Arc 2 Ch 1 - Tamu Tak Diundang

418 30 4
                                    


"Apakah ini berarti, keputusanku untuk mundur saat itu adalah salah?"

[Tidak, keputusanmu tepat. Kita tidak bisa terlalu mengambil risiko saat itu.]

Dia menjawabku dengan enteng.

Aku sudah berkomunikasi dengan suara ini cukup lama, tapi aku tidak pernah bertemu dengannya secara langsung. Sebagai agen Gugalanna, kami memang tidak pernah mengetahui siapa sosok yang memberi perintah langsung kepada kami. Namun, yang jelas, kami mengetahui kalau perintah itu adalah kehendak sang Raja.

"Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku mencoba mengikuti dan mengumpulkan informasi mengenai laki-laki bernama Lugalgin ini, tapi laki-laki bernama Lugalgin itu benar-benar sulit diikuti. Dia selalu mengetahui keberadaanku ketika aku mengikutinya. Hanya ada satu hal yang kuketahui tentang Lugalgin ini selain dari rumor."

[Dan apakah itu?]

"Setiap pagi, sebelum matahari terbit, dia selalu pergi ke suatu tempat. Namun, seperti yang kubilang sebelumnya, dia sangat tajam. Aku tidak bisa mengikutinya hingga tujuan."

[Hmm, begitu ya.]

Reaksinya lemah sekali. Apa ini berarti mereka sudah kehilangan minat pada pria bernama Lugalgin ini? Tapi aku masih penasaran bagaimana pria ini mampu melumpuhkan senjataku malam itu.

"Kalau kuteruskan, mungkin aku bisa mengetahui tujuannya satu atau dua minggu lagi."

[Tidak. Tahan dulu. Jangan lupa kamu harus kembali untuk menerima tamu kerajaan.]

Ah, iya, aku hampir lupa kalau akan ada kunjungan delegasi dari kerajaan ini. Normalnya, aku tidak perlu datang, tapi, entah kenapa, Sang Raja tiba-tiba memerintahkanku untuk mendampingi delegasi ini. Padahal yang akan negosiasi adalah Karisma, lalu kenapa aku juga harus kembali?

Yah, sudahlah.

"Baik, aku akan segera kembali."

***

Aku akhirnya tinggal di rumah milikku sendiri. Aku membeli rumah standar dua lantai. Lantai satu terdapat kamar mandi untuk tamu, satu kamar tamu, dapur, ruang keluarga, ruang tamu, garasi, pekarangan, dan juga kebun di sekeliling rumah. Di lantai dua terdapat kamarku, kamar Emir, satu kamar kosong, dan satu kamar mandi. Kamarku berada di kiri tangga sedangkan kamar Emir berada di kanan tangga. Kamar di tengah kosong.

Rumahku terletak antara rumah ayah dan pelabuhan, jadi, kalau aku mau ke gudang di dekat pelabuhan, jaraknya tidak sejauh dulu lagi.

Daripada itu, aku mau bilang momen aku jatuh hati pada Emir belum terlihat. Yah, belum terlihat.

Sudah hampir dua minggu sejak Emir tinggal denganku, tapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda menjadi mandiri.

Permasalahan pertama, dia tidak bisa bangun di pagi hari tanpa dibangunkan oleh orang lain. Setiap pagi, setelah aku pulang, aku harus masuk ke kamarnya untuk membangunkannya. Dia mengenakan piama yang agak transparan, tapi tidak di bagian dada dan pinggangnya. Setiap pagi, aku bisa melihat piamanya, yang entah bagaimana, setengah terbuka, menunjukkan kulitnya yang seputih lilin dan selicin sabun itu.

Kalau melihat seorang perempuan mengenakan piama yang setengah terbuka seperti itu, normalnya, aku akan terpesona dan mungkin tidak mampu mengendalikan naluri lelakiku. Namun, untungnya, setiap pagi aku mampu menahannya.

Bukan, bukan menahannya. Lebih tepatnya pikiranku teralihkan oleh sesuatu yang lain. Di pagi hari, rambutnya benar-benar mekar dan menjalar ke segala arah, seperti singa jantan. Ditambah warna rambut yang merah membara, penampilannya, mungkin, seperti singa yang kebakaran.

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang