Arc 5 Ch 14 - Fall of Muir, Before

71 12 6
                                    

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================


Aku terdiam, melihat langit yang mendung. Ditambah dengan angin yang berembus kencang, hujan telah dijanjikan.

"Kanu, menurutmu, apa kematian kita bisa keluar hidup-hidup dari peperangan ini?"

"Pasti ... Mungkin? Entahlah, aku juga tidak tahu."

Kanu tidak dapat memberi jawaban pasti.

Ini adalah hari ke enam kami menghabiskan hari di parit. Menurut rumor, sudah satu minggu sejak 17 dari 24 wilayah Kerajaan Nina mendukung Tuan Putri Rina. Wilayah di sekitar ibukota, Muir, telah menyatakan dukungan Tuan Putri Rina. Untuk mempertahankan ibukota, militer pun membuat parit dan barikade di sekeliling Muir. Saat ini, satu-satunya wilayah yang belum dihinggapi musuh, di sekitar ibukota, adalah lautan di utara.

Di dalam parit, kami, tentara muda, berpatroli rutin. Setiap hari, kami harus memperhatikan ke luar parit dengan teropong, berharap musuh tidak mendekat.

"Kenapa Yang Mulia Paduka Ratu dan Tuan Putri Rina tidak bisa berdamai saja, ya?"

"Sebenarnya, aku mendengar rumor menarik soal barikade ini."

"Apa itu?"

Tidak biasanya Kanu suka membicarakan rumor. Apa yang salah dengan kepalanya? Di lain pihak, beberapa orang yang kebetulan dekat langsung menghampiri.

"Sebenarnya, katanya, Yang Mulia Paduka Ratu Amana ingin menyerah dan mengundurkan diri. Beliau bersedia dihukum dan dieksekusi oleh Tuan Putri Rina. Namun, para petinggi militer tidak mau melakukannya."

"Tunggu dulu! Apa itu berarti yang memerintahkan barikade pertahanan ini bukan Yang Mulia Paduka Ratu Amana? Tapi petinggi militer."

Sebuah anggukan dari Kanu membuat kerumunan riuh. Mereka berbicara sendiri, saling mengumpat dan meluapkan kemarahan.

Aku paham dengan kemarahan mereka. Aku sendiri kesal dan marah ketika mendengar barikade ini bukanlah perintah Yang Mulia Paduka Ratu Amana. Ketika memasuki militer, kami disumpah untuk setia kepada Ratu, bukan kepada petinggi militer.

Namun, mau bagaimana lagi? Kami hanya tentara baru yang berusaha menggugurkan kewajiban militer. Kami tidak mungkin melawan atasan, kan? Dan lagi, semua ini masih sebatas rumor, belum ada bukti pasti.

"Jeju."

"Ya?" Aku merespons Kanu.

"Menurutmu kenapa para petinggi militer melakukan hal ini? Dari kita semua, kamu yang paling pintar, kan? Kamu pasti bisa memperkirakan apa yang diinginkan para petinggi militer."

"Aku tidak pintar. Aku hanya suka membaca."

"Sama saja!"

Semua orang berteriak, menolak pernyataanku. Tampaknya akan percuma meski aku berusaha meyakinkan mereka. Api yang berkumpul tidak bisa dipadamkan oleh satu ember air.

"Ini hanya dugaanku," aku membuat hipotesis. "Mungkin petinggi militer berniat membuat warga kelaparan."

"Membuat warga kelaparan?"

"Kenapa?"

Wajar bagi semua orang mempertanyakannya. Militer, normalnya, hidup untuk melindungi masyarakat. Namun, kali ini, yang terjadi justru sebaliknya.

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang