Arc 4 Ch 2 - Reuni

227 21 2
                                    

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.


============================================================


"Selamat datang, Permaisuri Rahayu. Saya turut berduka cita atas apa yang menimpa keluarga kerajaan Bana'an."

"Terima kasih atas ucapan belasungkawanya, Yang Terhormat Paduka Raja Arid. Saya...."

Dan seterusnya, dan seterusnya. Arid dan Rahayu bertukar sapa untuk formalitas, membiarkan wartawan mengambil gambar.

Aku berdiri beberapa langkah di belakang Rahayu. Di belakangku, terdapat 2 penjaga lain. Salah satu dari mereka membawa kotak arsenalku. Karena masih di lobi, senjata yang kami bawa belum disita. Nanti, waktu masuk ke ruang pertemuan, baru disita. Namun, sayangnya, hal itu tidak akan pernah terjadi.

[Selamat malam, tuan dan nyonya. Saya ucapkan juga selamat malam dan selamat datang kepada permaisuri Rahayu.]

Sebuah suara feminin terdengar di seluruh sepiker lobi hotel. Suara ini sangat familier bagiku dan orang-orang di kerajaan Mariander. Ya, suara feminin ini adalah milik Shera, second in command kelompok teroris True One, kekasih Etana.

Pengawal sisi Mariander bergerak cepat. Mereka langsung mengitari kami, menjaga kami. Aku langsung menarik peti arsenal dari satu pengawal dan mengambil pistol. Aku tidak menggunakan dua pistol, hanya satu di tangan kanan. Tangan kiri memegang peti arsenal, menggunakannya sebagai perisai.

Di lain pihak, dua pengawal dari Bana'an yang kami bawa bergerak terlambat. Bahkan, kalau aku tidak menarik peti arsenal secara paksa, mungkin dia masih membawanya. Hal ini normal karena mereka tidak mengenal suara ini.

"Lindungi permaisuri!"

"Siap!"

Kami bertiga mengelilingi permaisuri Rahayu, menambah lapisan perlindungan, berjaga-jaga kalau penjagaan Mariander ditembus.

Tidak lama setelah suara Shera terdengar, pintu dan jendela hotel tertutup secara otomatis. Yang menutup bukanlah kaca atau sejenisnya, tapi sebuah baja yang turun dari atas. Penutupan baja di pintu dan jendela pada sebuah bangunan merupakan hal yang umum ditemui pada hotel berbintang lima di Mariander. Hal ini mencegah serangan dari luar masuk ke dalam, jaga-jaga kalau ada serangan teroris atau perang.

Namun, sayangnya, prosedur penutupan baja pada pintu dan jendela hanya berfungsi untuk melindungi serangan dari luar, tidak dari dalam. Jadi, untuk skenario serangan dari dalam, seperti sekarang, perlindungan baja justru menjadi bumerang.

"KYAAA!"

"AAAHH!"

Para pengunjung panik. Mereka berlari tanpa arah, saling mendorong. Beberapa berlari ke jendela dan pintu yang telah ditutup oleh baja, menggedor-gedor, berharap ada bantuan dari luar.

Di lain pihak, para wartawan mengeluarkan smartphone. Mereka membuat panggilan atau berkomunikasi dengan pihak luar.

[Jangan khawatir. Kami tidak melakukan pemblokiran sinyal. Jadi, kalian masih bisa berkomunikasi dengan orang luar. Kalau sampai sinyal dan koneksi diblokir, ketahuilah, yang melakukannya adalah Yang Terhormat Paduka Raja Arid. Mungkin, dia akan membunuh kalian dan lalu melemparkan kesalahannya pada kami, menjadikan True One sebagai kambing hitam.]

"Dia benar, sinyal tidak diblokir!"

"Siaran masih bisa berlangsung!"

Para wartawan saling mengkonfirmasi satu sama lain. Bahkan, di saat genting seperti ini, mereka masih memikirkan siaran. Benar-benar profesional. Aku salut.

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang