ketika melihat Nanna dan Suen yang berdiri diam. Dia melihat dua anak SMP ini baik-baik dengan mulut terbuka dan tertutup seperti ikan.

Di lain pihak, Fahren tampak tidak terpengaruh. Dia diam saja, tidak gentar.

Wow! Menurutku, Fahren benar-benar tidak berperasaan. Meskipun secara langsung dia adalah alasan keluarga Suen dan Nanna tewas, Fahren tidak menunjukkan rasa bersalah sedikit pun.

Aku berdiri dan meletakkan kedua tangan di bahu Nanna dan Suen.

"Nanna, Suen, dengan dua tangan ini, aku sudah menghabisi dan membunuh pelaku langsung yang membunuh keluarga kalian, Keluarga Alhold. Namun, untuk pihak yang menjadi dalang, pihak yang mengadu domba kami dan menyeret keluarga kalian, belum aku bunuh atau hukum. Jadi, aku memberi hak ini pada kalian. Hukuman apa yang ingin kalian jatuhkan?"

Tubuh Nanna bergetar semakin kuat. Pada akhirnya, dia berbalik dan memelukku, membenamkan wajahnya di badanku. Tidak ada jawaban muncul darinya.

Di lain pihak, Suen melihat Fahren dan Shu En dengan tajam, sengit. Kalau pandangannya adalah pedang, dia sudah membunuh mereka berkali-kali. Akhirnya, mulutnya terbuka.

"Kak Lugalgin, apa aku boleh memberi saran?"

"Saran apa itu?"

"Kalau boleh jujur, menurutku, membunuh mereka adalah hukuman yang terlalu ringan."

Kalau ada orang dengan pemikiran optimistis, mereka pasti berpikir Suen akan membiarkan Fahren dan Shu En hidup, melanjutkan hidup dengan menanggung dosa dan rasa bersalah karena telah membunuh warga yang seharusnya mereka lindungi. Namun, aku sama sekali tidak yakin. Dia terlalu sering berdiskusi denganku. Aku bisa bilang, cara berpikirnya sudah ketularan olehku.

"Aku lebih memilih membiarkan mereka hidup, tapi menyaksikan keluarga mereka terbunuh. Dengan demikian, mereka tahu apa yang kami rasakan."

Yup. Dia benar-benar sudah ketularan cara pikirku. Cara berpikir kami sama. Jadi....

"Aku sudah memperkirakan kamu akan mengatakannya." Aku berteriak, "kalian mendengarnya, kan?"

Bersamaan dengan teriakanku, kegelapan di tempat ini menghilang, digantikan oleh cahaya putih. Tidak ada seorang pun yang tidak mengenal tempat ini. Walaupun belum pernah melihat secara langsung, pasti, mereka pernah melihat gambar tempat ini di internet.

Aku, Nanna, Suen, Fahren, dan Shu En berada di tengah arena pertarungan, tempat battle royale berlangsung. Di sekeliling, terlihat tribune penuh dengan orang. Ya, hampir semua tribune terisi. Namun, mereka berada di sini bukan untuk melihat battle royale. Mereka semua diikat dan mulutnya disumpal.

"Di tribune, kalian bisa melihat keluarga Raja Fahren dan keluarga kerajaan. Selain itu, aku juga menghadirkan agen schneider beserta keluarga yang seharusnya taat padaku tapi malah berkhianat. Secara tidak langsung, mereka adalah alasan Fahren berani mengkhianatiku. Tentu saja tidak hanya mereka."

Nanna memejamkan mata. Pelukannya semakin erat. Dia membenamkan wajah semakin dalam ke badanku. Aku pun memeluknya dengan erat, merasakan tubuhnya yang bergetar, tampak ketakutan. Saat ini, dia pasti bingung, tidak tahu harus melakukan apa.

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang