Arc 4 Ch 9 - Overpowered

184 25 4
                                    

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================


Hahahahaha! Rasakan akibatnya. Lugalgin, kamu selalu menggangguku dan kini aku akan membunuh dua calon istrimu.

Aku melihat artileri yang terus mengeluarkan asap dari ujung laras. Meskipun aku harus mengorbankan rumput pada lapangan golf demi operasi ini, menurutku, sangat sepadan. Dengan serangan ini, Lugalgin dan Agade akan kehilangan dua anggota elitenya. Belum lagi dengan tewasnya Emir, Permaisuri pasti akan murka. Dengan demikian, dukungan kerajaan ini pada Lugalgin akan ditarik, Lugalgin akan dicopot dari posisi kepala intelijen.

Dengan dia dicopot dari posisi kepala intelijen, Lugalgin hanyalah pemimpin Agade. Dia tidak akan bisa meminta bantuan pada Akadia atau Guan. Aku yakin alasan Akadia dan Guan berpihak pada Lugalgin hanyalah karena dia intelijen. Dengan berpihak pada Lugalgin, mereka bisa mendapatkan kenaikan kuota transaksi.

Namun, setelah kejadian ini dan dicopot dari intelijen kerajaan, dia tidak akan memiliki wewenang untuk menaikkan kuota transaksi. Dengan kata lain, dia tidak akan lagi mendapat dukungan dari keduanya.

"Pak Leto, apa tidak lebih baik Anda pergi dari tempat ini? Berjaga-jaga kalau tiba-tiba diserang. Kita tidak mau pimpinan Apollo tewas begitu saja."

Rekan kerjaku memberi sebuah peringatan, yang menurutku, tidak berisi. Tempat ini berada di ujung kota. Bahkan walaupun mereka memiliki armada udara, butuh waktu beberapa belas menit untuk mencapai tempat ini.

Dan lagi, Justru dengan berada di sini, aku berada di tempat paling aman. Hampir seluruh anggota Apollo berada di tempat ini. Kalaupun ingin menyerang, mereka harus melalui para penjagaku ini. Seperti pepatah bilang, tempat paling berbahaya adalah tempat paling aman.

Hanya kelompok Karla yang tidak berada di tempat ini. Dia mengatakan bombardir dengan artileri tidak berseni. Jadi, dia memilih untuk pergi ke rumah Lugalgin, berharap ada orang yang bisa dia hadapi. Yah, aku tidak akan memaksanya.

"Ayah, Nana mau pulang."

Putriku yang aku gendong, yang terus menutup telinga, merengek.

"Terlalu berisik ya sayang? Mohon tunggu dulu ya sayang. Di luar sana berbahaya. Papa khawatir kalau ka–"

Blarr Blarr Blarr Blarr

***

Meski sudah bilang akan menanti penjelasan, aku tetap tidak bisa melepaskan pikiran dari Lugalgin. Apa yang akan dia lakukan? Kalau aku saja tidak memiliki kesempatan untuk menghentikan serangan ini, apa yang seorang inkompeten sepertinya bisa lakukan?

Aku akui, dia memang ahli strategi dan perangkap. Namun, sudah! Hanya di situ kekuatannya! Dia lebih cocok untuk pertarungan bertahan, bukan menyerang. Bukan hanya aku, Ukin pun juga sependapat.

Satu-satunya hal yang terpikirkan olehku adalah dia meminta Akadia atau Guan untuk melakukan serangan frontal. Namun, aku ragu dua organisasi ini mau melakukannya. Sebuah serangan frontal akan memberikan kerugian yang sangat besar, baik bagi pihak yang diserang dan menyerang. Bisa-bisa dua organisasi ini tidak layak menjadi enam pilar lagi setelahnya. Ada alasan kenapa Enam pilar tidak pernah mendeklarasikan perang secara terbuka.

Sementara memikirkan semua itu, pandanganku masih fokus ke depan, memastikan pesawat ini tidak tiba-tiba menukik. Karena ukurannya yang kecil, aku duduk di atas kokpit. Meskipun dibilang kokpit, lebih tepatnya disebut tempat meletakkan kaki dan pegangan tangan. Dengan dua kali kecepatan suara, aku menuju lokasi sumber masalah.

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang