Arc 4-3 Ch 7 - Pengumuman Pernikahan dan Gejolak

166 20 12
                                    

seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================


[Sebenarnya, sosok yang berusaha membunuhku dan adikku, Tera, adalah ibu kami sendiri, Ratu Amana. Saat itu, kami berada di Kerajaan Bana'an untuk kabur dari ancaman ibu. Namun, tanpa kami duga, ternyata berita kematian kami justru digunakan oleh Ratu Amana untuk mendeklarasikan perang pada Bana'an.]

Sial! Sial! Sial!

Aku terus mengumpat sambil menonton proyeksi televisi dari ruang kerja, yang dulunya milik Fahren. Di proyeksi, terlihat Lugalgin duduk bersama dua orang lain. Duduk di sebelah kanan Lugalgin adalah perempuan berambut putih, Tuan Putri Rina. Dan, di sebelah perempuan berambut putih, duduk laki-laki tua mengenakan pakaian militer hijau, Kolonel Jenderal Saban.

[Lalu, kenapa Anda memutuskan untuk muncul ke permukaan sekarang, Tuan Putri Rina? Padahal, Anda seharusnya aman karena Kerajaan Nina mengira Anda sudah tewas.]

[Alasan pertama, saya merasa bersalah. Karena masalah keluarga kami, kini, Kerajaan Bana'an dan Kerajaan Nina berperang. Kalau saja kami tidak kabur ke Kerajaan Bana'an, mungkin peperangan ini bisa dihindari. Lalu ... ]

Rina terdiam sejenak dan menoleh ke kiri, melihat ke Lugalgin. Setelah melihat Lugalgin mengangguk, Rina berbicara kembali.

[Sayangnya tidak. Hingga saat ini, kami masih dikejar. Dan, sekitar satu setengah minggu yang lalu, adikku, Tera, tewas. Dia dibunuh oleh salah satu orang yang mengejar kami.]

Suara ruangan di proyeksi televisi menjadi riuh. Tampaknya, semua orang terkejut pada yang dikatakan oleh Rina.

Aku melihat baik-baik raut wajah Rina. Matanya lurus, tidak terlihat adanya kebohongan. Namun, entah kenapa, aku merasa ada yang dia sembunyikan. Sebagai seseorang yang telah bersandiwara selama bertahun-tahun, instingku memberontak.

[Setelah Tera tewas, aku berusaha kabur sambil membawa tubuhnya. Ketika mereka hampir membunuhku juga, kebetulan, Lugalgin ada di wilayah tersebut.]

[Apakah ini berarti Anda bertemu dengan Tuan Lugalgin di kota Merkaz?]

[Ya, benar. Karena Kota Merkaz adalah lini depan peperangan. Sebagai lini depan peperangan, penjagaan militer di kota itu pastilah ketat. Jadi, kami berpikir kota itu aman dari pengejar dan mata-mata Nina. Namun ... kami salah.]

Perempuan ini ahli. Dia berhenti sejenak dan melanjutkan dengan suara terisak, memberi kesan kalau dia menyesal. Sial!

[Tuan Lugalgin, apa tujuan Anda menyelamatkan Tuan Putri Rina? Apa–]

[Saat itu,] Lugalgin memotong wartawan. [Saya melihat perempuan yang berlari sambil menggendong seseorang. Tidak lama kemudian, saya mendapati beberapa orang mengejarnya. Saya rasa akan normal bagi siapa saja untuk bergerak dan mengulurkan bantuan. Bahkan, saat itu, saya belum tahu kalau dia adalah Tuan Putri Rina.]

[Apakah Anda menyatakan kalau Anda tidak melihat Tuan Putri Rina sebagai tokoh penting?]

[Dia memang tokoh penting. Namun, perlu kita ingat kalau dia bukan hanya tokoh penting. Dia juga seorang manusia biasa. Sebagai sesama manusia, kita patut saling menolong.]

Hah? Patut saling menolong? Omong kosong! Itu adalah ucapan paling munafik yang pernah aku dengar dari Lugalgin.

[Maaf, saya juga ingin menyampaikan sesuatu.] Rina menarik nafas. [Para bangsawan dan pemimpin daerah Feodal Lord di Kerajaan Nina, aku tidak tahu alasan kalian mendukung perang antara Kerajaan Nina dan Kerajaan Bana'an. Namun, jika kalian berperang karena ingin membalas dendam kematianku dan Tera, ketahuilah, dalangnya adalah Ratu Amana. Jadi, kalau benar alasan kalian adalah ingin membalas dendam, saya memohon agar kalian menghentikan peperangan ini. Peperangan hanya akan membawa kehancuran dan kesengsaraan.]

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang