Arc 3 Ch 9 - Kualitas

269 30 7
                                    


"Akhirnya ada yang menyatakan keberatannya."

Aku berdiri, melihat sebuah tulisan di dinding ruang keluarga.

Internal rumah ini tidak jauh berbeda dengan rumahku. Ruang makan di antara ruang keluarga dan dapur, di dekatnya ada ruang tamu, dan kamar di lantai 2. Di ruang keluarga terdapat dua tubuh, di ruang makan satu tubuh, dan sisanya di dapur. Terdapat luka tusuk di masing-masing leher.

Kami tidak menyentuh tubuh-tubuh itu, membiarkannya tergeletak dan berserakan begitu saja di lantai. Aku sudah terbiasa dengan pemandangan tubuh yang setengah busuk dan dimakan belatung.

"Bagaimana kondisi lantai dua?"

Aku bertanya pada Mulisu yang baru saja turun dari lantai dua.

"Seperti dugaan kita, tampaknya pelakunya hanya fokus untuk mengintaimu. Tidak ada satu pun barang berharga yang menghilang. Hanya beberapa makanan yang hilang dari kulkas."

Ya, seperti kata Mulisu, pelakunya hanya mengambil makanan di kulkas. Bukan hanya itu, bahkan tampak bekas wajan dan panci digunakan untuk menggoreng. Aku bisa bilang pelakunya cukup sakit karena dia masih mampu memasak dengan mayat yang berserakan seperti ini.

Emir dan Inanna juga berkeliling di rumah ini, melakukan pengecekan secara acak.

Tok tok

Pintu diketuk, membuat Emir bergegas menuju pintu.

"Akhirnya kalian datang. Ayo segera masuk."

Emir kembali dengan dua orang.

Yang satu adalah seorang ibu-ibu, mungkin sudah berumur kepala tiga. Yang paling mencolok adalah rambut pirang panjangnya. Mungkin dalam tubuhnya mengalir darah bangsawan Mariander. Pandangan yang sama juga diberikan oleh Inanna, yang mungkin berpikiran sama denganku.

Yang satu adalah laki-laki yang masih remaja, bahkan lebih muda dariku. Dia memiliki rambut panjang yang dikuncir. Bahkan, sebagian poninya menutupi mata kanannya. Dia memiliki warna rambut yang hitam, ciri khas bangsawan.

Sejauh yang aku temui, kebanyakan agen schneider yang baru adalah bangsawan, atau setidaknya setara. Tampaknya Azzaha hanya merekrut bangsawan atau yang setara. Di lain pihak, penanggung jawab sebelumnya, keluarga Cleinhad, tidak memprioritaskan bangsawan.

"Perkenalkan, aku adalah Shu En. Dan anak ini adalah–"

"Namaku adalah Adini."

Laki-laki muda bernama Adini ini menyela Shu En dengan nada ketus. Tidak sopan sekali. Tampaknya anak ini adalah tipe yang masih memiliki arogansi bangsawan.

"Shu, apa kau adalah satu dari sedikit orang yang mengetahui hubungan Yang Mulia Paduka Raja denganku?"

"Ya, benar."

"Lalu, anak ini?"

Shu menggeleng.

Hmm, begitu ya. Aku ingin melihat responsnya.

"Jadi, Shu, apa pendapatmu soal ini?"

Shu melihat ke arah dinding, ke tulisan yang ditulis dengan menggunakan darah dan memenuhi dinding.

YOU ARE NO KING

Shu memberi respon yang sama dengan kami, tenang dan mengamati tulisan itu baik-baik. Di lain pihak, Adini sedikit membuka mulut dan mengernyitkan dahi. Tampaknya dia mencoba menebak maksud di balik tulisan itu.

"Apakah kau pernah membicarakan hal itu dengan orang luar?"

"Tentu saja tidak," aku menjawab Shu. "Aku hanya membicarakan hal itu pada Emir dan Inanna. Bahkan keluargaku tidak tahu. Kalaupun aku membicarakan hal itu, selalu dengan Yang Mulia Paduka Raja."

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang