Arc 4 Ch 16 - Terima Kasih

181 15 4
                                    

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================


Tok tok

"Masuk!"

Aku berteriak dari balik meja, mempersilakan siapa pun yang mengetok pintu.

Sudah tiga hari sejak Mari dimakamkan. Operasi Hurrian pun berjalan lancar. Dia akan hidup. Namun, aku tidak yakin apakah setengah lumpuh masih bisa dibilang hidup.

Saat ini, aku berada di kantor, sendiri. Meski ingin bersedih karena kematian Mari dan tragedi menimpa Hurrian, aku masih memiliki banyak pekerjaan dan musuh. Masih ada Quetzal, Orion, dan juga Ukin. Selain itu, aku juga harus segera menemukan Weidner dan Shanna. Aku tidak mau nyawa mereka melayang karena keterlambatanku.

Aku membaca semua dokumen mengenai pergerakan Quetzal dan Orion. Tampaknya, aliansi oposisi telah kandas karena Quetzal mengakuisisi bangunan vital Apollo. Dan, meskipun, mungkin, sebenarnya yang dilakukan Quetzal disebabkan oleh masalah pribadi dengan Apollo, Orion tidak bisa mempercayai organisasi yang menusuk rekannya dari belakang begitu saja.

Di lain pihak, aku belum mendapatkan info mengenai pergerakan Ukin, Maila, dan juga Fahren. Terakhir aku mendengar kabar adalah ketika Ukin mengirim kurir untuk menyatakan gencatan senjata. Padahal, aku sempat mengira kalau mereka akan menggunakan Fahren untuk menumbangkan posisiku dan menyelamatkan Permaisuri Rahayu yang tampak disandera. Tampak.

"Gin,"

Yuan membuka pintu. Terlihat dia mendekap sebuah laporan tebal.

Maaf ya Yuan, aku melimpahkan pekerjaan pembagian aset Apollo dan ganti rugi rumah sakit ayah padamu.

"Tolong jangan minta maaf. Ini sudah pekerjaanku sebagai asistenmu."

"....aku tidak mengatakan apa pun."

"Aku bisa melihatnya dari wajahmu."

Hah? Benarkah? Aku cukup yakin sudah memasang poker face. Perempuan ini, Yuan, hampir setajam Emir, Inanna, dan Mulisu. Padahal, dia baru mengenalku.... dua bulan? Atau tiga bulan? Entahlah. Intinya, dia mengenal paling singkat tapi sudah mampu membaca apa yang tersembunyi di balik poker faceku.

"Oke, kita abaikan itu. Jadi, ada apa?"

"Ada yang ingin menemuimu. Dan, menurutku, kamu harus menerimanya."

Dia benar-benar bisa membaca pikiranku yang bermaksud menolak tamu tidak diundang ini. Kalau sudah seperti ini, tidak mungkin juga aku menolaknya.

"Baiklah. Persilakan dia masuk."

Yuan melangkah minggir dan menahan pintu.

Dari pintu, terlihat sebuah sosok perempuan remaja berambut hitam panjang dikepang samping. Dia Mengenakan kaos V-neck biru muda dengan rok panjang. Benar-benar penampilan yang tampak murni, pure, dan langka. Aku penasaran kapan terakhir kali melihat perempuan berpenampilan seperti ini.

"Aku sudah membuat pesanan pada OB untuk membuatkan minuman dan mengantarkannya ke sini." Yuan mengalihkan pandangan ke perempuan itu. "Maaf, saya terpaksa pergi."

"Ah, ya. Terima kasih banyak, Bu."

Aku bisa melihat pelipis Yuan yang sempat berkedut. Namun, dia tidak mengatakan apa pun dan pergi meninggalkan ruangan. Tampaknya, dia terkejut, dan terganggu, karena dipanggil Bu.

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang