Arc 3-2 Ch 23 - Tasha, Start

186 15 0
                                    

Minggu ini spesial double rilis. Kenapa? Baca alasannya di bagian akhir Arc 3-2 Ch 24

Seperti biasa. Kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.


============================================================


Aku masih bisa mengingat pertemuan itu seperti kemarin. Di siang itu, ketika sedang mencari tempat makan siang, aku melihat sosok seorang perempuan, mengenakan celana pendek dan blus biru, berjalan dengan banyak kantong plastik. Bukan satu. Bukan dua. Dia membawa enam kantong plastik di kedua tangan.

Rambut coklat panjangnya terlihat begitu halus, terburai, bagaikan sutra yang ditiup oleh angin. Mata coklat, bulat bola pingpong, yang menunjukkan sebuah cahaya yang tidak pernah aku lihat. Namun, dari semua itu, yang paling memukauku adalah senyumnya. Meskipun dia tampak kesusahan dan kelelahan, dengan pakaian basah karena keringat, senyum masih terkembang lebar di wajahnya.

Untukku yang sejak kecil dimusuhi oleh keluarga besar dan tetangga, aku penasaran apa yang membuatnya dapat tersenyum begitu lebar. Namun, hal itu aku kesampingkan.

Di saat itu, ketika dia lewat di depan, aku langsung meraih tangan kirinya dan mengambil tiga tas plastik.

"Eh?"

"Pasti berat, kan? Biar aku bantu."

"Eh? Ah? Terima kasih."

Dia sempat kehilangan senyum ketika aku mengambil tas plastik di tangannya. Namun, senyum itu kembali muncul ketika kami berjalan ke satu arah.

"Siapa kamu? Aku belum pernah melihatmu di sini."

"Namaku Lugalgin Alhold. Aku sedang mengisi waktu sebelum nanti sore harus menjemput adikku."

"Ah... Alhold? Maksudmu dari keluarga Alhold itu?"

"Ya, dari keluarga Alhold itu. Tapi jangan salah sangka. Aku bukanlah anak berbakat atau spesial. Aku seorang inkompeten, aku tidak memiliki pengendalian."

"Ah... maaf."

"Tidak apa."

Saat itu, aku menyadari kalau dia meminta maaf setelah memperhatikan tubuhku yang penuh bekas luka dan memar.

Suasana menjadi sedikit canggung setelah itu. Namun, dalam perjalanan, aku berhasil mendapatkan informasi mengenainya. Nama perempuan itu adalah Tasha. Saat itu, aku berusia 8 tahun dan dia 10 tahun, lebih tua dua tahun dariku. Dia tidak memiliki nama keluarga karena yatim piatu. Saat itu, dia tinggal di panti asuhan dengan belasan anak lain.

Panti asuhan tempat Tasha tinggal bukanlah bangunan tua dan setengah hancur seperti di film yang penuh dengan klise. Namun, tidak juga mewah. Hanya rumah luas normal. Bahkan, kalau tidak ada papan yang menuliskan "Panti Asuhan Sargon", aku tidak akan pernah tahu kalau bangunan ini panti asuhan.

"Kakak kembali!"

"Kak Ta–"

Aku masih ingat ekspresi anak-anak di panti asuhan itu yang terdiam ketika melihatku. Padahal, mereka sudah setengah menyapa Tasha.

"Ah, perkenalkan, anak laki-laki ini adalah Lugalgin. Dia... kesepian. Jadi, aku mengajaknya main kesini."

Dengan kebohongan, Tasha berhasil membuat anak-anak menerimaku. Aku cukup terkejut bagaimana anak-anak di tempat itu bisa menerimaku dengan mudah. Maksudku, aku tidak pernah diterima oleh keluarga Alhold. Bahkan, di sekolah, aku harus menunjukkan sebuah pencapaian baru bisa diterima.

I am No KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang