Arc 4-3 Ch 2 - Perkembangan Perang

200 21 0
                                    

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================


"Selamat datang di Front Danau Mein."

"Sungguh suatu kehormatan saya disambut langsung oleh mayor jenderal Zortac."

Begitu turun dari pesawat pengangkut personel militer, aku langsung disambut oleh satu peleton tentara dan beberapa petinggi. Dari semua petinggi, mungkin, orang yang menyambutku ini adalah yang pangkatnya tertinggi.

Untuk orang yang tidak mengenal pangkat militer, mereka tidak akan terkejut kalau melihat seorang dengan pangkat mayor jenderal di sini. Namun, seharusnya, orang dengan pangkat ini tidak berada di medan peperangan.

Orang-orang yang berada di medan perang umumnya hanya setingkat mayor atau lebih rendah. Sesekali akan ada letnan kolonel yang datang untuk mengatur operasi baru, maksimal kolonel. Pangkat Jenderal seharusnya hanya menanti di pangkalan militer kota atau bahkan di ibukota, tidak di front perang seperti ini.

Kami tidak berjalan ke ruang terdekat, tapi langsung naik mobil, meninggalkan pangkalan udara. Lima mobil berjalan iring-iringan. Dua peti arsenal yang kubawa dan tombak tiga mata terletak di mobil lain, tidak di mobil ini.

"Jujur, meski sudah mendengar informasi mengenai kehadiran Jenderal Mayor Zortac, saya masih belum bisa percaya sepenuhnya kalau Anda berada di front peperangan."

"Hahaha. Lugalgin, kamu bisa membuang cara berbicara yang formal itu. Posisimu adalah kepala intelijen. Secara pangkat, posisimu setara dengan kolonel jenderal."

"Baiklah kalau begitu." Aku tidak menolak. "Jadi, jawabannya?"

"Perang terakhir dimana Bana'an menjadi peserta adalah 50 tahun yang lalu. Dan, semua tentara yang berpartisipasi pada perang itu, setidaknya, sudah menjadi brigadir jenderal. Sayangnya, orang-orang yang menjadi brigadir jenderal, umumnya, hanyalah kapten. Untuk melihat jalan perang lebih baik, butuh letnan kolonel atau kolonel yang pernah berpartisipasi. Dan, kebetulan, pangkatku adalah yang paling rendah di antara semua orang itu."

Alasan yang masuk akal. Namun, tetap saja aneh ketika seorang mayor jenderal ada di front peperangan.

"Jadi, karena ada mayor jenderal di sini, otomatis petugas dengan pangkat brigadir jenderal dan di bawahmu juga datang, kan?"

"Hahaha, tentu saja. Mereka tidak mungkin diam saja ketika atasannya mendatangi front perang."

Aku tersenyum masam ketika mendengar laki-laki berusia kepala 7 ini.

Perang yang dimaksud Zortac adalah perang dunia yang terjadi di benua lain. Perang ini tidak memiliki pengaruh besar pada negara-negara di Benua Ziggurat. Negara-negara di tempat ini hanya mengirimkan tentara karena negara sekutu ikut berperang, tidak lebih.

Mobil berhenti dan kami tiba di sebuah bangunan besar. Bangunan ini adalah balai kota yang terletak di pesisir danau Mein, kota Merkaz. Kota ini, selain kota wisata, juga memiliki pangkalan militer yang cukup lengkap mulai dari angkatan darat, laut, dan udara. Meski tidak di laut, danau Mein yang begitu besar hampir terlihat seperti laut. Bahkan, kamu tidak akan bisa melihat ujung danaunya. Jadi, meletakkan kapal di sini adalah hal yang lumrah. Dan, tentu saja, Mariander dan Nina melakukan hal yang sama.

Kami masuk ke balai kota dan pergi ke ruang bawah tanah yang sangat besar. Di dalam ruangan ini, terlihat ada banyak orang berpakaian militer mondar-mandir dengan membawa dokumen. Di dinding ruangan terpasang layar monitor yang menunjukkan peta Danau Mein dan sekitarnya. Terlihat beberapa titik berwarna merah, kuning, dan biru di layar. Titik merah berada di daerah Mariander, kuning di Nina, dan biru di Bana'an.

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang